LANDASAN LEGALITAS DAN POLITIS PENDIDIKAN
LANDASAN
LEGALITAS DAN POLITIS PENDIDIKAN
Disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah
Landasan Pendidikan
Yang dibina oleh: Bpk. Dr. Wartono,
M.Pd
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
PASCASARJANA
PROGRAM
STUDI S2 PENDIDIKAN FISIKA
Agustus,
2015
LANDASAN
LEGALITAS DAN POLITIS PENDIDIKAN
Seperti
yang tercantum dalam UU No 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Sebuah proses pendidikan dapat dilaksanakan baik
melalui lembaga pendidikan informal maupun formal.
1. Pengertian Landasan Legalitas dan
Politis Pendidikan
Secara
leksikal, landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu landasan
merupakan tempat bertumpu, titik tolak atau dasar pijakan. Titik tolak atau
dasar pijakan ini dapat bersifat material (Rianti, 2010). Landasan dibutuhkan
sebagai acuan langkah dalam melaksanakan segala hal, khususnya dalam pendidikan
di Indonesia.
Legalitas
disebut juga hukum atau yuridis. Landasan legalitas pendidikan yaitu
asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan-peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan atau studi
pendidikan. Aliansar, dkk (2008 :72) mengatakan dengan landasan legalitas,
kebijakan, penyelenggaraan, dan pengembangan pendidikan dapat terhindar dari
benturan kebutuhan. Setidaknya dengan landasan legalitas, segala hak dan
kewajiban pendidikan peserta didik dapat terpelihara.
Kata
politik secara etimologis berasal dari bahasa Yunani “Politea” yang
diperkenalkan oleh Plato (347 SM) dan dikembangkan oleh Aristoteles (322 SM),
yang bermakna sebagai sebuah seni mengurus dan mengatur kehidupan bernegara.
Menurut pendapat BN Marbun dalam kamus politik, pemahaman tentang politik
dibagi atas empat pokok yaitu politik sebagai hal ihwal mengurus negara,
politik sebagai aneka macam kegiatan dalam suatu negara menyangkut pengambilan
keputusan tentang tujuan negara maupun pelaksanaanya, politik sebagai suatu
kebijakan dan politik sebagai suatu cara mencapai tujuan tertentu.
Albertus
(2012) menyampaikan bahwa erat kaitannya antara masalah pendidikan dan politik
sehingga setiap kebijakan pemerintah di bidang pendidikan pada umumnya
merefleksikan pandangan tentang masyarakat dan keyakinan politiknya. Sementara
Prof Miriam Budiarjo (2008) memandang dan memahami politik dalam lima makna,
yaitu politik adalah negara, politik adalah kekuasaan, politik adalah
pengambilan keputusan, politik adalah kebijaksanaan (policy) dan politik adalah
distribusi dan alokasi.
Landasan
legalitas dan landasan politis dalam pendidikan sangat berkaitan erat. Dengan
adanya landasan politis, pemerintah dapat menentukan landasan legalitas
pendidikan yang dimanfaatkan untuk memajukan suatu sistem pendidikan. Sehingga
dengan adanya kerja sama yang baik antara pemerintah dan penyelenggara
pendidikan maka pendidikan di Indonesia dapat lebih maju lagi.
2. Penerapan Landasan Legalitas dan
Politis Pendidikan di Berbagai Negara
Dalam
penerapan landasan legalitas dan politis pendidikan, negara satu dengan negara
lain dapat berbeda. Hal ini dikarenakan landasan yang mereka gunakan berbeda,
selain itu juga dipengaruhi oleh perkembangan dan situasi negara tersebut.
Pendidikan di negara maju tentu berbeda dengan pendidikan di negara yang sedang
berkembang. Dengan mempelajari sistem atau landasan pendidikan suatu negara
tertentu kita bisa mengambil sisi positif yang mungkin bisa diterapkan di
negara kita.
2.1 Penerapan Landasan Legalitas dan
Politis Pendidikan di Amerika Serikat
Pendidikan
di Amerika Serikat (US) diatur dalam empat tingkatan pemerintahan, yakni lokal,
menengah (intermediate), negara bagian (state) dan pusat (federal). Pengetahuan
tentang aturan formal sekolah dan pentingnya pelaksanaan aturan bagi
penyelenggara pendidikan khususnya yang bekerja di sekolah. Sistem pendidikan
di Amerika berbeda-beda, baik pada tiap-tiap negara bagiannya maupun pada
negara bagian itu sendiri.
Dalam
undang-undang Amerika Serikat tidak disebutkan tentang pendidikan warga, tetapi
amandemen ke-10 konstitusi Amerika Serikat melarang pemerintah pusat untuk
menjalankan kekuasaan yang bukan wewenangnya. Amandemen ini menjadi dasar bagi
negara bagian untuk bertanggung jawab secara legal untuk pendidikan warga di
Amerika Serikat.
2.1.1
Tanggung
Jawab dan Aktivitas Pemerintahan Lokal
Semua
sekolah negeri di Amerika Serikat adalah bagian dari sekolah distrik lokal yang
beroperasi atas nama negara bagian. Karena itulah kebijakan lokal harus sesuai
dengan kebijakan yang ditetapkan dalam peraturan sekolah negara bagian.
Terlepas dari kenyataan bahwa negara bagian membatasi hak prerogatif mereka,
dewan sekolah lokal didelegasikan untuk mengambil tanggung jawab dalam
pengambilan keputusan.
Hak
dan kewajiban dewan sekolah lokal :
a.
Membuat kebijakan tentang aturan umum di
sekolah distrik
b.
Merekrut seluruh pekerja di sekolah
distrik termasuk memilih pengawas
c.
Melakukan perundingan dengan ikatan guru
d.
Mengurus masalah keuangan sekolah
e.
Membahas tentang hak dan tanggung jawab
siswa saat kenaikan kelas, kelulusan, kegiatan ekstrakurikuler dan kehadiran
f.
Mengembangkan kurikulum dan penilaian
g.
Mengurus masalah keuangan sekolah
h.
Memberikan respon pada orang tua dan
anggota masyarakat
i.
Melengkapi persyaratan sekolah lokal
yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat
Pengawas sekolah merupakan pejabat
eksekutif tertinggi dalam sekolah yang telah dipilih oleh dewan sekolah lokal.
Pengawas berperan dalam memberikan rekomendasi kepada dewan sekolah sehingga
mampu membuat kebijakan yang tepat. Selain itu, pengawas sekolah juga
bertanggung jawab dalam mengatur personil non-guru, memimpin kurikulum dan
instruksi, serta mengatur administrasi sekolah.
Kesuksesan pendidikan di Amerika
Serikat tergantung pada pemilihan pengawas sekolah yang mampu memberikan
pelayanan yang semaksimal mungkin. Kepala sekolah bertanggung jawab pada
operasional sekolah seperti kegiatan harian sekolah. Orang tua dan anggota
masyarakat juga memiliki peran dalam keputusan lokal.
2.1.2
Tanggungjawab
dan Aktivitas Pemerintah Intermediet
Lembaga
Intermediet adalah lembaga yang berada di antara departemen pendidikan negara
bagian dan sekolah lokal distrik. Lembaga ini befungsi menghubungkan keduanya.
Lembaga intermediet biasanya berupa perluasan legal dan politik dalam
pendidikan yang secara umum dibuat oleh lembaga legislatif. Tetapi tidak semua
negara bagian memiliki lembaga intermediet ini. Ada 39 negara bagian yang telah
mempunyai beberapa bentuk lembaga intermediet sejak 1984.
2.1.3
Tanggungjawab
dan Aktivitas Pemerintah Negara Bagian
Negara
bagian mempunyai tanggung jawab secara legal untuk mendukung dan menjaga
sekolah negeri tetap pada jalurnya, antara lain :
a.
Memberlakukan undang-undang
b.
Menentukan pajak untuk sekolah dan
bantuan keuangan untuk sekolah distrik lokal
c.
Menentukan standar minimum untuk melatih
dan merekrut personil
d.
Menyediakan petunjuk kurikulum (beberapa
negara juga menerbitkan buku teks)
e.
Menerbitkan persyaratan penilaian
f.
Membuat ketentuan untuk mengakreditasi
sekolah
g.
Menyediakan layanan khusus seperti transportasi siswa dalam buku teks gratis
Gubernur negara bagian memiliki kekuasaan untuk
membuat rekomendasi anggaran untuk pendidikan pada badan legislatif. Badan
legislatif bertanggung jawab untuk membangun dan mempertahankan sekolah negeri
yang memiliki kekuasaan luas untuk membuat undang-undang tentang pendidikan.
Peraturan sekolah negeri adalah kumpulan peraturan yang menetapkan cara mengoperasikan
sekolah dan melaksanakan pendidikan di negara bagian.
Dewan
pendidikan negara bagian bertanggung jawab dalam mengembangkan aturan untuk
melaksanakan undang-undang pendidikan yang ditetapkan oleh legislatif. Di
bawahnya terdapat Departemen Pendidikan Negara Bagian yang mengumpulkan
statistik pendidikan dari negara bagian, selain itu juga mengimplementasikan
undang-undang yang dibuat badan legislatif dan aturan yang dibuat oleh Dewan
Pendidikan. Departemen Pendidikan diketuai oleh pejabat eksekutif pendidikan
negara.
2.1.4
Tanggungjawab
dan Aktivitas Pemerintah Pusat
U.S. Department
of Education adalah lembaga pendidikan pusat yang
utama. Pertama kali dibentuk dengan nama Office
of Education pada tahun 1867. Office
of Education memiliki tanggung jawab dalam mengatur dana
bantuan dan melakukan kontrak dengan departemen pendidikan negara bagian,
sekolah distrik dan perguruan tinggi; terlibat dalam inovasi pendidikan dan
penelitian; dan menyediakan bimbingan, konsultasi dan layanan kliring terkait
dengan pendidikan.
Pada tahun
1979, lembaga ini dipimpin oleh menteri
pendidikan (The secretary of education).
Menteri pendidikan berperan dalam mengatur kebijakan pendidikan dan
mempromosikan program-program yang sesuai dengan kebijakan tersebut. Menteri
pendidikan dapat memberikan persuasi dan tekanan dalam lingkaran politik dan
pendidikan. Pada tahun 2001, Kongres menyetujui inisiatif reformasi pendidikan
oleh Presiden Bush, yakni tentang aksi No
Child Left Behind (NCLB). Aksi ini masih tetap dipertahankan hingga
pemerintahan Obama sekarang.
2.1.5
Peran
Pemerintah Terhadap Sekolah Swasta (Non-Publik)
Sekolah swasta
tidak terbebas dari pengaruh pemerintah. Secara khusus, banyak undang-undang
pendidikan negara berlaku untuk sekolah swasta dan sekolah paroki serta adanya
lembaga negara berbadan hukum yang berkaitan dengan standar kesehatan, kode
bangunan, kesejahteraan anak, kode siswa, dan sebagainya. Selain itu, badan
legislatif di banyak negara bagian telah mengeluarkan undang-undang untuk
membantu sekolah swasta dan untuk memberikan bantuan yang didanai publik di
berbagai bidang seperti transportasi siswa, pelayanan kesehatan, layanan makan
siang, buku dan pembelian pasokan, layanan pengujian siswa, SPP siswa, dan
pinjaman untuk siswa. Sekolah swasta
mencapai lebih dari 9 persen dari sekolah dasar dan menengah di Amerika
Serikat. Sekolah swasta katolik terdiri dari 44 persen tersebut dan sekolah
independen yang tidak berbasis agama sebanyak 18 persen dari angka partisipasi.
2.1.6
Kedudukan
Guru dan Siswa dalam Pendidikan Amerika Serikat
Selama 40 tahun lalu,
Amerika mempunyai beberapa kasus tentang pendidikan yang ditanyakan dalam
pengadilan. Dari kasus yang telah ditangani oleh pengadilan menghasilkan
pengaruh yang sangat berarti dari kurikulum yang diputuskan, guru, siswa,
hubungan antara pekerja dengan sekolah, dan pemerintah, selain itu hak, tanggung
jawab, dan agama siswa dan guru.
2.1.6.1
Hak dan Kewajiban Guru
Sekolah
negeri memperkaya kemampuan guru dan perangkat pendukung proses pendidikan.
Kebijakan yang diambil biasanya diambil dari pusat. Kebijakan yang diambil
tidak boleh berbau diskriminasi baik tentang agama,jenis kelamin, umur, dan negara
asal. Selain itu komitmen dari guru juga merupakan hal yang sangat
dipertimbangkan. Guru yang berada di sekolah swasta harus mengikuti dari aturan
dari institusi yang menaunginya. Hak dan kewajiban itu diatur oleh pihak
sekolah swasta dalam perjanjian antara guru dengan pihak swasta.
Guru
berkewajiban dalam pelaporan hasil belajar siswa kepada pihak sekolah dan pihak
wali murid. Hasil belajar siswa dapat dijadikan patokan kesuksesan dan
keberhasilan dari guru dalam proses pembelajaran. Guru sebagai panutan yang
baik bebas berkspresi selama itu tidak menyalahi aturan dan norma yang berlaku.
Guru-guru mempunyai hak untuk mengikuti organisasi baik, organisasi keguruan
ataupun organisasi professional yang lainya.
Pemecatan
dapat sebagai sarana keamanan bagi sekolah terhadap guru. Guru yang tidak
mempunyai kemampuan, professional, kecakapan yang cukup dapat memperoleh
pemecatan. Pemecatan merupakan hak dari sekolah yang didasari peraturan negara
bagian dan dinaungi oleh hukum pusat. Setiap negara bagian mempunyai konsep dan
proses pemecatan yang berbeda-beda. Pemecatan tidak selalu harus guru itu
diberhentikan atau dipindahkan dari sekolah asal.
2.1.6.2 Hak dan Kewajiban Siswa
Siswa
berhak mendapatkan pendampingan yang cukup dari guru. Pembimbingan yang baik dapat
membuat siswa berkembang dengan maksimal. Pengarahan dan pendampingan dari guru
dapat memunculkan bakat-bakat dari siswa. Siswa menjadi lebih percaya diri
dengan kemampuan yang dimilikinya. Bakat ini tak selalu dapat ditemukan sendiri
oleh siswa sendiri.
Dengan
adanya kurikulum yang baru membuat peran siswa menjadi lebih banyak daripada
guru. Hal ini membuat siswa harus lebih kreatif dan aktif. Dalam kebebasan
berkespresi siswa dapat menyampaikan idenya dengan bebas namun tetap harus
sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku. Siswa dapat bebas memilih apa yang
akan ia pelajari sesuai dengan tingkatan dan perkembanganya. Siswa dapat
megikuti perlombaan karya tulis ataupun kegiatan yang lain yang dapat
meningkatkan kemampuannya, namun siswa tidak diijinkan untuk membuat hal yang
tidak baik.
2.2 Penerapan Landasan Legalitas dan
Politis Pendidikan di Jepang
Pada tahun 1989 di persidangan Perserikatan Bangsa-Bangsa
disetujuinya perjanjian hak asasi anak-anak, dan di Jepang juga pada tahun 1994
meratifikasikannya. Di dalam perjanjian ini adalah, anak-anak berhak atas
pemberian pendidikan. Di Jepang warga negara asing tidak diberikan pendidikan
yang biasa tetapi setiap anak-anak harus mendapatkan hak atas pendidikan.
Peraturan pendidikan di Jepang dapat dibedakan menjadi
dua periode, yaitu sebelum dan sesudah perang Dunia II. Sebelum PD II,
kebijakan tentang pendidikan yang berlaku adalah salinan Naskah Kekaisaran tentang
Pendidikan (Imperial Rescript on
Education). Dinyatakan bahwa para leluhur Kaisar terdahulu telah membangun
Kekaisaran dengan berbasispada nilai yang luas dan kekal, serta menanamkannya
secara mendalam dan kokoh. Materi pelajarannya dipadukan dalam bentuk kesetiaan
dan kepatuhan dari generasi yang menggambarkan keindahannya.
Pendidikan hendaknya mampu mengafiliasi seseorang kepada
orang tuanya, suami isteri secara harmoni, sebagai sahabat sejati, menjadi diri
sendiri yang sederhana dan moderat, mencurahkan kasih sayang kepada semua
pihak, serta menuntut ilmu dan memupuk seni. Dari situlah pendidikan tersebut
dapat mengembangkan daya intelektual dan kekuatan hukum. Jepang berpandangan
bahwa pendidikan sebagai ujung tombak dalam kesejahteraan dan kemakmuran
bangsa.
2.2.1
Tujuan
Nasional Pendidikan Jepang
Tujuan pendidikan di Jepang dalam Imperial Rescript on Education disebutkan bahwa tujuan pendidikan
adalah untuk meningkatkan kesetiaan dan ketaatan bagi Kaisar agar dapat
memperoleh persatuan di bawah ayah yang sama, yakni Kaisar. Adapun tujuan
pendidikan menurut peraturan pendidikan nasional (Fundamental Law of Education) adalah untuk meningkatkan
perkembangan pribadi secara utuh, menghargai nilai-nilai individu, dan
menanamkan jiwa yang bebas dan adanya tujuan khusus pada tiap jenjang.
2.2.2
Kurikulum
Sama dengan kurikulum di Indonesia, kurikulum di Jepang
pun kerap kali mengalami reformasi. Namun dalam penerapannya Jepang memiliki
pertimbangan, kemantapan dan evaluasi yang tegas terhadap pelaksanaan kurikulum
yang sedang berjalan. Terdapat anggapan bahwa kurikulum di Jepang berat, dimana
pemerintah mengharuskan tiap sekolah memberi pelajaran sekurang-kurangnya 240
hari setahun. Maka hal ini berarti bahwa umumnya siswa Jepang masuk sekolah 6
hari setiap minggu, selama 40 pekan. Sekolah menduduki tempat yang penting
dalam kehidupan anak Jepang.
Di Jepang, wajib sekolah berlaku bagi anak usia 6 sampai
5 tahun, tetapi kebanyakan anak bersekolah lebih lama sari yang diwajibkan.
Tiap anak bersekolah di SD pada usia 6 tahun hingga 12 tahun, lalu SMP hingga
usia 15 tahun. Pendidikan wajib ini bersifat Cuma-Cuma bagi semua anak,
khususnya biaya sekolah dan buku. Untuk alat-alat pelajaran, kegiatan di luar
sekolah, piknik, makan siang di sekolah perlu membayar sendiri. Namun bagi
anak-anak dari keluarga yang tidak mampu mndapat bantuan khusus dari pemerintah
pusat dan daerah.
Hampir semua siswa di Jepang belajar bahasa Inggris sejak
tahun pertama SMP. Dan kebanyakan mempelajarinya paling tidak selama 6 tahun.
Mata pelajaran wajib di SMP adalah bahasa Jepang, ilmu-ilmu sosial, matematika,
sains, musik, seni rupa, pendidikan jasmani, dan pendidikan kesejahteraan
keluarga. Berbagai mata pelajaran
tersebut diberikan pada waktu berlainan setiap hari selama seminggu sehingga
jarang ada jadwal pelajaran yang sama pada hari yang berbeda.
2.2.3
Biaya
Pendidikan
Biaya sekolah di Jepang tidak mahal. Biaya pendidikan
yang dipikul pembayar pajak boleh dikatakan rendah bila oarang ingat akan
tingginya taraf yang telah dicapai. Pada tahun 1973 biaya yang dikeluarkan oleh
pemerintahan Jepang untuk pendidikan hanya sebanyak 4,9 persen dari pendapatan
nasional. Diantara negara-negara maju hanya Prancislah yang sumbangnya pada
pendidikan lebih rendah dari Jepang. Meskipun hanya beberapa persen dari pendapatan nasionalnya, namun biaya yang
dikeluarkan Jepang untuk mendirikan bangunan serta perlengkapan baru cukup
tinggi, sedang pengeluaran untuk pegawaistaf rendah (William K.C.:7-8).
2.2.4
Pendidik
atau Guru
Di sekolah Jepang ada sejumlah mekanisme yang menyebabkan
guru bekerja dengan sebaik-baiknya. Di tiap sekolah guru menyediakan waktu
untuk membicarakan pengajaran pada umumnya, dalam pertemuan setiap pagi dan
pertemuan staff seminggu sekali serta pertemuan penilaian dua pekan sekali dan
seminar umum tiap tiga bulan sekali. Di samping itu guru yang mengajar pada
tingkat yang sama berkumpul setiap ada soal yang harus diselesaikan
bersama-sama. Pengaruh timbal balik ini memungkinkan mereka mengharapkan akan
ada pengajaran yang baik di sekolah, tiap guru akan merasa wajib menyesuaikan dirinya
kepada harapan itu.
Dalam perekrutan guru pun dipertimbangkan kualitas,
kompetensi, keahlian, profesionalisme dan komitmen mereka dalam pelaksanaan
pembelajaran nantinya. Segala sesuatu yang memberi dampak namun tidak pada
semestinya dapat mengakibatkan pemecatan seorang pendidik yang tidak mampu
menjalankan tugasnya dengan baik.
Pendidik di Jepang memiliki dedikasi yang tinggi,
bersikap profesional dan adil, berusaha menanamkan pendidikan “seutuhnya”, dan
tidak merasa takut kehilangan jabatannya karena ketegasannya (William
K.C.:15-16). Salah satu bentuk kepedulian dan kepribadian yang matang seorang pendidik melakukan komunikasi baik dengan
orangtua siswa sekurang-kurangnya sekali setahun. Guna mencoba memahami dan
melihat kondisi-kondisi siswanya di tempat tinggalnya.
2.3 Penerapan Landasan Legalitas dan
Politik Pendidikan di Indonesia
2.3.1
Peraturan
Perundang-undangan tentang Pendidikan
Negara Kesatuan Republik Indonesia
mempunyai berbagai peraturan perundang-undangan yang bertingkat, mulai dari Undang-Undang
Dasar 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Ketetapan sampai dengan Surat
Keputusan. Semuanya mengandung hukum yang patut di taati, di mana Undang-Undang
Dasar 1945 merupakan hukum yang tertinggi. Pada alinea keempat Pembukaan UUD
1945, disana termuat cita-cita nasional dibidang pendidikan, yaitu “untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa”. Selain itu dijabarkan kembali melalui hasil
amandemen UUD 1945 Ke IV ( tahun 2002) yaitu tentang pendidikan. Pasal 31 ayat
1,2,3,4, dan 5 berbunyi :
Ayat 1 : Setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan
Ayat 2 : Setiap
warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya
Ayat 3 :Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa,yang diatur dengan undang-undang
Ayat 4 : Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang kurangnya 20 % dari anggaran
pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan nasional
Ayat 5 : Pemerintah
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradapan kesejahteraan umat manusia
Undang-undang NKRI Nomor 20 Tahun 2003
dapat dikatakan sebagai induk peraturan perundang-undangan
pendidikan, karena mengatur pendidikan pada umumnya. UU No. 20 Tahun 2003
mempertegas komitmen pemerintah untuk melaksanakan pendidikan yang, bermutu
sebagaimana tertulis dalam Pasal 5 Ayat (1), yang dirumuskan dalam kalimat
berikut: “Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu”. Dengan PP No.19 Tahun 2005, pengertian bermutu
menjadi jelas yaitu yang memenuhi standar yang ditentukan meliputi:
a.
standar
isi:
ruang lingkup materi dan tingkatkompetensi yang dituangkan dalam kriteria
tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran,
dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang
dan jenis pendidikan tertentu
b.
standar
proses: standar nasional pendidikan yangberkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran pada satu satuanpendidikan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan
c.
standar
kompetensi lulusan: kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan
d.
standar
pendidik dan tenaga kependidikan: kriteria pendidikan
prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
e.
standar
sarana dan prasarana: standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga,
tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat
bermain, tempat berkreasi dan
berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi
f.
standar
pengelolaan:
standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan
g.
standar
pembiayaan: standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya
operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
h.
standar
penilaian: pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar
peserta didik
Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang
harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggungjawab Pemerintah dan
pemerintah daerah. Pasal 34 UU RI No.2003 menyatakan:
a. Setiap warga negara yang berusia 6
tahun dapat mengikuti program wajib belajar.
b. Pemerintah dan pemerintah daerah
menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar
tanpa memungut biaya.
c. Wajib belajar merupakan tanggungjawab
negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat.
d. Ketenetuan mengenai wajib belajar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Dewasa ini diselenggarakan wajib belajar 9 tahun atau
wajib belajar pendidikan dasar. Dengan demikian, setiap warga negara yang
berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
Penyelenggaraan pendidikan dasar ini dapat berbentuk SD dan Madrasah Ibtidaiyah
atau bentuk lain yang sederajat (misalnya program Paket A) serta SMP dan
madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain sederajat (misalnya program Paket
B).
2.3.2
Peran
Pemerintah Daerah dalam Pendidikan
Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi,
yang mengarah pada dua hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan
pemerintah daerah. Hal ini berarti peranan pemerintah akan dikurangi dan
memperbesar partisipasi masyarakat. Demikian juga peranan pemerintah pusat yang
bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun lebih, akan
diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah
yang dikenal dengan sistem desentralisasi. Kedua hal ini harus berjalan secara
simultan; inilah yang merupakan paradigma baru, yang menggantikan paradigma
lama yang sentralistis. Yakni kewenangan pengelolaannya dilimpahkan kepada
daerah melalui otonomi daerah.
Sesuai
dengan UU no 20 Tahun 2003 pasal 50 ayat 2, “Pemerintah kabupaten/kota
mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis
keunggulan lokal”. Pemerintah daerah sebagai bagian dari penyelenggaraan
pemerintah NKRI bertanggungjawab untuk mengelola pendidikan yang bermutu sesusai
dengan standar nasional yang digariskan pemerintah pusat. Dinas Pendidikan
dibentuk di tiap-tiap daerah untuk menangani sektor pendidikan di daerahnya. Kewenangan dan tanggungjawab pemerintah daerah
a. Bersama dengan pemerintah (pusat)
memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan
bermutu tanpa diskriminasi
b. Menjamin terselenggaranya wajib
belajar, minimal pada jenjang pendidikan tanpa dipungut biaya.
c. Bersama dengan pemerintah (pusat) bertanggungjawab menyediakan anggaran
pendidikan
d. Wajib memfasilitasi satuan pendidikan
dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan
e. Dapat mencabut izin bagi semua satuan
pendidikan formal maupun non-formal sesuai dengan lingkup tugas masing-masing.
2.3.3
Peran
Pemerintah Propinsi dalam Pendidikan
Sesuai dengan UU No.20 tahun 2003 pasal
50 ayat 2 “Pemerintah Daerah Propinsi melakukan koordinasi penyelenggaraan
pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan dan evaluasinya”.
2.3.4
Peran
Pemerintah Pusat dalam Pendidikan
Secara nasional permasalahan sektor
pendidikan ditangani oleh sebuah badan
berbentuk departemen, yang beberapa kali mengalami perubahan nama dan perubahan
terakhir diberi nama Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Departemen ini
dipimpin oleh menteri pendidikan nasional yang ditunjuk langsung oleh presiden.
Meskipun terjadi desentralisasi
pengelolaan pendidikan, namun tanggungjawab pengelolaan sistem pendidikan
nasional tetap berada di tangan menteri pendidikan nasional. Sesuai dengan UU
No.20 tahun 2003 pasal 50 ayat 2 “Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan
standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan”
2.3.5
Peran
Masyarakat dalam Pendidikan
Demokratisasi
penyelenggaraan pendidikan, harus mendorong pemberdayaan masyarakat dengan
memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta
perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan organisasi
kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan mutu
pelaksanaan pendidikan (UU No. 20 tahun 2003 pasal 54 ayat 2).
Partisipasi
masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan dan
komite sekolah/madrasah. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang
beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan.
Sedangkan komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari
unsur orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat
yang peduli pendidikan Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu
pelayanan pendidikan, dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan
tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat
nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis
(UU No. 20 tahun 2003 pasal 56 ayat 2). Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di
tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite
sekolah/madrasah (UU No. 20 tahun 2003 pasal 56 ayat 3).
2.3.6
Kedudukan
Guru dan Siswa dalam Pendidikan Indonesia
2.3.6.1 Hak dan Kewajiban Guru
Hak-hak
guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan yang diamanatkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 40 Ayat (1) dan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 14 ayat (1), sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, sebagai berikut:
a. memperoleh penghasilan di
atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan
penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan
(rasa aman dan jaminan keselamatan) dalam melaksanakan tugas dan hak atas
kekayaan intelektual;
d. memperoleh dan
memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas
keprofesionalan;
e. memiliki kebebasan dalam
memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau
sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru,
dan peraturan perundang-undangan;
f. memiliki kebebasan untuk
berserikat dalam organisasi profesi;
g. memiliki kesempatan untuk
berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
h. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau
i.
memperoleh
pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
Jika
diidentifikasi, tuntutan terhadap guru dapat diklasifikasikan dalam empat
kompetensi, sebagaimana yang juga diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14
tahun 2005, yaitu tuntutan yang berhubungan kompetensi paedagogik, tuntutan
yang berhubungan dengan kompetensi profesional, tuntutan yang berhubungan
kompetensi kepribadian, dan tuntutan yang berhubungan kompetensi sosial.
2.3.6.2 Hak dan Kewajiban Siswa
Hak-hak siswa antara
lain :
a.
Belajar dengan tenang
b.
Mendapat bimbingan dari guru
c.
Dapat belajar ilmu agama dan
keterampilan
d.
Menggunakan fasilitas di sekolah
e.
Meminjam buku perpustakaan
f.
Mendapat nilai bagus
g.
Perlakuan adil dari guru
h.
Mendapat pendidikan dari guru
i.
Mendapat pengajaran
j.
Mempunyai banyak teman
Sedangkan
kewajiban yang harus dipenuhi oleh siswa antara lain :
a.
Hadir disekolah sebelum bel sekolah
berbunyi
b.
Siswa wajib menggunakan pakaian sesuai
dengan jadwal dan ketentuan yang telah ditetapkan
c.
Tidak memakai perhiasan berlebihan
d.
Siswa wajib mengikuti pelajaran dengan
teratur dikelas
e.
Menjaga kebersihan sekolah
f.
Mentaati dan melaksanakan tata tertib
sekolah
g.
Mentaati dan melaksanakan nasihat dari
guru
h.
Menjaga nama baik sekolah
i.
Belajar dengan tekun/bersungguh-sungguh
j.
Membantu kelancaran belajar baik
dikelasnya maupun disekolah pada umumnya
Daftar Rujukan
Aisyah, Siti dkk. http://id.scribd.com/doc/144684484/Perbandingan-Pendidikan-Jepang-Dengan-Indonesia. Diakses pada tanggal 21 Agustus 2015
Aliansar, dkk.
2008. Bahan Ajar Pedagogik. Padang:
UNP
Ornstein, Allan C et all. 2011. Foundations
of Education, 11th Edition. Bellmont California: Wadsworth
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan:
Stimulus ilmu pendidikan bercorak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Soedijarto.2008. Landasan dan Arah Pendidikan
Nasional Kita. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
Syaripudin, Tatang. 2012. Landasan Pendidikan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar