TEORI-TEORI KONTEKS SOSIAL DALAM PENDIDIKAN
TEORI-TEORI
KONTEKS SOSIAL
Disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah
Landasan Pendidikan
Yang dibina oleh: Bpk. Dr. Wartono,
M.Pd
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
PASCASARJANA
PROGRAM
STUDI S2 PENDIDIKAN FISIKA
September,
2015
A. Teori Kognitif-Sosial Albert
Bandura
1. Prinsip Belajar
Teori
kognitif-sosial Bandura menyatakan bahwa lingkungan sosial banyak memberi
kesempatan bagi individu untuk mendapatkan keterampilan dan kemampuan yang
kompleks melalui observasi perilaku model dan konsekuensi behavioral. Perilaku
yang diamati merupakan komponen esensial dari belajar.
a. Asumsi Dasar
Asumsi teori
belajar kognitif-sosial adalah sebagai sebagai berikut:
·
Pembelajar dapat mengabstraksi informasi
dari pengamatan langsung terhadap orang lain dan membuat keputusan tentang
perilaku yang akan dijalankan.
·
Tiga cara relasi yang saling terkait
antara perilaku (B atau Behavior),
lingkungan (E atau Environment), dan
kejadian personal internal (P atau personal)
akan menjelaskan tentang belajar.
·
Belajar adalah akuisisi representasi
simbolik dalam bentuk kode verbal dan visual. Jadi, belajar menghasilkan
akuisisi kode verbal dan visual dari perilaku yang mungkin akan dilakukan atau
tidak dilakukan di masa depan.
b. Komponen Belajar
1) Model Kelakuan
Sebuah model terdiri dari serangkaian
stimulus yang terorganisasi yang dapat diserap pengamat dan pengamat dapat
menjalankannya berdasarkan pokok informasi. Dua macam model utama, yaitu:
·
Model nyata merupakan model/gambaran
yang berhubungan langsung dengan individu, antara lain anggota keluarga, kawan,
rekan kerja, dan orang lain.
·
Model simbolik merupakan gambaran
representasi perilaku, misalnya televisi, film, dan berbagai media massa.
Fungsi
utama dari model perilaku adalah untuk menyalurkan atau menyampaikan informasi
kepada pengamat.
Tabel 1 Akibat
Model
No.
|
Efek
|
Contoh
|
1.
|
Berfungsi sebagai petunjuk untuk
meniru perilaku orang lain
|
Meniru kejahatan
|
2.
|
Memperkuat atau melemahkan sikap
menahan diri untuk melakukan tindakan tertentu
|
Siswa mencontek saat ujian: dihukum
atau tidak dihukum
|
3.
|
Menunjukkan pola perilaku baru
|
Acara memasak di televisi
|
2) Konsekuensi Perilaku
Teori kognitif-sosial mengindentifikasi beberapa
konsekuensi yang mempengaruhi perilaku. Jenis pertama adalah penguatan
pengganti atau konsekuensi yang mewakili (vicarious
reinforcement, yang seolah-olah dirasakan sendiri oleh pengamat),
diasosiasikan dengan perilaku yang diamati. Model menerima penguatan atau
hukuman untuk perilaku tertentu dan konsekuensi untuk model itu yang menimbulkan
reaksi emosional pada diri pengamat. Selain penguatan pengganti terdapat juga
istilah hukuman pengganti yang menyampaikan informasi bahwa model perilaku yang
tidak tepat akan menimbulkan efek penghalang terhadap peniruan.
