MAKALAH LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN

Tidak ada komentar
MAKALAH LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN


Untuk memenuhi tugas matakuliah
LANDASAN PENDIDIKAN
yang dibina oleh Dr. Wartono, M.Pd






Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
KELAS B
S2 PENDIDIKAN FISIKA









 






















UNIVERSITAS NEGERI MALANG
PASCASARJANA
PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN FISIKA
Agustus 2014
SEJARAH PENDIDIKAN DI AMERIKA
A.      Periode Kolonial
Koloni di Amerika Selatan pada abad ketujuh belas dan kedelapan belas menyebabkan konflik antara bangsa Eropa dan penduduk Amerika asli. Penjajah tersebut membuat kelas sosioekonomi berbasis dual track school system. Anak-anak dari kalangan kelompok sosioekonomi kurang, mengikuti sekolah dasar. Mereka belajar membaca, menulis, aritmatika, dan agama. Sementara itu, anak-anak dari kelompok sosioekonomi tinggi, mengikuti Latin grammar schools yang mengajarkan bahasa Latin dan Yunani. Terdapat tiga koloni besar dalam masa ini, yaitu: koloni Inggris Raya, koloni Atlantik Tengah, dan koloni negara-negara selatan.
1.        Koloni Inggris Raya
Koloni Inggris Raya dari Massachusetts, Conneticut, dan New Hampshire mengembangkan ide dan institusi pendidikan di Amerika. Massachusetts koloni percaya bahwa mendidik masayarakat yang percaya Tuhan akan membuat mereka kebal terhadap godaan setan. Sehingga gereja mengajak masyarakat untuk membaca Bible, sehinga gereja dapat mengontrol pendidikan masyarakat.
Selain itu, koloni Inggris Raya juga membuat sistem dual-track Eropa, meliputi sekolah dasar untuk anak kecil dan Latin grammar school untuk anak-anak usia di atasnya. Anak-anak yang sekolah di Latin Grammar School dipersiapkan untuk memasuki dunia pendidikan tinggi. Anak-anak tersebut belajar membaca dan menulis bahasa Inggris dari tutor pribadi. Anak-anak masuk di Latin Grammar School pada usia delapan tahun dan akan menyelesaikan pendidikannya pada usia lima belas atau enam belas tahun.
2.        Koloni Atlantik Tengah
Koloni Atlantik Tengah (New York, New Jersey, Delaware, dan Pennsylvania) lebih bervariasi dari pada koloni Puritan Inggris Raya. Koloni Atlantik Tengah membedakan antara etnis, bahasa, agama, dan juga termasuk pendidikan. Saat koloni Atlantik Tengah menyeragamkan seluruh kota, koloni Atlantik Tengah memberikan kebebasan anak belajar agama menurut kepercayaan masing-masing.
3.        Koloni Negara-Negara Selatan
Koloni negara-negara selatan (Maryland, Virginia, Carolinas, dan Georgia) menunjukkan pola ekonomi dan pendidikan yang lain. Kolonial negara-negara selatan lebih menyebar dari pada kolonial Inggris Raya dan Atlantik Tengah. Hal ini menyebabkan masyarakat pedesaan  sulit untuk memusatkan lokasi sekolah. Lebih dari itu, sistem ini lebih dapat membentuk kultur, perekonomian, dan politik di bagian selatan.
B.       Periode Awal Kemerdekaan
Revolusi Amerika yang dimulai pada tahun 1776, menyebabkan berakhirnya peraturan Britania pada tiga belas koloni di Amerika. Terdapat empat tokoh yang berperan dalam revolusi tersebut, yaitu: Benjamin Franklin, Thomas Jefferson, Benjamin Rush, dan Noah Webster.
1.        Benjamin Franklin
Benjamin Franklin yang hidup pada tahun1709-1790 adalah seorang negarawan terkemuka, peneliti, dan wartawan, yang menemukan academy. Academy adalah suatu sekolah sekunder pribadi. Sekolah tersebut menggunaka kurikulum yang berasal dari proposal tentang hubungan antara pendidikan dan pemuda di Pennsylvania milik Benjamin Franklin. Dia menekankan pada pengetahuan yang bermanfaat dan ilmu pengetahuan yang berbeda terutama dari sekolah tata bahasa Latin. Bahasa Inggris digunakan untuk mengganti bahasa Latin dan Yunani dalam pembelajaran.
Franklin menekankan pada pemberian ilmu yang bermanfaat dan ilmu tersebut berbeda dengan sekolah tata bahasa Latin tradisional. Tata bahasa Inggris, komposisi, retorika, dan berbicara di depan umum menggantikan bahasa Latin dan Yunani sebagai bahasa utama dalam pembelajaran. Siswa jga dapat memilih bahasa lain sesuai dengan kebutuhan yang menunjang karir yang mereka inginkan. Matematika juga diajarkan sebagai hal yang konkret, bukan abstrak. Penerapan ilmu matematika juga diajarkan kepada siswa saat itu. Sejarah dan biografi juga diajarkan saat itu. Hal ini bertujuan agar siswa dapat mengetahui bagaimana para tokoh terkenal mengambil keputusan sesuai dengan etika yang berlaku. 
2.        Thomas Jefferson
Thomas Jefferson yang hidup pada tahun 1743-1826 adalah penulis Declaration of Independance dan juga presiden ketiga Amerika Serikat, mengekspresikan filosofi pendidikan dalam karyanya yang berjudul "Bill for More General Diffusion of Knowledge", diperkenalkan di Virginia tahun 1779.
Karya Jefferson mengantisipasi ide beasiswa prestasi akademik. Dia mengatakan bahwa anak yang tidak mampu membayar kuliah akan medapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolahnya. Sepuluh anak yang mendapatkan nilai tertinggi akan mendapatkan tambahan biaya untuk mengikuti kuliah di kampus William dan Mary.
Peraturan dari Jefferson mengangkat isu-isu penting bagi negara, meskipun peraturan tersebut tidak disahkan. Contohnya adalah dipromosikannya sekolah umum yang memberikan ekuitas dan keunggulan dalam pendidikan. Sekolah tersebut akan diterapkan mulai dari negara bagian ke kota-kota di Amerika. Sekolah ini gratis sehingga setiap anak-anak laki-laki dan perempuan dapat belajar  membaca, menulis, aritmatika, dan sejarah di sekolah. Jefferson juga mengusulkan mendirikan dua puluh sekolah tata bahasa di semua negara bagian untuk para anak laki-laki.
3.        Benjamin Rush
Benjamin Rush yang hidup pada tahun 1745-1813 adalah seorang fisikawan terkemuka dan pengajar kedokteran di awal kemerdekaan. Rencana Rush adalah untuk sistem komprehensif sekolah dan kampus menggabungkan kepetingan pribadi dan umum. Kelompok masyarakat kota, terutama jemaah gereja akan memberikan uang kepada sekolah, lalu mereka medapatkan imbalan dari pemerintah untuk kepentingan publik.
Rush melihat tidak adanya konflik antara sains, pemerintahan, dan agama, sehingga dia menginginkan Bible dan prinsip-prinsip Kristen diajarkan di sekolah. Mengantisipasi teori kontemporer "intelligent design", Rush percaya bahwa ilmu mengungakp desain Tuhan yang sempurna dalam menciptakan alam ini. Rush juga menolak perbendaan jenis kelamin dalam pendidikan yang menyatakan bahwa perempuan memiliki kecerdasan yang kurang dari pada laki-laki, sehingga mereka hanya memerlukan pendidikan terbatas. Berdasarkan alasan alasan tersebut, Rush mengusulkan pendirian sistem akademi dan perguruan tinggi bagi perempuan.
4.        Noah Webster
Noah Webster yang hidup pada tahun 1758-1843 adalah seorang pendidik terkemuka, penyusun kamus, dan salah satu dari negarawan aliran nasionalis. Webster menginginkan Amerika Serikat secara kultural bergantung pada diri sendiri "bahasa sebaik pemerintah". Dia beranggapan bahwa bahasa merupakan identitas dari suatu bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, maka Webster bekerja untuk membangun versi Amerika yang berbeda dengan bahasa Inggris, merliputi idiom, pengucapan, dan gaya bahasa.
Webster juga percaya bahwa buku memiliki peran yang penting dalam pembelajaran, sehingga Webster menulis buku yang menunjkkan identitas dan prestasi Amerika. Pada tahun 1828, kamus bahasa Amerika miliknya diterbitkan setelah mengalami penelitian intensif selama bertahun-tahun. Sumbangan Webster tersebut mengakibatkan pengakuan keberagaman bahasa dan budaya di Amerika saat ini.



C.       Perkembangan Menuju Sekolah Umum
Sebelum sekolah umum didirikan pada abad kesembilan belas, pendididikan menggunakan sukarelawan pribadi untuk mengajar anak-anak. Pembelajaran dilakukan di hari Minggu, di mana anak-anak sedang libur bekerja. Pada hari Senin sampai Sabtu, aanak-anak bekerja di pabrik-pabrik, sehingga kesempatan untuk mereka belajar hanya hari Minggu. Ada beberapa hal penting dalam perkembangan di masa ini, yaitu: sekolah umum, perjuangan untuk sekolah umum, sekolah normal dan pendidikan bagi perempuan, mempersiapkan perempuan sebagai guru, dan sekolah satu ruang.
Anak-anak yang belajar di sekolah umum berasal dari semua anak-anak dari berbagai kelas ekonomi sosial. Anak-anak diberikan materi menulis, membaca, aritmatika, dan agama saat belajar. Seiring berjalannya waktu, maka pelajaran geografi, kebersihan, dan sejarah ditambahkan dalam pembelajaran.
Horace Mann (1789-1859) berkeinginan untuk memberikan kesamaan bagi semua anak-anak dari kelas sosial ekonomi untuk belajar di sekolah. Pada saat itu, masih terdapat pengendalian ekonomi dan sistem politik dari masyarakat kelas atas. Mann juga membangun filosofi sekolah umum, yaitu sekolah umum akan: 1) diatur oleh pemerintahan negara bagian dan didanai oleh pemerintah daerah dan pusat, 2) diatur secara langsung oleh dewan sekolah terpilih, 3) dikelola oleh guru-guru yang sudah terlatih, dan 4) bebas dari pengontrolan gereja.
Pendirian sekolah umum tersebut membuat banyak permpuan tertarik menjadi guru yang mengajar di sekolah. Hal ini dipelopori oleh Cathrine Beecher (1800-1878) yang merupakan seorang pelatih guru. Dia memberikan hubungan antara sekolah umum dengan pendidikan bagi perempuan. Usaha yang dilakukan Beecher untuk mempersiapkan perempuan-perempuan tersebut menjadi guru adalah dengan melakukan Seminar Hartford Female di Hertford pada tahun 1823-1831. Dia juga mendirikan Western Female Institute sebagai model untuk mengusulkan jaringan dari institusi-institusi pencetak calon guru.

D.      Perkembangan Sekolah Menengah Amerika
Perkembangan sekolah menengah di Amerika diprakarsai oleh Benjamin Franklin. Sekolah-sekolah akademi menggantikan sekolah yang didirikan pada zaman kolonial, yaitu Latin grammar schools. Sekolah akademi menjadi sekolah menengah utama pada awal pertengahan abad kesembilan belas. Pada tahun 1885, lebih dari 6.000 sekolah menerima 263.000 siswa. Pada masa ini sudah terjadi kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh pendidikan, tidak seperti saat zaman penjajahan, di mana hanya laki-laki yang menerima pembelajaran di sekolah. Terdapat tiga pola yang digunakan dalam sekolah akademi, yaitu: 1) persiapan kurikulum perguruan tinggi tradisional dengan penekanan pada bahasa Latin dan Yunani, 2) program bahasa Inggris, kurikulum umum bagi mereka yang merencanakan pendidikan formal dengan penyelesaian sekolah, dan 3) kursus umum, mempersiapkan guru bagi sekolah dasar.
Organisasi sekolah menengah dimulai pada sekitar tahun 1920an. Terdapat empat pola kulikuler yang ada di sekolah menengah, yaitu: 1) program persiapan memasuki perguruan tinggi yang mecakup bahasa dan sastra Inggris, matematika, ilmu pengetahuan alam dan fisika, dan sejarah dan pelajaran sosial, 2) program komersial atau bisnis yang meliputi pelajaran pembukuan, penulisan cepat, dan mengetik, 3) program industri, kejuruan, industri rumah tangga, dan agrikultur, dan 4) program akademik bagi mereka yang ingin menyelesaikan pendidikan formal setelah lulus. Pada tahun 1920an dan 1930an, para pendidik merancang sekolah transisi, yaitu SMP sebagai institusi transisi dari pendidikan dasar (SD) menuju ke pendidikan menengah (SMA). SMP didirikan untuk tujuan orientasi kebutuhan perkembangan anak masa remaja awal. SMP ditempuh selama dua tahun (kelas 7 dan 8) atau tiga tahun (7,8, dan 9).

E.       Pendidikan Tinggi Amerika
Perguruan-perguruan tinggi di Amerika Utara sudah diawali sejak masa kolonial pada abad ketujuh belas, di mana agama protestan mendirikan gereja gabungan dan gereja pengawas. Kepercayaan bahwa pendidikan yang baik bagi pendeta dibutuhkan untuk mendirikan Kristenisasi di dunia baru, maka Pengadilan Umum Massachusetts memberi ijin bagi kampus Harvard pada tahun 1636. Pada tahun 1754, Universitas William and Mary, Priceton, dan Kings juga didirikan sebagai pendidikan di bawah kontrol gereja. Kurikulum yang ada dalam pendidikan tinggi meliputi: bahasa Latin, bahasa Yunani, bahasa Ibrani, logika, dan logika (tahun pertama), bahasa Yunani, bahasa Ibrani, logika, dan filsafat alam (tahun kedua), filsafat alam, metafisika, dan etika (tahun ketiga), dan matermatika dan pembahasan ulang dari bahasa Yunani, Latin, logika, dan filsafat alam (tahu keempat).
Perguruan tinggi dan universitas dari tanah hibah pada saat ini adalah institusi besar yang khas yang meliputi pertanian, pendidikan guru, teknik, dan penerapan ilmu sains dan teknologi sebaik pendidikan kaum liberal dan pendidikan profesional.Pada saat  ini, salah satu yang paling dicari dan pendidikan yang lebih populer adalah komunitas perguruan tinggi dua tahun. Banyak institusi-institusi dua tahun yang memulai sebagai perguruan tinggi mahasiswa tingkat 3 (junior)pada akhir abad 19 dan awal abad ke 20, ketika beberapa rektor universitas merekomendasikan bahwa pendidikan 2 tahun prasarjana pertama lebih mendominasi pada institusi lain daripada perguruan perguruan tinggi 4 tahun. Setelah perang dunia II, banyak mahasiswa perguruan tinggi tingkat tiga diorganisasikan kembali kedalam komunitas perguruan tinggi dan komunitas baru perguruan tinggi yang lebih banyak didirikan dengan fungsi yang lebih luas dari pelayanan kebutuhan komunitas pendidikan mereka.

F.        Pendidikan Masyarakat Majemuk
Seperti yang diketahui, bahwa penduduk Amerika terdiri dari banyak suku bangsa yang berasal dari luar Amerika itu sendiri. Tetapi kebijakan untuk pada bangsa pendatang di Amerika masih mejadi kotroversi. Ada yang berpendapat bahwa kedatangan para bangsa pendatang memberikan kontribusi positif bagi perekonomian dan kelangsungan hidup Amerika, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa kedatangan para bangsa pendatangan justru mengambil hak-hak dari warga Amerika asli. Ada pendapat juga yang menyatakan bahwa para imigram menjadi beban bagi negara, terutama imigram-imingran gelap. Terdapat banyak bangsa keturunan di Amerika, yaitu: keturuan Amerika-Afrika, Amerika asli, Amerika Latin, Amerika-Asia, dan Amerika-Arab.

G.      Dua Masalah di Akhir Sejarah
Terdapat dua masalah di akhir masa sejarah pendidikan di Amerika, yaitu: 1) teori penciptaan dan evolusi, dan 2) fenomena baru, proses globalisasi, dan implikasi pendidikan.
1.        Teori Penciptaan dan Evolusi
Pada tahun 1859, Cahrles Darwin (1809-1882) memberika hipotesis dalam bukunya yang berjudul The Origin of Species by Means of Natural Selection bahwa hewan dan tumbuhan yang ada saat ini telah berevolusi secara bertahap, sehingga mereka dapat bertahan sampai saat ini. Sifat-sifat dari hewan dan tumbuhan tersebut akan diwariskan kepada keterunannya. Teori ini menyebabkan konflik dalam agama, filsafat, dan pendidikan. Bagi orang Kristen, teori evolusi menentang penjelasan Bibel yang menyatakan bahwa Tuhan meciptakan semua spesies karena sama seperti saat ini mereka ada, tidak mengalami evolusi. Meskipun beberapa ahli teologi sutuju dengan hal tersebut, tetapi secara hukum dasar Kristen, teori tersebut ditolak.
2.        Fenomena Baru, Proses Globalisasi, dan Implikasi Pendidikan
Seiring berkembangnya teknologi, guru dan siswa menjadi semakin akrab dengan perkembangan sistem komunikasi. Saat ini, guru bukan merupakan satu-satunya sumber informasi belajar bagi siswa. Siswa dapat mencari sendiri informasi dari kemajuan teknologi. Keadaan sekarang sangatlah berbeda dengan keadaan pada zaman dahulu, misalnya saat sekolah masih terdiri dari satu ruang kelas, di mana sebagian perhatian guru dan siswa dalam kelas tersebut terputus dengan dunia luar. Pada saat itu, guru merupakan satu-satunya sumber informasi bagi siswa. Selain membawa manfaat, kemajuan teknologi juga memiliki dampak negatif yang banyak apabila digunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Oleh sebab itu, pengawasan kepada siswa dalam penggunaan teknologi sangat perlu dilakukan oleh guru dan pihak sekolah. Hal ini dilakukan agar siswa tidak terjerumus ke dalam penggunaan teknologi ke arah negatif.

H. Kepesatan Perkembangan Pendidikan di Amerika
Pendidikan di Amerika saat ini sudah sangat berkembang pesat dibandingkan pada masa lalu. Seperti yang diketahui, Amerika merupakan salah satu negara tujuan orang Indonesia untuk menuntut ilmu. Amerika juga memiliki banyak sekali perguruan tinggi ternama, salah satu contohnya adalah Harvard University.
Tentu saja tidak hanya pendidikan tinggi saja yang berkembang pesat di Amerika, tatapi pendidikan dasar dan menengah juga mengalami kemajuan yang sangat pesat. Berikut ini akan dibahas tentang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan tinggi di Amerika.
1. Pendidikan dasar dan menengah di Amerika
Sama seperti di Indonesia, sebelum anak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, maka dia harus menempuh pendidikan dasar terlebih dahulu. Di Amerika, anak mulai masuk sekolah primer (sekolah dasar) pada usia 6 tahun. Setelah menempuh pendidikan selama lima sampai enam tahun, maka anak tersebut akan melanjutkan ke sekolah sekunder (sekolah menengah). Terdapat dua jenis sekolah menengah di Amerika, yaitu junior high school (sekolah menengah pertama) dan senior high school (sekolah menengah atas). Sama dengan di Indonesia, siswa Amerika yang lulus SMA di kelas 12 akan mendapatkan diploma atau sertifikat yang dapat digunakan untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi.
            Pendidikan dasar di Amerika berjenjang dari Kindergarten sampai Fifth grade (kelas 5 SD), tetapi ada juga yang berjenjang hingga Forth grade (kelas 4 SD), Sixth grade (kelas 6 SD), atau Eighth grade (kelas 8 SMP). Hal ini tergantung pada kurikulum di masing-masing daerah. Kurikulum tersebut diatur oleh masing-masing negara bagian.
            Suasana pembelajaran pada sekolah dasar di Amerika berbeda dengan sekolah dasar di Indonesia. Setiap kelas terdiri dari dua puluh sampai tiga puluh siswa. Guru sekolah dasar di Amerika dibekali pendidikan lanjutan mengenai perkembangan kognitif dan psikologi anak. Guru sekolah dasar di Amerika menyelesaikan program sarjana dan magister di bidang Early Childhood and Elementary Education.
            Jenjang pendidikan menengah di Amerika dibagi menjadi beberapa tahap, mulai dari jenjang sixth, seventh, eighth, dan ninth grade (junior high school). Jenjang pendidikan menengah ditentukan oleh faktor demografi seperti jumlah usia siswa sekolah menengah. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan agar populasi sekolah stabil. Siswa diberi kebebasan untuk memilih mata pelajaran yang dikehendaki dan menggunakan sistem moving class. Tahap kedua adalah tahap senior high school (kelas 9, 10, 11, 12). Terdapat perbedaan penentuan jenjang tersebut, tergantung pada negara bagian masing-masing.
Terdapat dua jenis mata pelajaran di sekolah menengah Amerika, yaitu mata pelajaran wajib dan mata pelajaran pilihan. Mata pelajaran wajib meliputi sains, matematika, bahasa Inggris, dan olahraga. Sedangkan mata pelajaran pilihan meliputi: atletik, pendidikan karier dan teknik, pemrograman, bahasa asing, seni, dan jurnalisme.
2. Pendidikan tinggi di Amerika
Terdapat tiga jenis pendidikan tinggi di Amerika, yaitu unversitas atau perguruan tinggi negeri, universitas atau perguruan tinggi swasta, perguruan tinggi dua tahun (community collage), dan lembaga teknologi (institute of technology). Perguruan tinggi negeri didukung dan dijalankan oleh pemerintah, baik lokal maupun negara bagian. Setiap negara bagian minimal memiliki satu PTN,
Perguruan tinggi swasta dijalankan oleh pihak swasta. Biasanya PTS memiliki biaya kuliah yang lebih tinggi dibandingkan PTN. PTS menghargai perbedaan agama diantara mahasiswanya. Hanya sebagian kecil saja PTS yang menerima mahasiswa yang berkeyakinan sama.
            Perguruan tinggi dua tahuan adalah perguruan tinggi yang memberikan gelar diploma (associate) bagi lulusannya. Ada dua jenis diploma di Amerika, yaitu diploma yang dapat transfer dan diploma yang dipersiapkan untuk kerja langsung. Diploma yang dapat melakukan transfer antara lain: diploma seni dan diploma sains. Sedangkan diploma yang tidak dapat melakukan transfer adalah diploma sains terapan dan sertifikat kelulusan.
Lembaga teknologi adalah perguruan tinggi yang menyediakan pendidikan sains dan teknologi dengan jangka studi minimal empat tahun. Beberapa lembaga teknologi mempunyai program graduate, tetapi ada juga yang menwarkan mata kuliah jangka pendek.

           

SEJARAH PENDIDIKAN DI JEPANG
Pendidikan formal mulai diadopsi dari kebudayaan Cina pada abad ke-6. Pelajaran yang diajarkan pada waktu itu adalah agama Buddha, Konfusianisme, Ilmu pengetahuan, Kaligrafi, Sastra. Selama pemerintahan Kamakura sering terjadi huru-hara sehingga masa ini merupakan masa kosongnya kebudayaan dan pendidikan. Kebudayaan yang didirikan oleh rakyat biasa mulai tumbuh. Sekolah-sekolah di Kyoto mengalami kehancuran, sedangkan di daerah Kanto berdiri sebuah perpustakaan dan sekolah bernama Ashikaga yang ditompang oleh kekuatan oleh kekuatan prajurit. Pada masa ini agama Buddha masih dikembangkan sehingga muncul Sekte-sekte agama Buddha dan banyak pendidikan yang diselenggarakan di kuil.
Sekolah Kristen mulai didirikan pada abad ke-16 oleh Fransiskus Xaverius seorang misionaris dari Portugal. Dia membawa hasil-hasil peradaban Eropa pada zaman itu diantaranya alat musik. Di dalam sekolah Kristen ini orang Jepang diperkenalkan pada ilmu perbitangan, Ilmu bumi, dan Kedokteran Eropa. Selain itu, para misionaris dari Portugis banyak yang mendirikan sekolah-sekolah pada pemuda Jepang diantaranya sekolah SD di Kyushu, SMP di Kyushu dan Nagoya, sekolah yang mengajarkan Matematika dan Ilmu di Kyoto. Mata pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah tersebut diantaranya bahasa latin, bahasa Portugis, Musik barat, Melukis, Memahat, dan sebagainya. Selain mata pelajaran tersebut ada juga pelajaran bahasa dan sejarah Jepang untuk menarik minat para pemuda-pemuda Jepang. Tetapi, sekolah-sekolah ini lenyap pada abad ke-17 disebabkan oleh penindasan besar-besaran kepada agama Nasrani oleh Shogun Tokugawa.
Pada jaman Edo yaitu kira-kira pertengahan abad ke-18, pemerintahan memperluas perlindungan terhadap sekolah swasta yang didirikan oleh Hayashi Razan. Lembaga ini menjadi sebuah lembaga yang diawasi langsung oleh pemerintah Shogun dan diberi nama Shoheizaka Yakumonzo. Sepanjang waktu berjalan sekolah-sekolah swasta diberi perlindungan sampai perkembangan menjadi kira-kira 200 buah. Pada masa ini berkembang sekolah-sekolah yang didirikan di kuil-kuil yang disebut dengan terakoya.
Pada zaman meiji, sistem pendidikan sekolah modern jepang berkembang amat pesat. Sekolah-sekolah yang sudah ada diperluas dan jumlah Terakoya juga bertambah. Lembaga-lembaga pendidikan swasta kecil menjadi banyak diantaranya Universitas Keio di Tokyo yang masih bertahan sampai sekarang. Universitas Jepang modern yang pertama didirikan oleh pemerintah pada tahun 1887 adalah Todai ( singkatan dari Tokyo Daigaku atau Universitas Tokyo) mengikuti pola sistem sekolah Prancis. Pada zaman ini Jepang dibagi menjadi 8 ( delapan) daerah akademik.
            Jepang mengalami beberapa pembaruan dalam sistem pendidikan (Kyoiku kaikaku) pada tahun 1946. Pembaruan tersebut diantaranya :
a.         Pendidikan wajib atau gimu kyoiku yang pada tahun 1900 adalah 4 (empat) tahun kemudian pada tahun 1907 berubah menjadi 6 (enam) tahun dan setelah reformasi pendidikan selanjutnya menjadi 9 (sembilan) tahun.
b.        Waktu belajar disekolah menengah dan atas yang masing-masing menjadi 3 (tiga) tahun.
c.         Diselenggarakannya sekolah dengan jenjang yang lebih atas yaitu perguruan tinggi pada tahun 1948.
d.        Berlakunya sistem belajar 5 (lima) hari untuk SD s/d SMA. Hal ini ditujukan untuk memberikan kesempatan bagi siswa untuk mendapatkan pengalaman di masyarakat atau untuk lebih bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya

A. SEKOLAH DI JEPANG
Pendidikan Jepang mengalami perubahan besar bersamaan dengan revormasi pendidikan setelah perang dunia II diantaranya system pendidikan, isi mata pelajaran yang berbeda sama  sekali pada waktu sebelum perang dunia II. System pendidikan di  Jepang tidak berbeda dengan system pendidikan di Indonesia yaitu SD 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun, dan Perguruan Tinggi 4 tahun. Pada umumnya di Jepang sekolah berdiri dari 3 (tiga) semester dimana semester 1 mulai pada bulan April – Juli, semester 2 mulai pada bulan September – Desember dan semester  3 pada bulan Januari - Maret.

1.        Pendidikan Prasekolah
Pendidikan prasekolah dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu Kelompok Bermain (KB) atau Play Group (PG) dan Taman Kanak-Kanak (TK). Play Group (PG) adalah merupakan fasilitas yang disediakan bagi para orang tua yang bekerja sehingga tidak dapat mengasuh anaknya di siang hari. Pendaftaran murid baru dimulai setiap awal Januari. Permohoman untuk masuk ke PG ini dilakukan di kantor pemerintahan setempat karena terbatasnya jumlah tempat untuk masuk ke kelompok bermain ini. TK atau yang disebut youchien bertujuan untuk mengasuh anak-anak usia dini dan memberikan lingkungan yang layak bagi perkembangan jiwa anak.


2.        Sekolah Dasar
Sekolah dasar atau shogakko merupakan sekolah dasar yang diperuntukkan pada masyarakat jepang yang selama masa perang dunia bernama kokumin gakko (sekolah Rakyat). Kemudian beralih nama menjadi shogakko sejak pemerintahan Meijin pada tahun 1947 dalam reformasi pendidikan setelah perang. Lama sekolah di SD Jepang sama dengan SD di Indonesia, yaitu 6 tahun. Dalam satu sekolah dasar terdapat sekitar  30 hingga 40 orang siswa.
Kurikulum sekolah di Jepang mengikuti tiga aspek, yaitu subjects ( kamoku), pendidikan moral (dotokukyoiku), dan ekstrakurikuler. Pendidikan moral di Jepang berupa bimbingan dan konseling selama satu jam pelajaran dalam seminggu yang dilakukan oleh guru wali kelas. Tidak ada penilaian atau nilai rapor untuk mata pelajaran ini.
Ekstrakurikuler berupa kegiatan Olahraga, seni, kegiatan OSIS atau Event sekolah. Kurikulum pendidikan sekolah asal di Jepang dan di Indonesia jauh berbeda. Untuk siswa SD kelas 1-3, bobot kegiatan olahraga sangat besar, hampir tiap hari mata pelajaran olahraga diberikan untuk kegiatan akademik berlagsung dari pukul 8 pagi sampai 3 sore dan diselingi istirahat dan makan siang bersama. Hampir 50% siswa kelas 5 dan 6 pergi ke juku (semacam les) setelah pulang dari sekolah.

3.        Sekolah Menengah
Sebelum tahun 1947, sistem pendidikan untuk Sekolah Menengah dan Atas di Jepang berkisar selama 5 (lima) tahun untuk Sekolah Menengah dan 2 (dua) tahun untuk Sekolah Atas, tetapi setelah perang tepatnya tahun 1947 berubah menjadi masing-masing 3 tahun. Siapapun, anak-anak wajib masuk ke Sekolah sampai jenjang SMP (wajib belajar 9 tahun). Selain SMP negeri ada juga SMP swasta yang biasanya iuran sekolahnya sangat mahal dan harus mengikuti tesnya yang lumayan berat.
Kegiatan sekolah dimulai dari pukul 8.50 pagi dan selesai sekitar jam 4 sore setiap harinya. Makan pun biasanya disediakan dalam pihak sekolah. Setiap hari setelah selesai pelajaran para siswa membersihkan ruangan masing-masing bersama-sama dengan guru. Setelah itu, para siswa mengikuti ekstrakurikuler. Mulai dari olahraga (basket, baseball, bola voli, dsb), musik, melukis dan beberapa ekstrakurikuler lainnya. Dan baru pulang kerumah sampai jam 7 – 8 malam. Untuk kegiatan ekstrakurikuler ini ditarik bayaran sesuai dengan kebutuhan. Misalnya, baju seragam olahraga, sepatu, dll.
Mata pelajaran SMP di Jepang dari Bahasa Inggris (eigo), IPS (shakai), IPA (rika), Bahasa Jepang (kokugo), Olahraga (tai iku), Musik (Onggaku), Matematika (Shugaku), Kesenian dan Keterampilan, mulai dari menjahit, memasak, membuat rak buku, dan sebagainya.

4.        Sekolah Menengah Atas
Siswa SMA di Jepang tidak mengikuti Ujian Kelulusan secara nasional, tetapi mengikuti ujian yang diadakan oleh prefektur tempat di mana sekolah itu berada. Hal tersebut dikarenakan angka Drop Out siswa SMA meningkat di tahun 1990-an sehingga kelulusan hanya berdasarkan dari ujian harian saja.
Jurusan pada SMA di Jepang dikategorikan kedalam beberapa jenis yaitu jurusan umum (akademis), pertanian, teknik, perdagangan, perikanan, ekonomi, dan perawatan. Semua jursan tersebut disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku di negara tersebut.
5.        Perguruan Tinggi
Pada zaman sebelum perang dunia II, jumlah perguruan tinggi di Jepang sangat sedikit dan yang mengikuti pendidikannya pun terbatas hanya dari golongan elit saja. Tetapi setelah tahun 1960, banyak orang Jepang yang melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi sehingga perguruan tinggi pada waktu itu menjadi sesuatu yang lumrah. Bersamaan dengan itu, jumlah perguruan tinggi pun bertambah dengan pesat tanpa memperhatikan fasilitas ataupun kondisi sehingga banyak perguruan tinggi yang fasilitasnya tidak mencukupi atau perguruan tinggi yang sempit. Selain itu, biaya pun lebih mahal dibandingkan dengan negara-negara lain.
Seperti di Indonesia, perguruan tinggi di Jepang terdiri dari perguruan tinggi negeri dan swasta. Perguruan tinggi swasta lebih banyak dibanding perguruan tinggi negeri. Pada tahun 2002, dari 99 PTN yang ada, turun menjadi 60. Tetapi karena berkembangnya tanki daigaku (D2) menjadi S1 dan juga bertambahnya perguruan tunggu baru maka pada tahun 2005 jumlah perguruan tinggi di Jepang mencapai 702 perguruan tinggi. Penduduk Jepang yang berusia 18 tahun terus mengalami penurunan dari 2.050.000 pada tahun 1991 menjadi 1.370.000 pada tahun 2005 akibatnya ada beberapa perguruan tinggi yang mengalami kebangkrutan.
Ada tiga jenis pendidikan pada Perguruan Tinggi Jepang :
A.      Universitas
Pada universitas terdapat pendidikan untuk menempuh gelar sarjana S1 bergelar Bachelor’s Degree ditempuh selama 4 tahun dan Pascasarjana S2 Master’s Degree ditempuh selama 2 tahun dan S3 Doctor’s Degree ditempuh selama 5 tahun.

B.       Junior College
Membutuhkan waktu sekitar tiga hingga 4 tahun masa pendidikan bagi para lulusan SMA. Junior College cukup memenuhi setengah dari kredit yang harus ditempuh Bachelor’s Degree.
C.       Technical College
Dapat diambil bagi calon mahasiswa yang tamat pendidikan SMP. Technical College menghasilkan lulusan-lulusan tenaga teknisi.

Bagi mahasiswa asing disajikan lima jenis pemilihan pendidikan yaitu :
1.        Program Sarjana : Ditempuh selama 4 tahun seperti pendidikan pada universitas reguler umumnya sedangkan jurusan kedokteran harus menempuh pendidikan selama 6 tahun.
2.        Pascasarjana : Terdiri atas program Master, Doktor, Mahasiswa Peneliti (mahasiswa yang diizinkan selama satu semester ataupun 1 tahun melakukan penelitian tanpa memperoleh gelar), Mahasiswa Pendengar, dan Pengumpul Kredit mata kuliah.
3.        Diploma : Menempuh pendidikan selama 2 tahun. 60% dari program ini diperuntukkan bagi pelajar perempuan dan mengajarkan bidang-bidang seperti kesejahteraan keluarga, sastra, bahasa, kependidikan, kesehatan, dan kesejahteraan.
4.        Special Training Academy : Merupakan lembaga pendidikan yang mengajarkan bidang-bidang khusus seperti ketrampilan dalam membuka usaha dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dengan lama pendidikan 1-3 tahun.
5.        Sekolah Kejuruan : Program khusus bagi tamatan SMP dengan masa pendidikan 5 tahun dengan tujuan menghasilkan teknisi-teknisi yang handal dan mau mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan tuntutan zaman.

B.  REFORMASI PENDIDIKAN JEPANG
Menurut Hara Kiyoharu (2007), reformasi pendidikan di Jepang telah berlangsung tiga kali yaitu, reformasi pada masa restorasi Meiji, reformasi sesudah PD II, dan reformasi menuju abad 21.
Reformasi pertama pada masa Meiji (1872-1890) membawa pendidikan di Jepang memasuki masa modern dengan diterapkannya sistem persekolahan yang terstruktur dan kesempatan luas bagi warganegara untuk mengakses pendidikan. Tetapi pendidikan pada masa ini masih terkotak-kotak antara pendidikan elitis dan pendidikan orang kebanyakan. Selanjutnya pada era Taishō (1912-1926) diperkenalkan pula pendidikan liberal yang dipengaruhi oleh paham liberalism yang berkembang di Amerika.
Reformasi sesudah perang intinya adalah penerapan wajib belajar dan penerapan pendidikan demokratis. Dengan adanya pembaharuan ini, jumlah siswa yang dapat mengakses pendidikan dasar meningkat dan pendidikan telah berubah dari pendidikan elit menuju pendidikan massal.
Reformasi ketiga dirancang oleh Chuuoukyouikusingikai dan Rinjikyouikusingikai, yaitu Tim Khusus yang ditunjuk oleh Perdana Menteri untuk membantu mencarikan pemecahan permasalahan pendidikan yang akan diusulkan kepada PM dan diterapkan oleh Menteri Pendidikan. Tahun 2001 Kementrian Pendidikan Jepang mengeluarkan rencana reformasi pendidikan di Jepang yang disebut sebagai “Rainbow Plan”.
1)        Mengembangkan kemampuan dasar scholastic siswa dalam model pembelajaran yang menyenangkan. Ada 3 pokok arahan yaitu, pengembangan kelas kecil terdiri dari 20 anak per kelas, pemanfaatan IT dalam proses belajar mengajar, dan pelaksanaan evaluasi belajar secara nasional.
2)        Mendorong pengembangan kepribadian siswa menjadi pribadi yang hangat dan terbuka melalui aktifnya siswa dalam kegiatan kemasyarakatan, juga perbaikan mutu pembelajaran moral di sekolah.
3)        Mengembangkan lingkungan belajar yang menyenangkan dan jauh dari tekanan, diantaranya dengan kegiatan ekstra kurikuler olah raga, seni, dan sosial lainnya.
4)        Menjadikan sekolah sebagai lembaga yang dapat dipercaya oleh orang tua dan masyarakat.  Tujuan ini dicapai dengan menerapkan sistem evaluasi sekolah secara mandiri, dan evaluasi sekolah oleh pihak luar, pembentukan school councillor, komite sekolah yang beranggotakan orang tua, dan pengembangan sekolah berdasarkan keadaan dan permintaan masyarakat setempat.
5)        Melatih guru untuk menjadi tenaga professional, salah satunya dengan pemberlakuan evaluasi guru, pemberian penghargaan dan bonus kepada guru yang berprestasi, juga pembentukan suasana kerja yang kondusif untuk meningkatkan etos kerja guru, dan pelatihan bagi guru yang kurang cakap di bidangnya.
6)        Pengembangan universitas bertaraf internasional.
7)        Pembentukan filosofi pendidikan yang sesuai untuk menyongsong abad baru, melalui reformasi konstitusi pendidikan kyouiku kihon hou) (MEXT, 2006).
Perubahan Jepang menjadi negara industri membawa dampak yang sangat besar dalam masyarakatnya. Negara Jepang yang mengalami kekalahan dalam PD II dan pada dasarnya tidak memiliki sumber daya alam yang memadai terpacu untuk membangun negerinya secara besar-besaran. Dapat dikatakan bahwa generasi kunci kemajuan Jepang adalah generasi yang lahir pada masa perang, atau kira-kira berumur 25-30 tahunan pada tahun 60-70an. Mereka mewarisi jiwa gambarism pendahulunya yang sukses menaklukkan beberapa negara di Asia.
Era 60-an ditandai pula sebagai era shinkansen, transportasi super cepat. Rel-rel dibangun melintasi wilayah Jepang sekalipun pada waktu itu banyak sekali protes dari masyarakat. Tetapi proyek shinkansen akhirnya membawa kemajuan ekonomi Jepang semakin pesat, sekaligus meningkatnya kompetisi dalam masyarakat Jepang yang semula dikenal sangat homogen.
            Sejak periode Restorasi Meiji (1868-1912), Jepang mulai menganut ekonomi pasar bebas dan mengadopsi kapitalisme model  Amerika Serikat. Sistem pendidikan barat diterapkan di Jepang, dan ribuan orang Jepang dikirim ke Amerika Serikat dan Eropa untuk belajar kemudian mengaplikasikannya untuk pembangunan Jepang hingga bisa seperti sekarang. Saat ini Jepang sudah menjadi salah satu negara dengan perekonomian terkuat di Asia bahkan di dunia. Politik Luar Negeri yang dilakukan Jepang merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilannya saat ini. Ada 2 faktor Politik Luar Negeri Jepang Modern saat ini yaitu: Sejarah dan Ideologi; Industri dan Perdagangan.

C. ANAK BERBAKAT DI JEPANG
Di Jepang, pada masa Tokugawa (1604), anak-anak desa yang miskin diberikan pelajaran untuk mampu bersikap setia, patuh, rendah hati, dan tekun. Anak-anak samurai dididik dengan mata pelajaran di bidang Konfusius klasik, seni sejarah, komposisi, kaligrafi, nilai, moral dan etika. Anak dari masyarakat kebanyakan yang berbakat dan anak samurai yang berbakat memperoleh pendidikan khusus yang sama.
Setelah perang dunia kedua, pendidikan di Jepang direformasi. Pendidikan anak berbakat menjadi hal yang tabu, dan tidak ada program pemerintah yang khusus untuk memunculkan anak berbakat. Perlakuan khusus seperti meloncat kelas di Jepang jarang ditemukan. Kelas khusus untuk anak berbakat juga tidak ada sama sekali. Pada umumnya, orang tua dan guru tidak setuju adanya perlakuan khusus bagi anak berbakat. Mereka melihat hal ini merupakan tindakan yang tidak adil bagi anak-anak lain karena filsafat egaliter yang mereka anut. Guru juga tidak menyukai adanya anak berbakat di kelas yang mereka ajar. Guru lebih menyenangi murid yang bekerja keras dan tekun.
Jepang terkenal dengan derajat keunggulan suatu SMA sesuai dengan jumlah anak murid dari SMA tersebut yang dapat diterima di Universitas yang bagus di Jepang. Sementara itu, SMA swasta di Jepang lebih memberikan perhatian pada perbedaan individual dan pengembangan program yang mendukung keberbakatan. Dalam dua dekade terakhir, kementerian pendidikan Jepang telat mengenalkan beberapa kurikulum yang fleksibel pada SMA. Kursus-kursus akademik dikurangi sehingga murid-murid dapat lebih mengejar minat mereka sendiri.
Pada tahun-tahun sekarang ini, pendidikan anak berbakat telah berubah dan diterapkan di negara Jepang, Jepang telah menggunakan "Sistem Nasional Pendidikan Universal" untuk mengidentifikasi anak berbakat. Cara yang dilakukan adalah dengan sistem kompetisi yang amat ketat untuk memasuki lembaga - lembaga yang prestisius. Disamping itu pelayanan anak berbakat dilakukan melalui kegiatan ekstra kurikuler dan pengelompokan


SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
A.      LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA
Pendidikan di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno/tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahan, dan zaman merdeka (Pidarta. 2007). Mudyahardja (2008) dan Nasution (2008) menguraikan masing-masing zaman tersebut secara lebih terperinci. Berikut ini adalah uraian dan rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia:
1. Zaman Pengaruh Hindu dan Budha
Hinduisme dan Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Dengan demikian tulisan pada lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika, secara etimologis/asal berasal dari sangsekerta yang merupakan keyakinan kedua agam tersebut (Mudyahardja, 2008: 215).
Tujuan pendidikan pada masa lebih merupakan sebagai wadah untuk menyeberkan agama tersebut. Pendidikan dilaksanakan dalam rangka penyebaran dan pembinaan kehidupan bergama Hindu dan Budha. Pendidikan pada zaman ini, selain diselenggarakan di dalamkeluarga dan didalam kehidupan keseharian masyarakat, juga diselenggarakan di dalam lembaga pendidikan yang disebut Perguruan (Paguron) atau Pesantren. Hal ini sebagaimana telah berlangsung di kerajaan Tarumanegara dan Kutai. Pada awalnya yang menjadi pendidik (guru atau pandita) adalah kaum Brahmana, kemudian lama kelamaanpara empu menjadi guru menggantikan kedudukan para Brahmana.Terdapat tingkatanguru: pertama, guru (perguruan) keraton, di sini yang menjadi murid-muridnya adalah para anak raja dan bangsawan; kedua adalah guru (perguruan) pertapa, di sini yang menjadi murid-muridnya berasal dari kalangan rakyat jelata. Namun demikian para gurupertapa juga biasanya selektif dalam menerima seseorang untuk menjadi muridnya. Ini antara lain merupakan implikasi dari feodalisme yang berkembang saat itu. Pendidikanbersifat aristokratis, artinya masih terbatas hanya untuk minoritas yaitu anak-anak kasta Brahmana dan Ksatria, belum menjangkau masyarakat mayoritas, yaitu anak-anak kasta Waisya dan Syudra, apalagi bagi anak-anak dari kasta Paria. Pada zaman ini pengelolaan pendidikan bersifat otonom, artinya para pemimpin pemerintahan (para raja) tidak turut campur mengenai pengelolaan pendidikan, pengelolaan pendidikan bersifat otonom di tangan para guru atau pandita.
Kurikulum pendidikannyameliputi agama, bahasa sansekerta termasuk membaca dan menulis (huruf Palawa), kesusasteraan, keterampilan memahat atau membuat candi, dan bela diri (ilmu berperang). Sesuai dengan jenis lembaga pendidikannya (perguruan), maka metode atau cara-cara pendidikannya pun adalah “Sistem Guru Kula”. Dalam sistem ini murid tinggal bersama guru di rumah guru atau asrama, murid mengabdi dan sekaligus belajar kepada guru.
Pada periode ini sebenarnya indonesia mengalami perubahan yang signifikan dalam dunia pendidikan. Bagaimana tidak, Hinduisme dan Budhisme membawa misi dibidang pendidikan sehingga membawa perubahan bagi kedupan masyarakat indonesia. periode ini menjadi awal pencerahan di dunia pendidikan bagi masyarakat indonesia. pemerintah seharusnya belajar dari periode ini untuk membangun pendidikan indonesia kedepannya. Sebab, pada periode ini karakter bangsa mulai tampak dengan alkulturasi budaya yang dibawa oleh agama Hindu dan Budha. “Sistem Guru Kula” dengan murid tinggal bersama guru di rumah guru atau asrama, murid mengabdi dan sekaligus belajar kepada guru masih relevan dengan kondisi seperti sekarang ini. Di asrama siswa dilatih untuk bekerja sama sekaligus meningkatkan kemandirian dalam sebuah kehidupan.

2. Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
Islam mulai masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-13 dan mencakup sebagian besar Nusantara pada abad ke-16. Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sejalan dengan perkembangan penyebaran Islam di Nusantara, baik sebagai agama maupun sebagai arus kebudayaan (Mudyahardja, 2008 :221). Pendidikan Islam pada zaman ini disebut Pendidikan Islam Tradisional.
Tujuan pendidikan pada zaman kerajaan Islam diarahkan agarmanusia bertaqwa kepada Allah S.W.T., sehingga mencapai keselamatan di dunia dan akhirat melalui “iman, ilmu dan amal”. Selain berlangsung di dalam keluarga, pendidikan berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan lainnya, seperti: di langgar-langgar, mesjid, dan pesantren. Lembaga perguruan atau pesantren yang sudah ada sejak zaman Hindu-Budha dilanjutkan oleh para wali, ustadz, dan atau ulama Islam. Kurikulumpendidikannya tidak tertulis (tidak ada kurikulum formal). Pendidikan berisi tentang tauhid (pendidikan keimanan terhadap Allah S.W.T.), Al-Qur’an, hadist, fikih, bahasa Arab termasuk membaca dan menulis huruf Arab.
Pendidikan Islam Tradisional ini tidak diselenggarakan secara terpusat, namun banyak diupayakan secara perorangan melalui para ulamanya di suatu wilayah tertentu dan terkoordinasi oleh para wali di Jawa, terutama Wali Sanga.Sedangkan di luar Jawa, Pendidikan Islam yang dilakukan oleh perseorangan yang menonjol adalah di daerah Minangkabau (Mudyahardja, 2008: 228).
Walaupun sistem pendidikan pada periode ini tidak tertulis (tidak formal) tetapi pada tahap pelaksanaannya berjalan secara maksimal. Pendidikan berisi tentang tauhid (pendidikan keimanan terhadap Allah S.W.T.), Al-Qur’an, hadist, fikih, bahasa Arab termasuk membaca dan menulis huruf Arab. Hal ini sangat penting untuk kehidupan umat islam secara khusus dan kehidupan bernegara secara umum. Seharusnya pendidikan agama semacam ini harus betul-betul dilaksanakan secara maksimal bukan hanya sekedar formalitas. Seiring dengan dekadensi moral yang terjadi dikalangan pelajar, sudah saatnya pemerintah menjalankan pendidikan agama secara maksimal untuk mengimbangi perilaku yang menyimpang dari generasi penerus bangsa.

3. Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur serta menguasai bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagaan dan perniagaan (Mudyahardjo, 2008: 242).
Di samping mencari kejayaan (glorious) dan kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke Timur (termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka anut, yakni Katholik (gospel). Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat rempah-rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah akibat peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda pada tahun 1605 (Nasution, 2008: 4). Dalam setiap operasi perdagangan, mereka menyertakan para paderi misionaris Paderi yang terkenal di Maluku, sebagai salah satu pijakan Portugis dalam menjalankan misinya, adalah Franciscus Xaverius dari orde Jesuit.
Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan (Mudyahardja, 2008: 243). Yang dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi pelajaran, dan pengakuan. Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam: sama di mana pun dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama (Nasution, 2008: 4).
Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang pertama kali tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602 (Mudyahardja, 2008: 245).
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya Pendidikan Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat administrasi colonial. Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme (Nasution, 2008: 4-5).
Pada periode ini, pendidikan menjadi alat untuk menyebarkan agama katholik. Namun perlu diakui pula bahwa ini berdampak positif bagai masyarakat indonesia.  pada masa itu banyak siswa indonesia yang mengenyam pendidikan terutama indonesia bagian timur. Sampai sekarang pun sekolah-sekolah yang mengedepankan nilai-nilai kekristenan masih menjadi sekolah favorit di daerah indonesia timur. Melihat perkembangan ini, pemerintah indonesia semestinya memberikan suport kepada sekolah-sekolah sewasta dengan memberi bantuan dana. Sekolah sewasta jangan sampai dianaktirikan di dunia pendidikan indonesia.

4. Zaman Kolonial Belanda
Sebagai kelanjutan dari zaman VOC, pendidikan pada zaman pemerintahankolonial Belanda pun mengecewakan bangsa Indonesia. Kebijakan dan praktekpendidikan pada zama ini antara lain:
1) Tahun 1808 Gubernur Jenderal Daendels memerintahkan agar para bupati di PulauJawa menyebarkan pendidikan bagi kalangan rakyat, tetapi kebijakan ini tidak terwujud.
2) Tahun 1811-1816 ketika pemerintahan di bawah kekuasaan Raffles pendidikan bagirakyat juga diabaikan.
3) Pada tahun 1816 VOC ambruk dan pemerintahan dikendalikan oleh para Komisaris JendralC.G.C. Reindwardt menghasilkan Undang-undang Pengajaran yang dianggap sebagai dasar pendirian sekolah, tetapi Peraturan Pemerintah yang menyertainya yang dikeluarkan tahun 1818 tidak sedikit pun menyangkut perluasan pendidikan bagi rakyat Indonesia, melainkan hanya berkenaan dengan pendidikan bagi orang-orang Belanda dan golongan Pribumi penganut Protestan.Ide-ide liberal aliran Ufklarung atau Enlightement, yang mana mengatakan bahwa pendidikan adalah alat untuk mencapai kemajuan ekonomi dan social,banyak mempengaruhi mereka (Nasution, 2008: 8).
4) Selanjutnya, di bawah Gubernur Jenderal Van den Bosch dikeluarkan kebijakan Culturstelsel (Tanam Paksa) demi memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya bagiBelanda. Karena untuk hal ini dibutuhkan tenaga kerja murah atau pegawai rendahanyang banyak, maka tahun 1848 Gubernur Jenderal diberi kuasa untuk menggunakan dana anggaran belanja negara sebesar f 25.000 tiap tahunnya untuk mendirikan sekolah-sekolah di Pulau Jawa dengan tujuan mengahasilkan tenaga kerja murah atau pegawai rendahan. Pada tahun 1849-1852 didirikan 20 sekolah (di tiap keresidenan).Namun sekolah ini hanya diperuntukan bagi anak-anak Pribumi golongan priyayi/bangsawan, sedangkan anak-anak rakyat jelata tidak diperkenankan. Penyelenggaraan pendidikan bagi kalangan bumi putera yang dicanangkan sejak 1848 mengalami hambatan karena kekurangan guru dan mengenai bahasa pengantarnya. Maka pada tahun 1852 didirikanlah Kweekschool (sekolah guru) pertama di Surakarta, dan menyusul di kota-kota lainnya. Sekolah ini pun hanyalah untuk anakanak golongan priyayi.
5) Pada tahun 1863 dan 1864 keluar kebijakan bahwa penduduk pribumi pun bolehditerima bekerja untuk pegawai rendahan dan pegawai menengah di kantor- kantordengan syarat dapat lulus ujian. Syarat-syarat ini ditetapkan oleh putusan Raja padatgl. 10 September 1864. Demi kepentingan itu di Batavia didirikanlah semacamsekolah menengah yang disempurnakan menjadi HBS (Hogere Burger School).
6) Tahun 1867 didirikan Departemen Pengajaran Ibadat dan Kerajinan.
7) Tahun 1870 UU Agraris dari De Waal yang memberikan kesempatan kepada pihakpartikelir untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian mengakibatkanmeningkatnya kebutuhan akan pegawai. Hal ini berimplikasi pada perluasan sekolah.
8) Tahun 1893 keluar kebijakan diferensiasi sekolah untuk Bumi Putera, yaitu SekolahKelas I untuk golongan priyayi, sedangkan Sekolah Kelas II untuk golongan rakyatjelata.
9) Pada tahun 1899 terbit sebuah atrikel oleh Van Deventer berjudul Hutang Kehormatan dalam majalah De Gids. Ia menganjurkan agar pemerintahnnya lebih memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia. Ekspresi ini kemudian dikenal dengan Politik Etis dan bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui irigasi, transmigrasi, reformasi, pendewasaan, perwakilan yang mana semua ini memerlukan peranan penting pendidikan Di samping itu, Van Deventer juga mengembangkan pengajaran bahasa Belanda. Menurutnya, mereka yang menguasai Belanda secara kultural lebih maju dan dapat menjadi pelopor bagi yang lainnya (Nasution, 2008: 16-17).
9) Setelah dilaksanakannya Politik Etis, pada tahun 1907 Gubernur Jenderal Van Heutszmengeluarkan kebijakan tentang pendidikan Bumi Putera: pertama, mendirikanSekolah Desa yang diselenggarakan oleh Desa, bukan oleh Gubernemen. Biaya dsb.menjadi tanggung jawab pemerintah desa; kedua, memberi corak sifat ke-Belanda-anpada Sekolah Kelas I. Maka tahun 1914 Sekolah Kelas I diubah menjadi HIS(Holands Inlandse School) 6 tahun dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.Sedangkan Sekolah Kelas II tetap bernama demikan atau disebut Vervoleg School(sekolah sambungan) dan merupakan lanjutan dari Sekolah Desa yang didirikan mulaitahun 1907. Akibat dari hal ini, maka anak-anak pribumi mengalami perpecahan,golongan yang satu merasa lebih tinggi dari yang lainnya.
10) Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat ini meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yanorang tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite intelektual baru.Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928.Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik anak-anak agar bisa mandiri dengan jiwa merdeka (Pidarta, 2008: 125-33).
11) Pada tahun 1930-an usaha perluasan pendidikan bagi Bumi Putera mengalamihambatan. Surat Menteri Kolonial Belanda Colijn kepada Gubernur Jenderal de Jongepada 10 Oktober 1930 menyatakan bahwa perluasan sekolah negeri jajahan terutamauntuk kaum Bumi Putera akan sulit karena kekurangan dana.
                 Dalam periode pemerintahan kolonial Belanda, betapa kecilnya usaha-usahapendidikan bagi kalangan Bumi Putera. Sampai akhir tahun 1940 jumlah pendudukbangsa Indonesia 68.632.000, sedangkan yang bersekolah hanya 3,32%.
Ciri-ciri pendidikan. Ciri-ciri pendidikan zaman ini antara lain: pertama,minimnya partisipasi pendidikan bagi kalangan Bumi Putera, pendidikan umumnyahanya diperuntukan bagi bangsa Belanda dan anak-anak bumi putera dari golongan priyayi; kedua, pendidikan bertujuan untuk menghasilkan tenaga kerja murah atau pegawai rendahan.
Tilaar (1995) mengemukakan lima ciri pendidikan zaman kolonial Belanda, yaitu:1) Adanya Dualisme pendidikan, yaitu pendidikan untuk bangsa Belandayang dibedakan dengan pendidikan untuk kalangan Bumi Putera; 2) Sistem Konkordansi,yaitu pendidikan di daerah jajahan diarahkan dan dipolakan menurut pendidikan di Belanda. Bagi Bumi Putera hal ini di satu pihak memberi efek menguntungkan, sebab penyelenggaran pendidikan menjadi relatif sama, tetapi dipihak lain ada efek merugikan dalam hal pembentukan jiwa kaum Bumi Putera yang asing dengan budaya dan bangsanya sendiri; 3) Sentralisasi pengelolaan pendidikan oleh pemerintahan kolonial Belanda; 4) Menghambat gerakan nasional; dan 5) Munculnya perguruan swasta yangmilitan demi perjuangan nasional (kemerdekaan).
Pendidikan pada periode ini terjadi dikotomi antara anak-anak priyayi dan anak-anak pribumi. Namun demikian kian kita perlua apresiasi kepada masyarakat indonesia sasat ini yang menggunkan kesempatan ini untuk belajar demi merebut kemerdekaan indonesia. semangat bangsa indonesia pada saat ini mestinya menjadi contoh untuk kita dalam mengisi kemerdekaan indonesia disaat ini. Belajar dari periode ini, pemerintah harus meningkatkan jumlah sekolah-sekolah agar terjadi pemerataan antara indonsia bagian barat dan timur. Sehingga, kesan terjadinya dikotomi antara pendidikan indonesia bagian barat dan timur tidak terjadi lagi. Dengan demikian pembangunan dapat berjalan secara merata dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

5. Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap berlanjut sampai cita-cita untuk merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan semangat 45 di hati mereka.Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari.
Namun demikian, hanya satu jenis sekolah rendah diadakan bagi semua lapisan masyarakat, yaitu: Sekolah Rakyat 6 tahun (KokuminGakko). Sekolah Desa masih tetap ada dan namanya diganti menjadi Sekolah Pertama. Susunan jenjang sekolah menjadi:
a.       Sekolah Rakyat 6 tahun (termasuk Sekolah Pertama).
b.      Sekolah Menengah 3 tahun.
c.       Sekolah Menengah Tinggi 3 tahun.
d.      Perguruan Tinggi.
Sistem Pendidikan menjadi lebih merakyat (populis). Sebagaimana dikemukakan di atas, pada prinsipnya terjadi perubahan bahwa sekolah menjadi terbuka bagi semua lapisan masyarakat (“Demokrasi Pendidikan”). Hapusnya sistem Konkordansi dan masuknya sistem baru yang relatif lebih praktis dan terarah bagi kebutuhan masyarakat, meskipun kepraktisan tersebut lebih berarti untuk keperluan kemenangan perang Jepang. Selain itu bahasa Indonesia pertama kalinya dijadikan bahasa pengantar di sekolah dan dijadikan bahasa ilmiah, di samping tentunya bahasa
 Jepang. Sedangkan bahasa Belanda dilarang untuk digunakan (H.A.R. Tilaar, 1995).
Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk merealisasi Indonesia merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan kepada dunia.
Sistem pendidikan pada periode ini seolah membawa angin segar bagi bangsa indonesia saat itu. Pendidikan menjadi lebih merakyat, sehingga semua lapisan masyrakat dapat mengenyam pendidikan. Pendidikan di indonesia semestinya memperhatikan hal-hal praktis (pengaplikasian). Pemerintah indonesia harus merumuskan sistem pendidikan yang berbasis nilai-nilai tanpa harus meninggalkan hal-hal praktis. Dengan demikian pendidkan indonesia mampu menjawab persoalan-persoalan kemajuan zaman dengan nilai-nilai tradisi bangsa sebagai arahan berkehidupan.

6. Zaman Kemerdekaan (Awal)
Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti sampai di sini karena gangguan-gangguan dari para penjajah yang ingin kembali menguasai Indonesia datang silih berganti sehingga bidang pendidikan pada saai itu bukanlah prioritas utama karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah bagaimana mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih dengan perjuangan yang amat berat. Pada masa ini pendidikan indonesia
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang mengatur pendidikan. Sistem persekolahan di Indonesia yang telah dipersatukan oleh penjajah Jepang terus disempurnakan. Namun dalam pelaksanaannya belum tercapai sesuai dengan yang diharapka bahkan banyak pendidikan di daerah-daerah tidak dapat dilaksanakan karena faktor keamanan para pelajarnya. Di samping itu, banyak pelajar yang ikut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak dapat bersekolah.
Pendidikan pada periode ini belum berjalan secara maksimal, walaupun sistem pendidikan terus disempurnakan. Dengan demikian periode ini arah pendidikan belum terlihat secara jelas. Pemerintah indonesia pada saat itu seharus sudah menyiapkan langkah-langkah kongrit untuk membangun indonesia melalui dunia pendidikan. Pemerintah masa kini harus tetap konsisten untuk menyempurnakan sistem pendidikan yang sesuia dengan kebutuhan bangsa. Undang-undang pendidikan harus dilaksakan sebagai mana mestinya tanpa harus diskriminasi. Melaksanakan undang-undang pendidikan baik itu sistem, anggaran, pelaksanaan harusnya berjalas secara tepat dan benar.

7. Zaman ‘Orde Lama’
Setelah gangguan-gangguan itu mereda, pembangunan untuk mengisi kemerdekaan mulai digerakkan. Pembangunan dilaksanakan serentak di berbagai bidang, baik spiritual maupun material.Setelah diadakan konsolidasi yang intensif, sistem pendidikan Indonesia terdiri atas: Pendidikan Rendah, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Dan pendidikan harus membimbing para siswanya agar menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Sesuai dengan dasar keadilan sosial, sekolah harus terbuka untuk tiap-tiap penduduk negara.
Di samping itu, Pendidikan Nasional zaman ‘Orde Lama’ adalah pendidikan yang dapat membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan revolusinya baik di dalam maupun di luar; pendidikan yang secara spiritual membina bangsa yang ber-Pancasila dan melaksanakan UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia, dan merealisasikan ketiga kerangka tujuan Revolusi Indonesia sesuai dengan Manipol yaitu membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah dari Sabang sampai Merauke, menyelenggarakan masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan makmur, lahir-batin, melenyapkan kolonialisme, mengusahakan dunia baru, tanpa penjajahan, penindasan dan penghisapan, ke arah perdamaian, persahabatan nasional yang sejati dan abadi (Mudyahardja, 2008: 403).
Pendidikan pada periode ini mengalami perubahan yang signifikan. Sistem serta tujuan pendidika telah dirumuskan secara jelas. Pendidikan harusnya mampu menerapkan nilai-nilai spritual serta menjadi manifestasi dalam membangun bangsa dan negara. Pemerintah harusnya mensingkronkan tujuan pendidikan dan tujuan berkehidupan bangsa dan negara. Dengan demikian pendidikan menjadi motor penggerak pembangunan bangsa.

8. Zaman ‘Orde Baru’
Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S pada tahun 1965 dan ditandai oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Haluan penyelenggaraan pendidikan dikoreksi dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama yaitu dengan menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.
Menurut Orde Baru, pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam sekolah dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumahtangga, sekolah dan masyarakat (Mudyahardjo, 2008 : 422, 433). Pendidikan pada masa memungkinkan adanya penghayatan dan pengamalam Pancasila secara meluas di masyarakat, tidak hanya di dalam sekolah sebagai mata pelajaran di setiap jenjang pendidikan (Mudyahardjo, 2008: 434).
Di samping itu, dikembangkan kebijakan link and match di bidang pendidikan. Konsep keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi operasional dalam meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar (Pidarta, 2008: 137-38). Inovasi-inovasi pendidikan juga dilakukan untuk mencapai sasaran pendidikan yang diinginkan. Sistem pendidikannya adalah sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah pusat.
Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih memiliki beberapa kesenjangan. Buchori dalam Pidarta (2008: 138-39) mengemukakan beberapa kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan okupasional (antara pendidikan dan dunia kerja), (2) kesenjangan akademik (pengetahuan yang diperoleh di sekolah kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari), (3) kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak menekankan pada pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan ilmu dan teknologi), dan (4) kesenjangan temporal (kesenjangan antara wawasan yang dimiliki dengan wawasan dunia terkini).
Namun demikian keberhasilan pembangunan yang menonjol pada zaman ini adalah (1) kesadaran beragama dan kenagsaan meningkat dengan pesat, (2) persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga meningkat (Pidarta, 2008: 141).
Pada periode ini pendidikan di indonesia seakan berjalan di tempat.  Hal ini dibuktikan dengan berbagai kesenjang di dunia pendidikan indonesia. pemerintahan yang otoriter menghambat krativitas dalam mengembangkan pendidikan yang lebih modern. Pendidikan menjadi kaku tanpa perubahan yang berarti. Belajar dari jaman orde baru, pemerintah harus memberikan ruang gerak yang cukup kepada para ahli untuk mencari sistem pendidikan terbaik di Indonesia. pendidikan harus dipisahkan dari aktivitas politik pragmatis yang merusak wajah pendidikan indonesia.
9. Zaman ‘Reformasi’
Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyaampaikan pendapatnya (Pidarta, 2008: 143).
Begitu Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas bagaikan burung yang baru lepas dari sangkarnya yang telah membelenggunya selama bertahun-tahun. Masa Reformasi ini pada awalnya lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas.Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran bertambah banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi semakin hebat dan semakin sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah system pendidikan sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality Management).
Pendidikan pada zaman reformasi belum menemukan formulasi sistem yang tepat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Terjadi distorsi nilai-nilai budaya dalam dunia pendidikan, dengan melihat mental kaum pelajar yang semakin buruk. Pendidikan semestinya menekankan pada nilai-nilai budaya dengan terus meningkatkan persaingan di bidang teknologi. Oleh sebab itu pemerintah harus menentukan sistem pendidikan yang mampu mengakomodasi nilai kebudayaan serta kebutuhan pada tataran pengaplikasian.
B.     PERSOALAN PENDIDIKAN KEKINIAN DITINJAU DARI HISTORIS.
Pendidikan indonesia mengalami berbagai proses dari masa ke masa. Proses yang begitu panjang mengantarkan pendidikan indonesia pada tahap penting dalam mengisi kemerdekaan dinegeri ini. Perlu disadari bahwa pendidikan menjadi wadah utama untuk memperdayaakan masyarakat untuk ikut ambil bagian dalam pembangunan bangsa ini. Pendidikan menjadi motor utama dalam menggerakan kemajuan suatu bangsa.
Indonesia dan negara-negara lainnya pada tahap awal perkembangan ekonomi mereka telah mengembangkan sistem pendidikan yang baik dan berdasarkan kebudayaan tradisional. Pada masa kolonial, sistem pendidikan berkembang dengan berdasar pada sistem pendidikan sebelumnya ini. Pada masa modern seperti sekarang, sistem pendidikan yang berlaku juga berdasarkan pengembangan dari sistem pendidikan kolonial (Williams, 1977: 17).
Dengan kata lain, tinjauan landasan sejarah atau historis Pendidikan Nasional Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif (Buchori, 1995: 7). Pandangan ini melahirkan studi-studi historis tentang proses perjalanan pendidikan nasional Indonesia yang terjadi pada periode tertentu di masa yang lampau.
Perjalanan sejarah pendidikan di tanah air yang sangat panjang, bahkan semenjak jauh sebelum kita menacapai kemerdekaan pada tahun 1945, baik sebagai aktivitas intelektualisasi dan budaya maupun sebagai alat perjuangan politik untuk membebaskan bangsa dari belenggu kolonialisme, telah diwarnai oleh bermacam-macam corak (Sigit, 1992: 11) .
Belajar dari histroris yang ada, pendidikan semesti mengalami perubahan yang positif sesuai dengan kebutuhan masyarakat global. Dengan demikian, masyarakat mampu menyesuaikan diri terhadap tuntutan zaman yang semakin kompleks ini. Adapun beberapa catatan terkait dengan pendidikan yang ada di indonesia jika kita belajar dari historis yang ada, yaitu:
1.        Fasilitas pendidikan yang kurang memadai
            Tak dapat dipeungkiri 70 tahun indonesia merdeka ternyata fasilatas pendidikan masih kurang memadai. Jumlah sekolah dan ruang kelas yang terbatas mengindikasikan bahwa pendidikan di indonesia masih jauh dibawah harapan kita. Fasilitas lain seperti buku, lab, komputer yang kurang mendukung membuat peserta didik sulit untuk melaksananakn pembelajaran. pendidikan yang kurang merata menjadi point penting pemerintah untuk memperbaikinya.
2.        Kekurangan tenaga pengajar
            Tenaga pengajar menjadi faktor penting dalam proses pembelajaran. Kekurangan tenaga pengajar terutama di daerah terpencil menjadi kendala tersendiri dalam dunia pendidikan di republik ini. Walaupun sudah banyak program yang dilakukan pemerintah demi mengatasi persolan tenaga guru ini ternyata  hasilnya belum memuaskan. Masih banyak tenaga pendidik yang kurang berminat untuk bekerja di daerah terpencil karena akses informasi dan tranportasi yang sulit. Kondisi semacam ini menamba daftar persolana pendidikan di Indonesia.
3.        Sistem  pendidikan yang belum matang
            Sistem pendidikan indonesia terasa masih belum menemukan konsep yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini sangat terlihat jelas dari gonta-ganti kurikulum yang kental dengan nuansa politik. Mengapa tidak?? Hampir setiap pergantian menteri pendidikan berganti pula kurikulum yang ada. Walaupun berdalil kurikulum harus mengikuti tuntutan zaman, namun nuansa politiknya begitu kental. Ditamba lagi dengan proses sosialisasi kurikulum yang membutuhkan dana yang tidak sedikit  serta pengadaan instrumen pendukung kurikulum melalui proses tender yang cendrung bermasalah.
Melihat persoalan tersebut pemerintah semestinya sudah memiliki langkah yang tepat untuk mengatasinya. Pemerintah harus segera mungkin mendidrikan fasilitas pendidikan yang memadai secara merata agar tidak ada kesenjangan antara di kota dan di desa. Program pemerintah untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga pengajar harus dilakukan secara masih dan memperhatikan kehidupan tenaga pengajar agar hidup layak. Pemerintah juga harus sudah memikirkan sistem pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat global dengan nilai-nilai yang dibangun berdasarkan karakter bangsa indonesia.










DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Memahami Sitem Pendidikan Amerika. (Online) (http://studyusa.com/id/a/258/memahami-sistem-pendidikan-amerika), diakses 25 Agustus 2015.
Anonim. -. Sistem Pendidikan di Amerika Serikat. (Online) (http://atdikbud-usa.org/sistem-pendidikan-di-amerika-serikat/), diakses 25 Agustus 2015.
Mudyahardjo, Redja. 2008. Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nasution, S. 2008. Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Ornstein, A. C., Levine, D. U., dan Gutek, G. L. 2011. Foundations of Education. Belmont, CA: Wadsworth.
Pidarta, Made. 2007. Landasan Pendidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sigit, Sardjono. 1992. Peranan dan Partisipasi Perguruan Swasta di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Wiiliams, Gareth. 1977. Towards Lifelong Education: A New Role for Higher Education Institutions.


Tidak ada komentar :

Posting Komentar