Tabel 2 Akibat Utama
Penguatan dan Hukuman Pengganti
No.
|
Penguatan
Pengganti
|
Hukuman
Pengganti
|
1.
|
Menyampaikan informasi tentang
perilaku mana yang tepat dalam latar tertentu
|
Menyampaikan informasi tentang
perilaku mana yang tidak tepat dalam latar tertentu
|
2.
|
Bangkitnya respon emosional terhadap
kesenangan dan kepuasan pada diri pengamat
|
Cenderung memunculkan pengaruh
membatasi peniruan perilaku model (efek penghalang)
|
3.
|
Setelah penguatan yang berulang efek
motivasional-insentif akan muncul, perilaku mendapat nilai fungsional
|
Cenderung mengurangi nilai status
model karena perilaku fungsional tidak ditransmisikan
|
Jenis kedua adalah
penguatan langsung, yaitu penguatan positif yang diidentifikasikan dalam
pengondisian berpenguat, yaitu perilaku perorangan yang menghasilkan perubahan
dalam lingkungan sehingga perilaku itu kemungkinan dilakukan lagi dalam situasi
yang sama. Penguatan langsung merujuk pada hasil dari perilaku imitatif
pengamat.
c. Proses Internal Pembelajar
Empat komponen proses bertanggung jawab
atas belajar dan kinerja, yaitu sebagai berikut:
(1)
Proses atensional (perhatian), yaitu
pengamat memperhatikan dan memahami secara akurat suatu model. Guru mendapatkan
perhatian dengan menyajikan isyarat yang jelas dan menarik di ruang kelas
dengan menggunakan sesuatu yang baru dan kejutan (Slavin, 2011: 205).
(2)
Proses retensi (pengingatan), yaitu
proses menangkap, memproses, dan menyimpan informasi berupa materi dan contoh
perilaku model di dalam memori, misalnya guru memperlihatkan bagaimana menulis
huruf A, kemudian siswa menirunya dan mencoba menuliskan sendiri (Slavin, 2011:
205). Proses ini bertanggung jawab atas pengkodean simbolik, perilaku dan
penyimpanan kode visual atau verbal dalam memori.
(3)
Proses reproduksi motorik, yaitu proses
pemilihan dan pengorganisasian respons pada level kognitif, diikuti dengan
pelaksanaan, misalnya guru dapat menyuruh siswa melakukan lagi apa-apa yang
telah mereka serap dengan menggunakan post-test
(Syah, 2010: 113).
(4)
Proses motivasi, yaitu proses memberikan
dorongan yang berfungsi sebagai penguatan sehingga siswa termotivasi untuk
meniru model. Fase motivasi di kelas dalam model pembelajaran sering berupa
pujian atau nilai karena mengimbangi contoh guru.
d. Peran Ketangguhan Diri
Ketangguhan diri (self-efficiency) adalah keyakinan seseorang tentang kemampuannya
sendiri dan keyakinan ini memotivasi pembelajar dengan cara tertentu. Ketangguhan
diri merupakan keyakinan yang berkaitan dengan isi, yang dalam bidang akademik
mengacu pada keyakinan bahwa seseorang dapat melakukan tugas akademik tertentu
dengan sukses. Ada empat sumber keyakinan akan ketangguhan dan masing-masing
memberikan pengaruh pada pengamat (siswa) seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Sumber Keyakinan Kecakapan
Sumber
|
Pengaruh
|
Pengalaman
penguasaan
|
Bukti
paling autentik dari kapabilitas seseorang untuk menguasai sumber daya yang
diperlukan untuk sukses
|
Pengalaman
pengganti
|
Terutama
berpengaruh ketika tidak ada pengalaman langsung dalam satu situasi
|
Persuasi
verbal
|
Dapat
membantu individu yang berada di tengah kebimbangan
|
Keadaan
fisiologis dan emosional
|
Dapat
memberi informasi tentang ketangguhan
|
e. Hakikat Belajar Kompleks
Menurut Bandura (1986), faktor esensial
dalam mendapatkan kapabilitas yang kompleks adalah sistem pengaturan diri
perorangan. Pengaturan diri adalah proses yang diarahkan sendiri yang dengan
melaluinya pembelajar mengubah kemampuan mentalnya ke dalam keterampilan
akademik yang berhubungan dengan tugas. Mereka menentukan tujuan sendiri,
melakukan monitoring yang akurat, dan punya sumber daya untuk memilih strategi
belajar. Tiga subproses utama dalam sistem pengaturan diri adalah observasi,
penilaian diri, dan reaksi diri.
2. Prinsip Pembelajaran
Teori pembelajaran masih belum
diturunkan dari teori kognitif-sosial. Prinsip teori ini berpengaruh besar
terhadap isu kelas.
a. Asumsi Dasar
Tiga asumsi dasar yang mendukung prinsip
teori sosial-kognitif yang dapat diterapkan untuk pembelajaran di kelas adalah
(a) proses kognitif pembelajar dan pengambilan keputusan adalah faktor penting
dalam belajar, (b) tiga cara interaksi antara lingkungan, faktor personal, dan
perilaku adalah bertanggung jawab atas belajar, dan (c) hasil dari belajar
adalah kode perilaku verbal dan visual.
b. Komponen Pembelajaran
1) Mengidentifikasi Model yang Patut
Model hidup maupun model simbolik sering
tergantung pada pertimbangan praktis. Keunggulan model hidup adalah (a)
demonstrasi fisik perilaku di depan siswa, dan (b) kesempatan siswa untuk
bertanya. Keunggulan utama model simbolik adalah bahwa model tersebut dapat
dilihat lebih dari sekali oleh siswa. Pertimbangan penting lainnya adalah
pemilihan perilaku yang akan dijadikan model dan tipe serta status sosial.
2) Menciptakan Nilai Fungsional
Perilaku
Bandura merekomendasikan agar
pembelajaran harus diarahkan untuk menciptakan ekspektasi hasil yang positif.
Harapan ini akan meningkatkan perhatian siswa pada tugas yang diterima.
Kejadian-kejadian yang memprediksi penguatan mendapat nilai fungsional bagi
siswa dan akan diperhatikan para siswa.
3) Membimbing Proses Internal
Pembelajar
Pembelajaran harus memberi kesempatan:
(a) mengodekan perilaku yang diamati ke dalam citra visual atau simbol kata dan
(b) secara mental mengulangi perilaku yang dicontohkan.
(1)
Keterampilan Motorik
Strategi yang dianjurkan adalah: (a)
presentasi model yang direkam video, (b) kesempatan untuk mengembangkan
representasi konseptual, dan (c) berlatih dengan umpan balik visual melalui
monitor. Hal penting lainnya adalah geladi (latihan mental) oleh pembelajar
harus mendahului pelaksanaan fisik dari keterampilan itu karena berfungsi
sebagai pengorganisasian untuk kinerja selanjutnya.
(2)
Perilaku Konseptual
Penggunaan pemodelan saja di kelas
tampaknya kurang efektif daripada jika dilakukan pengombinasian dengan beberapa
bentuk pembelajaran verbal. Verbalisasi selama pemodelan harus dipilih dengan
hati-hati sehingga ia dapat menyampaikan informasi penting.
(3)
Menfasilitasi Ketangguhan Pembelajar
Ketangguhan diri siswa di kelas dapat
diperkuat dengan mengamati kesuksesan teman yang kompetensinya dianggap sama.
Anak yang melihat model dari guru ataupun teman sebaya memiliki ketangguhan
diri yang besar.
3. Aplikasi Pendidikan
Teori kognitif-sosial memiliki dua
implikasi utama untuk pendidikan. Pertama, pemodelan yang merupakan sumber
utama informasi bagi pembelajar. Kedua, pentingnya pemahaman ketangguhan dan
keterampilan pengaturan diri pribadi untuk menjadi pembelajar yang berhasil.
a. Isu-Isu Kelas
1) Karakteristik Pembelajar
Masing-masing pembelajar memiliki
kemampuan yang berbeda dalam mengabstraksi, mengodekan, mengingat, dan
menjalankan perilaku yang mereka saksikan. Mereka juga memiliki perbedaan dalam
hal reseptivitas (kesediaan menerima) terhadap model. Tingkat perkembangan
pembelajar dan reseptivitas terhadap model tertentu merupakan dua faktor utama
yang menentukan kemampuan individual untuk belajar observasional.
2) Implikasi untuk Penilaian
Pengaturan diri dalam belajar dapat
dinilai melalui beberapa cara, di antaranya adalah survei laporan diri,
protokol berpikir dan bicara keras-keras, wawancara tidak terstruktur,
wawancara terstruktur, catatan harian siswa, dan observasi dialog kelas.
Penilaian pengaturan diri oleh guru kelas melalui observasi di mana guru menulis
catatan dan pertemuan guru-siswa merupakan hal yang paling praktis.
3) Konteks Sosial untuk Belajar
Observasi atas berbagai model (anggota
keluarga, teman, film, televisi) dan penguatan yang diberikan ke kawan dan
orang lain merupakan hal yang sangat mempengaruhi belajar. Secara khusus, teori
kognitif-sosial mengingatkan sistem pendidikan bahwa belajar dalam masyarakat
yang berorientasi media adalah melampaui belajar di kelas melalui cara yang
halus dan meresap.
b. Mengembangkan Strategi Kelas
Desain pembelajaran untuk belajar
observasional mencakup analisis cermat atas perilaku yang akan dicontohkan dan
pemrosesan yang merupakan syarat belajar.
Tabel 4 Langkah-Langkah Mengembangkan
Strategi Kelas
No
|
Langkah-Langkah
|
Keterangan
|
1
|
Menganalisis
perilaku yang akan dijadikan model
|
1.1
Apa sifat dari perilakunya? Apakah konseptual,
motorik, atau afektif, ataukah strategi belajar?
1.2
Apa urutan langkah dalam perilaku itu?
1.3
Apa hal-hal kritis dalam urutan itu, seperti
langkah yang mungkin sulit diamati dan langkah yang merupakan tindakan tidak
tepat?
|
2
|
Menetapkan
nilai fungsional dari perilaku dan memilih model perilaku
|
2.1 Apakah
perilaku atau strategi itu mengandung “prediksi keberhasilan” seperti belajar
untuk mengoperasikan peralatan yang penting bagi promosi jabatan ?
2.2 Jika
perilakunya merupakan prediktor keberhasilan yang lemah, model potensial mana
yang paling mungkin memprediksi keberhasilan? Contohnya antara lain teman
sebaya, guru, dan kedudukan model yang menarik bagi kelompok sasaran.
2.3 Haruskah
modelnya hidup atau simbolik? Pertimbangkan biaya, kebutuhan untuk mengulangi
pengalaman untuk lebih dari satu kelompok, dan kesempatan untuk menggambarkan
nilai fungsional dari perilaku.
2.4 Apa
penguatan yang akan diterima model atas perilakunya?
|
Lanjutan
Tabel 4
No
|
Langkah-Langkah
|
Keterangan
|
3
|
Mengembangkan
urutan pembelajaran
|
3.1
Untuk keterampilan motorik, apa kode verbal
“lakukan ini” namun “jangan lakukan ini” yang akan digunakan?
3.2
Langkah mana dalam urutan yang perlu disajikan
secara perlahan-perlahan? Apa kode verbal yang melengkapi tetapi tidak
menggantikan langkah-langkah ini?
3.3
Untuk strategi belajar, apa proses yang tidak
dapat diamati dan ungkapan diri yang akan dimodelkan?
|
4
|
Mengimplementasikan
pembelajaran untuk memandu proses reproduksi motorik dan kognitif pembelajar
|
Keterampilan
Motorik
4.1
Menghadirkan model.
4.2 Memberi
siswa kesempatan untuk latihan simbolik.
4.3 Memberi
siswa latihan dengan tanggapan visual.
Perilaku
Konseptual
4.1
Menghadirkan model dengan verbalisasi pendukung.
4.2
Jika konsep atau aturan, beri siswa kesempatan untuk meringkas perilaku yang
dicontohkan.
4.3
Jika belajarnya adalah soal pemecahan masalah atau aplikasi strategi, beri
kesempatan untuk pemodelan oleh peserta.
4.4
Beri kesempatan untuk menggeneralisasikan ke situasi lain.
4.5
Bantu siswa dalam menganalisis aplikasi dan penentuan tujuan.
|
c. Review Teori
Teori Kognitif-Sosial Bandura memberikan
beberapa kontribusi, yaitu mendeskripsikan berbagai sikap dan perilaku yang
diperoleh dari media massa, memberi deskripsi terperinci mengenai mekanisme
penguatan dan hukuman dalam latar kelompok, dan mengidentifikasi arti penting
ketangguhan diri dalam belajar. Namun, teori ini memiliki kelemahan yaitu sulit
untuk mengimplementasikan persyaratan bagi ketangguhan diri dan pengaturan diri
bersama dengan prioritas kelas lainnya.
B. Model Kognitif dan Teori Motivasi
Akademik
1. Prinsip Motivasi
Model motivasi dan
teori motivasi berfokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan siswa
dalam aktivitas yang berkaitan dengan prestasi.
a. Asumsi Dasar
Pendekatan utama untuk
analisis motivasi memiliki tiga asumsi sebagai berikut:
·
Motivasi seseorang berkembang melalui
interaksi kompleks dari faktor lingkungan dengan faktor di dalam diri anak.
·
Siswa adalah pengelola informasi yang
aktif.
·
Motif, tujuan, atau atribusi siswa merupakan
informasi eksplisit yang dapat dikomunikasikan kepada pihak lain.
b. Komponen Proses Motivasional
1) Model Ekspektasi Nilai
Model ekspektasi nilai
memperluas model Atkinson (1958), tetapi berbeda dalam dual hal. Model ini
fokus psikologi-sosial dari pilihan anak, dan tugas dalam model ini mengacu
pada bidang studi atau pelajaran. Dua keyakinan motivasional utama adalah nilai
tugas (pencapaian, intrinsik, nilai kemanfaatan, dan biaya), dan nilai
ekspektasi, sejauh mana siswa percaya bahwa dia akan mampu melakukan sesuatu
dengan baik. Keyakinan ini berpengaruh langsung pada pilihan, kegigihan,
tingkat upaya, dan kinerja aktual.
Nilai tugas dan
ekspektasi secara langsung ditentukan oleh memori afektif anak dan tujuan serta
skema diri anak. Memori afektif terdiri dari reaksi emosi negatif dan positif
yang diasosiasikan dengan pengalaman yang sama di masa lalu. Tujuan bisa berupa
jangka pendek dan panjang, dan skema diri mencakup persepsi tentang diri ideal,
persepsi tentang kesulitan tugas (domain), dan keyakinan tentang kemampuan
seseorang. Dunia sosial, persepsinya tentang dunia sosial, dan pengalaman masa
lalu serta sikap mempengaruhi keyakinan ini.
2) Model Berorientasi Tujuan
Model orientasi tujuan
membahas alasan siswa untuk melakukan tugas akademik. Konseptualisasi awal dari orientasi bertujuan
mendefinisikan kontras yang dikotomis (misalnya orientasi belajar vs orientasi
kerja). Siswa dengan orientasi belajar atau orientasi upaya berusaha untuk
menguasai tugas baru, membuat kemajuan dalam keterampilan belajar yang baru,
atau merasa senang saat mereka terlibat dalam tugas yang menantang. Seorang peneliti
menemukan bahwa siswa dengan orientasi penguasaan memandang intelegensi sebagai
kemampuan yang dinamis dan berkembang.
Sebaliknya, siswa
dengan orientasi kinerja atau yang melibatkan ego akan fokus pada upaya
menunjukkan keunggulan kinerja. Tujuan ini dicapai dengan melampaui kinerja
orang lain atau melakukan tugas dengan baik tanpa banyak usaha. Informasi
perbandingan sosial adalah standar untuk penilaian diri atas kemampuan. Siswa
ini juga cenderung memandang intelegensi sebagai entitas yang tetap.
Beberapa pihak
menyatakan bahwa orientasi tujuan kinerja harus dipandang sebagai dua penekanan
terpisah; orientasi pendekatan kinerja dan penghindaran kinerja. Namun, karena
ada masalah dalam tujuan kerja, seorang peneliti menyatakan bahwa mereka
seharusnya diganti dengan tujuan validasi yang merujuk pada penegasan kemampuan
seseorang. Dua orientasi tujuan lain yang diukur oleh peneliti adalah
penghindaran upaya dan penghindaran kegagalan.
3)
Teori
Atribusi
Dasar dari model
atribusional adalah atribusi individual untuk kesuksesan dan kegagalan hasil
dan dimensi atribusi itu. Atribusi tipikal adalah kemampuan, usaha, kesulitan
tugas, dan keberuntungan. Yang lainnya adalah suasana hati, sakit, keletihan,
dan bantuan dari orang lain. Informasi yang memberi kontribusi pada
identifikasi atribusi pertikular mencakup petunjuk informasi spesifik, skema
kausal individual, dan predisposisi individual.
Makna kausal dari
atribusi sebagian besar ditentukan sifat-sifat bipolar yang mendasarinya, yakni
stabilitas, lokus kausalitas, dan kontrolabilitas. Property stabilitas
mempengaruhi ekspektasi tujuan di masa depan, dan setiap property juga
menimbulkan emosi. Lokus kausalitas terutama terkait dengan harga diri
individu. Sebab-sebab yang diatribusikan pada diri akan memperkaya perasaan
ketangguhan diri (hasil capaian positif) atau memberi kontribusi citra diri
negatif (hasil capaian negatif). Relasi efektif untuk stabilitas adalah
intensifikasi emosi yang ditimbulkan oleh properti lain.
c.
Efek
Kumulatif dari Pengalaman Berbeda pada Keyakinan Motivasional
Dua pola motivasi yang
membutuhkan intervensi adalah perubahan dalam keyakinan motivasional anak
selama masa sekolah dan pola maladaptif yang disebut sebagai “keputusasaan yang
dipelajari”. Penurunan keyakinan motivasional anak, khususnya di bidang
matematika, sering berlanjut sampai SMA, dan siswa SMP sering menilai rendah
kemanfaatan dan arti penting pelajaran sekolah.
Salah satu sebab
penurunan motivasional adalah bahwa pada usia 11 atau 12, anak membedakan
antara kemampuan dan usaha. Artinya, mereka menjadi lebih lancar dalam
menginterpretasikan tanggapan di kelas. Juga, lingkungan sekolah berubah pada
masa sekolah menengah. Kompetisi sering bertambah, tugas kelas makin abstrak,
dan evaluasi semakin penting.
2.
Prinsip
Pembelajaran
Berbeda dengan teori
perkembangan kognitif, model dan teori motivasional belum mengembangkan prinsip
pembelajaran yang eksplisit. Namun, mereka mengidentifikasi karakteristik
pembelajaran kelas yang mempengaruhi motivasi siswa.
a. Asumsi Dasar
Asumsi yang berlaku
pada pembelajaran kelas, yakni (a) motivasi akademik berkembang sebagian dari
interaksi kompleks faktor di kelas dengan faktor di dalam diri siswa; (b) siswa
adalah prosesor aktif dan penafsir aktif atas latar kelas; (c) siswa dapat
memikirkan dan melaporkan persepsi mereka pada orang lain; (d) motivasi adalah
spesifik sesuai subjek.
b. Pengaruh Kelas terhadap Motivasi
Siswa
1) Struktur Tujuan Kelas
Orientasi tujuan kelas
mempengaruhi orientasi tujuan siswa. Kelas yang berorientasi kinerja menekankan
upaya, peningkatan, dan tantangan. Peran guru dalam hal ini adalah mendukung
ketekunan dan usaha siswa, melihat kesalahan sebagai kesempatan untuk belajar,
mengekspresikan emosi positif dan semangat belajar, dan mengajak siswa
bertanggung jawab dengan meminta mereka untuk menjelaskan pelajaran mereka.
Sedangkan guru yang fokus pada persepsi kemampuan akan membuat evaluasi secara
terbuka.
2) Reaksi Guru terhadap Kinerja
Siswa
Reaksi guru terhadap
keberhasilan atau kegagalan siswa di kelas, untuk penilaian formal maupun
informal, dapat mempengaruhi atribusi siswa untuk hasil penilaian. Dalam
kondisi sukses, mereka memberi penghargaan lebih tinggi untuk upaya dari pada
kemampuan, dan untuk kegagalan, lebih mengecam kurangnya upaya dari pada
kurangnya kemampuan.
3) Menerapkan Orientasi Tujuan Belajar
Penerapan orientasi
tujuan belajar atau penguasaan mencakup kelompok belajar yang fleksibel,
variasi tugas berdasarkan tingkat keterampilan, mendorong asistensi teman, dan
komentar subtantif pada upaya siswa. Karakteristik dua kelas yang berorientasi
penguasaan mencakup partisipasi siswa dalam membuat aturan kelas, otonomi
siswa, pengakuan dan dukungan terhadap upaya siswa, dan pandangan tentang
belajar sebagai proses yang fokus pada pemahaman dan peningkatan.
c. Mengembangkan Program untuk
Perubahan Motivasional
Satu jenis pola
motivasi yang maladiptif adalah penurunan keyakinan motivasional positif pada
beberapa siswa selama masa sekolah. Jenis kedua dari keyakinan motivasi
maladiptif disebut sebagai “keputusasaan yang dipelajari”. Lima rekomendasi latihan
atribusi oleh Robertson untuk diterapkan pada siswa “berputus asa” dan siswa
dengan kesulitan belajar.
3. Aplikasi Pendidikan
Kontribusi utama dari
perspektif motivasional untuk pendidikan adalah analisis interaksi kelas baik
itu perilaku siswa maupun guru dan untuk menyarankan perbaikan. Pada skala yang
lebih luas, teori atribusi mengandung implikasi bagi cara kultur kita mendifinisikan
kesuksesan.
a. Isu-Isu Kelas
1) Karakteristik Pembelajar
Karaktersitik yang
menjadi perhatian utama bagi pendidikan adalah perbedaan individu, kesiapan
untuk belajar, dan motivasi.
2) Proses Kognitif dan Pembelajaran
Tiga isu kognitif yang
memiliki arti penting bagi pendidikan adalah transfer belajar, pembelajaran
memecahkan masalah,dan mempelajari
keterampilan bagaimana belajar.
3) Implikasi untuk Penilaian
Alternatif penilaian
yang digunakan dalam model orientasi tujuan dan harapan nilai adalah beberapa
variasi dari model belajar penguasaan Benjamin Bloom yakni penilaian formatif
dan sumatif dan penilaian portofolio. Sedangkan
teori atribusi fokus pada identifikasi sebab kesuksesan dan kegagalan siswa.
4) Konteks Sosial untuk Belajar
Model orientasi tujuan
dan teori atribusi membahas berbagai aspek dalam kelas yang mempengaruhi
motivasi siswa. Kelas dengan orientasi tujuan penguasaan menciptakan iklim yang
mefasilitasi belajar. Teori atribusi mengidentifikasi guru sebagai sumber
penting informasi untuk keyakinan siswa akan kapasitas mereka.
b. Mengembangkan Strategi Kelas
Aplikasi perspektif
motivasional di kelas mengimplikasikan kebutuhan akan strategi proaktif dari
pada mengandalkan pada respon reaktif terhadap aktivitas siswa yang berkaitan
dengan prestasi. Strategi berikut disarankan untuk pengembangan lingkungan
proaktif yang positif.
Tabel 5
Langkah-Langkah Mengembangkan Strategi Kelas
No
|
Langkah-Langkah
|
Keterangan
|
1
|
Merestrukrisasi
tujuan kelas dalam pengertian proses belajar atau strategi.
|
1.1
Tujuan mana yang dapat ditulis ulang untuk lebih
ditekankan pada strategi belajar.
1.2
Tugas kelas
mana yang baru-baru ini digunakan yang dapat divariasikan untuk memberi
kebaruan dan diversitas dan untuk memperkuat ketertarikan siswa?
|
2
|
Mengidentifikasi
metode evaluasi.
|
2.1
Dimanakah evaluasi atau tes formatif dapat
diterapkan dengan fokus untuk mengidentifikasi kesalahan guna meningkatkan
belajar?
2.2
Apakah kelas memiliki diagram di dinding, laporan
kemajuan, atau nilai yang dapat diganti dengan pemaparan tugas siswa secara
bergiliran?
2.3
Apakah kelas memberi penghargaan yang
didistribusikan secara konsisten untuk upaya, bukan untuk kemampuan?
2.4
Apakah siswa diberi berbagai kesempatan untuk
menunjukkan apa-apa yang telah mereka pelajari?
|
3
|
Mengidentifikasi
aktivitas kelas yang (1) tidak menekankan persaingan interpersonal, dan (2)
memfasilitasi pengembangan strategi menangani tugas dan upaya.
|
3.1
Apakah persentase waktu yang dicurahkan untuk
aktivitas kelas dibandingkan dengan aktivitas kelompok kecil dan tugas
individual terlalu tinggi, misalnya 80% disbanding 20%?
3.2
Apa perubahan yang dapat dilakukan dalam tugas
untuk meningkatkan pembuatan keputusan siswa?
3.3
Aktivitas kelompok kecil mana yang dapat digunakan
untuk meningkatkan belajar kerja sama?
3.4
Apa kelompok atau individu yang dapa meningkatkan
upaya siswa dan atau meningkatkan strategi belajar?
|
Lanjutan Tabel 5
No
|
Langkah-Langkah
|
Keterangan
|
4
|
Membuat
pernyataan tanggapan verbal yang menyampaikan pesan atribusi yang tepat.
|
4.1
Apakah pujian tepat untuk digunakan (yakni tidak
untuk tugas yang mudah, diberikan untuk kegigihan dan strategi yang tepat dan
kesusksesan pada tugas yang sulit)?
4.2
Apa strategi guru yang konstruktif yang dapat
digunakan untuk kinerja yang gagal? Apakah faktor-faktor eksternal, seperti
keberuntungan, menjelaskan kesuksesan dan kegagalan?
4.3
Apa strategi yang dapat digunakan untuk mendorong
murid bertanggung jawab atas belajar mereka?
|
c. Review Teori
Perspektif motivasional
mengidentifikasi masalah utama di kelas Amerika. Masalah itu adalah sifat
kompetitif dari belajar dan efek yang ditimbulkannya terhadap anak. Persaingan
sesuai sifatnya, akan menempatkan sebagian siswa pada tempat terakhir, sering
pada pesaingan yang memiliki nilai jangka pendek. Perspektif ini memberi
kerangka untuk riset dan analisis terhadap banyak kegiatan afektif di kelas.
DAFTAR
RUJUKAN
Gredler, M. 2009. Learning and Instruction, Theory into Practice. Upper Saddle River,
N J: Merrill.
Slavin, R.E.
2011. Psikologi Pendidikan: Teori dan
Praktik. PT Macanan Jaya Cemerlang.
Syah,
M. 2010. Psikologi Belajar. Jakarta:
Rajawali Press.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar