MAKALAH LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN
MAKALAH
LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN
Untuk memenuhi tugas matakuliah
LANDASAN PENDIDIKAN
yang dibina oleh Dr. Wartono, M.Pd
Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
KELAS B
S2 PENDIDIKAN FISIKA
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
PASCASARJANA
PROGRAM
STUDI S2 PENDIDIKAN FISIKA
Agustus
2014
SEJARAH
PENDIDIKAN DI AMERIKA
A. Periode
Kolonial
Koloni
di Amerika Selatan pada abad ketujuh belas dan kedelapan belas menyebabkan konflik
antara bangsa Eropa dan penduduk Amerika asli. Penjajah tersebut membuat kelas
sosioekonomi berbasis dual track school
system. Anak-anak dari kalangan kelompok sosioekonomi kurang, mengikuti
sekolah dasar. Mereka belajar membaca, menulis, aritmatika, dan agama.
Sementara itu, anak-anak dari kelompok sosioekonomi tinggi, mengikuti Latin grammar schools yang mengajarkan
bahasa Latin dan Yunani. Terdapat tiga koloni besar dalam masa ini, yaitu:
koloni Inggris Raya, koloni Atlantik Tengah, dan koloni negara-negara selatan.
1.
Koloni Inggris Raya
Koloni
Inggris Raya dari Massachusetts, Conneticut, dan New Hampshire mengembangkan
ide dan institusi pendidikan di Amerika. Massachusetts koloni percaya bahwa
mendidik masayarakat yang percaya Tuhan akan membuat mereka kebal terhadap
godaan setan. Sehingga gereja mengajak masyarakat untuk membaca Bible, sehinga
gereja dapat mengontrol pendidikan masyarakat.
Selain
itu, koloni Inggris Raya juga membuat sistem dual-track Eropa, meliputi sekolah dasar untuk anak kecil dan Latin grammar school untuk anak-anak
usia di atasnya. Anak-anak yang sekolah di Latin
Grammar School dipersiapkan untuk memasuki dunia pendidikan tinggi.
Anak-anak tersebut belajar membaca dan menulis bahasa Inggris dari tutor
pribadi. Anak-anak masuk di Latin Grammar
School pada usia delapan tahun dan akan menyelesaikan pendidikannya pada
usia lima belas atau enam belas tahun.
2.
Koloni Atlantik Tengah
Koloni
Atlantik Tengah (New York, New Jersey, Delaware, dan Pennsylvania) lebih
bervariasi dari pada koloni Puritan Inggris Raya. Koloni Atlantik Tengah
membedakan antara etnis, bahasa, agama, dan juga termasuk pendidikan. Saat
koloni Atlantik Tengah menyeragamkan seluruh kota, koloni Atlantik Tengah
memberikan kebebasan anak belajar agama menurut kepercayaan masing-masing.
3.
Koloni Negara-Negara
Selatan
Koloni
negara-negara selatan (Maryland, Virginia, Carolinas, dan Georgia) menunjukkan
pola ekonomi dan pendidikan yang lain. Kolonial negara-negara selatan lebih
menyebar dari pada kolonial Inggris Raya dan Atlantik Tengah. Hal ini
menyebabkan masyarakat pedesaan sulit
untuk memusatkan lokasi sekolah. Lebih dari itu, sistem ini lebih dapat
membentuk kultur, perekonomian, dan politik di bagian selatan.
B. Periode
Awal Kemerdekaan
Revolusi
Amerika yang dimulai pada tahun 1776, menyebabkan berakhirnya peraturan
Britania pada tiga belas koloni di Amerika. Terdapat empat tokoh yang berperan
dalam revolusi tersebut, yaitu: Benjamin Franklin, Thomas Jefferson, Benjamin
Rush, dan Noah Webster.
1.
Benjamin Franklin
Benjamin
Franklin yang hidup pada tahun1709-1790 adalah seorang negarawan terkemuka,
peneliti, dan wartawan, yang menemukan academy.
Academy adalah suatu sekolah sekunder
pribadi. Sekolah tersebut menggunaka kurikulum yang berasal dari proposal
tentang hubungan antara pendidikan dan pemuda di Pennsylvania milik Benjamin
Franklin. Dia menekankan pada pengetahuan yang bermanfaat dan ilmu pengetahuan
yang berbeda terutama dari sekolah tata bahasa Latin. Bahasa Inggris digunakan
untuk mengganti bahasa Latin dan Yunani dalam pembelajaran.
Franklin
menekankan pada pemberian ilmu yang bermanfaat dan ilmu tersebut berbeda dengan
sekolah tata bahasa Latin tradisional. Tata bahasa Inggris, komposisi,
retorika, dan berbicara di depan umum menggantikan bahasa Latin dan Yunani
sebagai bahasa utama dalam pembelajaran. Siswa jga dapat memilih bahasa lain
sesuai dengan kebutuhan yang menunjang karir yang mereka inginkan. Matematika juga
diajarkan sebagai hal yang konkret, bukan abstrak. Penerapan ilmu matematika
juga diajarkan kepada siswa saat itu. Sejarah dan biografi juga diajarkan saat
itu. Hal ini bertujuan agar siswa dapat mengetahui bagaimana para tokoh
terkenal mengambil keputusan sesuai dengan etika yang berlaku.
2.
Thomas Jefferson
Thomas
Jefferson yang hidup pada tahun 1743-1826 adalah penulis Declaration of Independance dan juga presiden ketiga Amerika
Serikat, mengekspresikan filosofi pendidikan dalam karyanya yang berjudul
"Bill for More General Diffusion of
Knowledge", diperkenalkan di Virginia tahun 1779.
Karya
Jefferson mengantisipasi ide beasiswa prestasi akademik. Dia mengatakan bahwa
anak yang tidak mampu membayar kuliah akan medapatkan beasiswa untuk melanjutkan
sekolahnya. Sepuluh anak yang mendapatkan nilai tertinggi akan mendapatkan
tambahan biaya untuk mengikuti kuliah di kampus William dan Mary.
Peraturan dari Jefferson mengangkat isu-isu
penting bagi negara, meskipun peraturan tersebut tidak disahkan. Contohnya
adalah dipromosikannya sekolah umum yang memberikan ekuitas dan keunggulan
dalam pendidikan. Sekolah tersebut akan diterapkan mulai dari negara bagian ke
kota-kota di Amerika. Sekolah ini gratis sehingga setiap anak-anak laki-laki
dan perempuan dapat belajar membaca,
menulis, aritmatika, dan sejarah di sekolah. Jefferson juga mengusulkan
mendirikan dua puluh sekolah tata bahasa di semua negara bagian untuk para anak
laki-laki.
3.
Benjamin Rush
Benjamin
Rush yang hidup pada tahun 1745-1813 adalah seorang fisikawan terkemuka dan
pengajar kedokteran di awal kemerdekaan. Rencana Rush adalah untuk sistem
komprehensif sekolah dan kampus menggabungkan kepetingan pribadi dan umum.
Kelompok masyarakat kota, terutama jemaah gereja akan memberikan uang kepada sekolah,
lalu mereka medapatkan imbalan dari pemerintah untuk kepentingan publik.
Rush melihat tidak adanya konflik antara sains,
pemerintahan, dan agama, sehingga dia menginginkan Bible dan prinsip-prinsip
Kristen diajarkan di sekolah. Mengantisipasi teori kontemporer "intelligent design", Rush percaya
bahwa ilmu mengungakp desain Tuhan yang sempurna dalam menciptakan alam ini.
Rush juga menolak perbendaan jenis kelamin dalam pendidikan yang menyatakan
bahwa perempuan memiliki kecerdasan yang kurang dari pada laki-laki, sehingga
mereka hanya memerlukan pendidikan terbatas. Berdasarkan alasan alasan
tersebut, Rush mengusulkan pendirian sistem akademi dan perguruan tinggi bagi
perempuan.
4.
Noah Webster
Noah
Webster yang hidup pada tahun 1758-1843 adalah seorang pendidik terkemuka,
penyusun kamus, dan salah satu dari negarawan aliran nasionalis. Webster
menginginkan Amerika Serikat secara kultural bergantung pada diri sendiri
"bahasa sebaik pemerintah". Dia beranggapan bahwa bahasa merupakan
identitas dari suatu bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, maka Webster bekerja
untuk membangun versi Amerika yang berbeda dengan bahasa Inggris, merliputi
idiom, pengucapan, dan gaya bahasa.
Webster juga percaya bahwa buku memiliki peran
yang penting dalam pembelajaran, sehingga Webster menulis buku yang menunjkkan
identitas dan prestasi Amerika. Pada tahun 1828, kamus bahasa Amerika miliknya
diterbitkan setelah mengalami penelitian intensif selama bertahun-tahun.
Sumbangan Webster tersebut mengakibatkan pengakuan keberagaman bahasa dan
budaya di Amerika saat ini.
C. Perkembangan
Menuju Sekolah Umum
Sebelum
sekolah umum didirikan pada abad kesembilan belas, pendididikan menggunakan
sukarelawan pribadi untuk mengajar anak-anak. Pembelajaran dilakukan di hari
Minggu, di mana anak-anak sedang libur bekerja. Pada hari Senin sampai Sabtu,
aanak-anak bekerja di pabrik-pabrik, sehingga kesempatan untuk mereka belajar
hanya hari Minggu. Ada beberapa hal penting dalam perkembangan di masa ini,
yaitu: sekolah umum, perjuangan untuk sekolah umum, sekolah normal dan
pendidikan bagi perempuan, mempersiapkan perempuan sebagai guru, dan sekolah
satu ruang.
Anak-anak
yang belajar di sekolah umum berasal dari semua anak-anak dari berbagai kelas
ekonomi sosial. Anak-anak diberikan materi menulis, membaca, aritmatika, dan
agama saat belajar. Seiring berjalannya waktu, maka pelajaran geografi,
kebersihan, dan sejarah ditambahkan dalam pembelajaran.
Horace
Mann (1789-1859) berkeinginan untuk memberikan kesamaan bagi semua anak-anak
dari kelas sosial ekonomi untuk belajar di sekolah. Pada saat itu, masih
terdapat pengendalian ekonomi dan sistem politik dari masyarakat kelas atas.
Mann juga membangun filosofi sekolah umum, yaitu sekolah umum akan: 1) diatur
oleh pemerintahan negara bagian dan didanai oleh pemerintah daerah dan pusat,
2) diatur secara langsung oleh dewan sekolah terpilih, 3) dikelola oleh
guru-guru yang sudah terlatih, dan 4) bebas dari pengontrolan gereja.
Pendirian
sekolah umum tersebut membuat banyak permpuan tertarik menjadi guru yang
mengajar di sekolah. Hal ini dipelopori oleh Cathrine Beecher (1800-1878) yang
merupakan seorang pelatih guru. Dia memberikan hubungan antara sekolah umum
dengan pendidikan bagi perempuan. Usaha yang dilakukan Beecher untuk
mempersiapkan perempuan-perempuan tersebut menjadi guru adalah dengan melakukan
Seminar Hartford Female di Hertford pada tahun 1823-1831. Dia juga mendirikan
Western Female Institute sebagai model untuk mengusulkan jaringan dari
institusi-institusi pencetak calon guru.
D. Perkembangan
Sekolah Menengah Amerika
Perkembangan
sekolah menengah di Amerika diprakarsai oleh Benjamin Franklin. Sekolah-sekolah
akademi menggantikan sekolah yang didirikan pada zaman kolonial, yaitu Latin grammar schools. Sekolah akademi
menjadi sekolah menengah utama pada awal pertengahan abad kesembilan belas.
Pada tahun 1885, lebih dari 6.000 sekolah menerima 263.000 siswa. Pada masa ini
sudah terjadi kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh
pendidikan, tidak seperti saat zaman penjajahan, di mana hanya laki-laki yang
menerima pembelajaran di sekolah. Terdapat tiga pola yang digunakan dalam
sekolah akademi, yaitu: 1) persiapan kurikulum perguruan tinggi tradisional
dengan penekanan pada bahasa Latin dan Yunani, 2) program bahasa Inggris, kurikulum
umum bagi mereka yang merencanakan pendidikan formal dengan penyelesaian
sekolah, dan 3) kursus umum, mempersiapkan guru bagi sekolah dasar.
Organisasi
sekolah menengah dimulai pada sekitar tahun 1920an. Terdapat empat pola
kulikuler yang ada di sekolah menengah, yaitu: 1) program persiapan memasuki
perguruan tinggi yang mecakup bahasa dan sastra Inggris, matematika, ilmu
pengetahuan alam dan fisika, dan sejarah dan pelajaran sosial, 2) program
komersial atau bisnis yang meliputi pelajaran pembukuan, penulisan cepat, dan
mengetik, 3) program industri, kejuruan, industri rumah tangga, dan agrikultur,
dan 4) program akademik bagi mereka yang ingin menyelesaikan pendidikan formal
setelah lulus. Pada tahun 1920an dan 1930an, para pendidik merancang sekolah
transisi, yaitu SMP sebagai institusi transisi dari pendidikan dasar (SD)
menuju ke pendidikan menengah (SMA). SMP didirikan untuk tujuan orientasi
kebutuhan perkembangan anak masa remaja awal. SMP ditempuh selama dua tahun
(kelas 7 dan 8) atau tiga tahun (7,8, dan 9).
E. Pendidikan
Tinggi Amerika
Perguruan-perguruan
tinggi di Amerika Utara sudah diawali sejak masa kolonial pada abad ketujuh
belas, di mana agama protestan mendirikan gereja gabungan dan gereja pengawas.
Kepercayaan bahwa pendidikan yang baik bagi pendeta dibutuhkan untuk mendirikan
Kristenisasi di dunia baru, maka Pengadilan Umum Massachusetts memberi ijin
bagi kampus Harvard pada tahun 1636. Pada tahun 1754, Universitas William and
Mary, Priceton, dan Kings juga didirikan sebagai pendidikan di bawah kontrol
gereja. Kurikulum yang ada dalam pendidikan tinggi meliputi: bahasa Latin,
bahasa Yunani, bahasa Ibrani, logika, dan logika (tahun pertama), bahasa
Yunani, bahasa Ibrani, logika, dan filsafat alam (tahun kedua), filsafat alam,
metafisika, dan etika (tahun ketiga), dan matermatika dan pembahasan ulang dari
bahasa Yunani, Latin, logika, dan filsafat alam (tahu keempat).
Perguruan
tinggi dan universitas dari tanah hibah pada saat ini adalah institusi besar
yang khas yang meliputi pertanian, pendidikan guru, teknik, dan penerapan ilmu
sains dan teknologi sebaik pendidikan kaum liberal dan pendidikan
profesional.Pada saat ini, salah satu
yang paling dicari dan pendidikan yang lebih populer adalah komunitas perguruan
tinggi dua tahun. Banyak institusi-institusi dua tahun yang memulai sebagai
perguruan tinggi mahasiswa tingkat 3 (junior)pada akhir abad 19 dan awal abad
ke 20, ketika beberapa rektor universitas merekomendasikan bahwa pendidikan 2
tahun prasarjana pertama lebih mendominasi pada institusi lain daripada
perguruan perguruan tinggi 4 tahun. Setelah perang dunia II, banyak mahasiswa
perguruan tinggi tingkat tiga diorganisasikan kembali kedalam komunitas
perguruan tinggi dan komunitas baru perguruan tinggi yang lebih banyak
didirikan dengan fungsi yang lebih luas dari pelayanan kebutuhan komunitas
pendidikan mereka.
F.
Pendidikan Masyarakat
Majemuk
Seperti
yang diketahui, bahwa penduduk Amerika terdiri dari banyak suku bangsa yang
berasal dari luar Amerika itu sendiri. Tetapi kebijakan untuk pada bangsa
pendatang di Amerika masih mejadi kotroversi. Ada yang berpendapat bahwa
kedatangan para bangsa pendatang memberikan kontribusi positif bagi perekonomian
dan kelangsungan hidup Amerika, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa
kedatangan para bangsa pendatangan justru mengambil hak-hak dari warga Amerika
asli. Ada pendapat juga yang menyatakan bahwa para imigram menjadi beban bagi
negara, terutama imigram-imingran gelap. Terdapat banyak bangsa keturunan di
Amerika, yaitu: keturuan Amerika-Afrika, Amerika asli, Amerika Latin,
Amerika-Asia, dan Amerika-Arab.
G. Dua
Masalah di Akhir Sejarah
Terdapat
dua masalah di akhir masa sejarah pendidikan di Amerika, yaitu: 1) teori
penciptaan dan evolusi, dan 2) fenomena baru, proses globalisasi, dan implikasi
pendidikan.
1.
Teori Penciptaan dan
Evolusi
Pada
tahun 1859, Cahrles Darwin (1809-1882) memberika hipotesis dalam bukunya yang
berjudul The Origin of Species by Means
of Natural Selection bahwa hewan dan tumbuhan yang ada saat ini telah
berevolusi secara bertahap, sehingga mereka dapat bertahan sampai saat ini.
Sifat-sifat dari hewan dan tumbuhan tersebut akan diwariskan kepada keterunannya.
Teori ini menyebabkan konflik dalam agama, filsafat, dan pendidikan. Bagi orang
Kristen, teori evolusi menentang penjelasan Bibel yang menyatakan bahwa Tuhan
meciptakan semua spesies karena sama seperti saat ini mereka ada, tidak
mengalami evolusi. Meskipun beberapa ahli teologi sutuju dengan hal tersebut,
tetapi secara hukum dasar Kristen, teori tersebut ditolak.
2.
Fenomena Baru, Proses
Globalisasi, dan Implikasi Pendidikan
Seiring
berkembangnya teknologi, guru dan siswa menjadi semakin akrab dengan perkembangan
sistem komunikasi. Saat ini, guru bukan merupakan satu-satunya sumber informasi
belajar bagi siswa. Siswa dapat mencari sendiri informasi dari kemajuan
teknologi. Keadaan sekarang sangatlah berbeda dengan keadaan pada zaman dahulu,
misalnya saat sekolah masih terdiri dari satu ruang kelas, di mana sebagian
perhatian guru dan siswa dalam kelas tersebut terputus dengan dunia luar. Pada
saat itu, guru merupakan satu-satunya sumber informasi bagi siswa. Selain
membawa manfaat, kemajuan teknologi juga memiliki dampak negatif yang banyak
apabila digunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Oleh sebab
itu, pengawasan kepada siswa dalam penggunaan teknologi sangat perlu dilakukan
oleh guru dan pihak sekolah. Hal ini dilakukan agar siswa tidak terjerumus ke
dalam penggunaan teknologi ke arah negatif.
H.
Kepesatan Perkembangan Pendidikan di Amerika
Pendidikan di Amerika saat ini
sudah sangat berkembang pesat dibandingkan pada masa lalu. Seperti yang
diketahui, Amerika merupakan salah satu negara tujuan orang Indonesia untuk
menuntut ilmu. Amerika juga memiliki banyak sekali perguruan tinggi ternama,
salah satu contohnya adalah Harvard University.
Tentu saja tidak hanya pendidikan
tinggi saja yang berkembang pesat di Amerika, tatapi pendidikan dasar dan
menengah juga mengalami kemajuan yang sangat pesat. Berikut ini akan dibahas
tentang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan tinggi di Amerika.
1.
Pendidikan dasar dan menengah di Amerika
Sama seperti di Indonesia, sebelum
anak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, maka dia harus menempuh
pendidikan dasar terlebih dahulu. Di Amerika, anak mulai masuk sekolah primer
(sekolah dasar) pada usia 6 tahun. Setelah menempuh pendidikan selama lima
sampai enam tahun, maka anak tersebut akan melanjutkan ke sekolah sekunder
(sekolah menengah). Terdapat dua jenis sekolah menengah di Amerika, yaitu junior high school (sekolah menengah
pertama) dan senior high school (sekolah
menengah atas). Sama dengan di Indonesia, siswa Amerika yang lulus SMA di kelas
12 akan mendapatkan diploma atau sertifikat yang dapat digunakan untuk
melanjutkan ke pendidikan tinggi.
Pendidikan
dasar di Amerika berjenjang dari Kindergarten
sampai Fifth grade (kelas 5 SD),
tetapi ada juga yang berjenjang hingga Forth
grade (kelas 4 SD), Sixth grade (kelas
6 SD), atau Eighth grade (kelas 8
SMP). Hal ini tergantung pada kurikulum di masing-masing daerah. Kurikulum
tersebut diatur oleh masing-masing negara bagian.
Suasana
pembelajaran pada sekolah dasar di Amerika berbeda dengan sekolah dasar di
Indonesia. Setiap kelas terdiri dari dua puluh sampai tiga puluh siswa. Guru
sekolah dasar di Amerika dibekali pendidikan lanjutan mengenai perkembangan
kognitif dan psikologi anak. Guru sekolah dasar di Amerika menyelesaikan
program sarjana dan magister di bidang Early
Childhood and Elementary Education.
Jenjang
pendidikan menengah di Amerika dibagi menjadi beberapa tahap, mulai dari
jenjang sixth, seventh, eighth, dan ninth grade (junior high school).
Jenjang pendidikan menengah ditentukan oleh faktor demografi seperti jumlah
usia siswa sekolah menengah. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan agar
populasi sekolah stabil. Siswa diberi kebebasan untuk memilih mata pelajaran
yang dikehendaki dan menggunakan sistem moving
class. Tahap kedua adalah tahap senior
high school (kelas 9, 10, 11, 12). Terdapat perbedaan penentuan jenjang
tersebut, tergantung pada negara bagian masing-masing.
Terdapat dua jenis mata pelajaran
di sekolah menengah Amerika, yaitu mata pelajaran wajib dan mata pelajaran
pilihan. Mata pelajaran wajib meliputi sains, matematika, bahasa Inggris, dan
olahraga. Sedangkan mata pelajaran pilihan meliputi: atletik, pendidikan karier
dan teknik, pemrograman, bahasa asing, seni, dan jurnalisme.
2.
Pendidikan tinggi di Amerika
Terdapat tiga jenis pendidikan
tinggi di Amerika, yaitu unversitas atau perguruan tinggi negeri, universitas
atau perguruan tinggi swasta, perguruan tinggi dua tahun (community collage), dan lembaga teknologi (institute of technology). Perguruan tinggi negeri didukung dan
dijalankan oleh pemerintah, baik lokal maupun negara bagian. Setiap negara
bagian minimal memiliki satu PTN,
Perguruan tinggi swasta dijalankan
oleh pihak swasta. Biasanya PTS memiliki biaya kuliah yang lebih tinggi
dibandingkan PTN. PTS menghargai perbedaan agama diantara mahasiswanya. Hanya
sebagian kecil saja PTS yang menerima mahasiswa yang berkeyakinan sama.
Perguruan
tinggi dua tahuan adalah perguruan tinggi yang memberikan gelar diploma (associate) bagi lulusannya. Ada dua
jenis diploma di Amerika, yaitu diploma yang dapat transfer dan diploma yang
dipersiapkan untuk kerja langsung. Diploma yang dapat melakukan transfer antara
lain: diploma seni dan diploma sains. Sedangkan diploma yang tidak dapat
melakukan transfer adalah diploma sains terapan dan sertifikat kelulusan.
Lembaga teknologi adalah perguruan
tinggi yang menyediakan pendidikan sains dan teknologi dengan jangka studi
minimal empat tahun. Beberapa lembaga teknologi mempunyai program graduate, tetapi ada juga yang menwarkan
mata kuliah jangka pendek.
SEJARAH
PENDIDIKAN DI JEPANG
Pendidikan formal mulai diadopsi dari kebudayaan Cina
pada abad ke-6. Pelajaran yang diajarkan pada waktu itu adalah agama Buddha, Konfusianisme,
Ilmu pengetahuan, Kaligrafi, Sastra. Selama pemerintahan Kamakura sering
terjadi huru-hara sehingga masa ini merupakan masa kosongnya kebudayaan dan
pendidikan. Kebudayaan yang didirikan oleh rakyat biasa mulai tumbuh.
Sekolah-sekolah di Kyoto mengalami kehancuran, sedangkan di daerah Kanto
berdiri sebuah perpustakaan dan sekolah bernama Ashikaga yang ditompang oleh
kekuatan oleh kekuatan prajurit. Pada masa ini agama Buddha masih dikembangkan
sehingga muncul Sekte-sekte agama Buddha dan banyak pendidikan yang
diselenggarakan di kuil.
Sekolah Kristen mulai didirikan pada abad ke-16 oleh
Fransiskus Xaverius seorang misionaris dari Portugal. Dia membawa hasil-hasil
peradaban Eropa pada zaman itu diantaranya alat musik. Di dalam sekolah Kristen
ini orang Jepang diperkenalkan pada ilmu perbitangan, Ilmu bumi, dan Kedokteran
Eropa. Selain itu, para misionaris dari Portugis banyak yang mendirikan
sekolah-sekolah pada pemuda Jepang diantaranya sekolah SD di Kyushu, SMP di
Kyushu dan Nagoya, sekolah yang mengajarkan Matematika dan Ilmu di Kyoto. Mata
pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah tersebut diantaranya bahasa latin,
bahasa Portugis, Musik barat, Melukis, Memahat, dan sebagainya. Selain mata
pelajaran tersebut ada juga pelajaran bahasa dan sejarah Jepang untuk menarik
minat para pemuda-pemuda Jepang. Tetapi, sekolah-sekolah ini lenyap pada abad
ke-17 disebabkan oleh penindasan besar-besaran kepada agama Nasrani oleh Shogun
Tokugawa.
Pada jaman Edo yaitu kira-kira pertengahan abad ke-18,
pemerintahan memperluas perlindungan terhadap sekolah swasta yang didirikan
oleh Hayashi Razan. Lembaga ini menjadi sebuah lembaga yang diawasi langsung
oleh pemerintah Shogun dan diberi nama Shoheizaka Yakumonzo. Sepanjang waktu
berjalan sekolah-sekolah swasta diberi perlindungan sampai perkembangan menjadi
kira-kira 200 buah. Pada masa ini berkembang sekolah-sekolah yang didirikan di
kuil-kuil yang disebut dengan terakoya.
Pada zaman meiji, sistem pendidikan sekolah modern
jepang berkembang amat pesat. Sekolah-sekolah yang sudah ada diperluas dan
jumlah Terakoya juga bertambah.
Lembaga-lembaga pendidikan swasta kecil menjadi banyak diantaranya Universitas
Keio di Tokyo yang masih bertahan sampai sekarang. Universitas Jepang modern
yang pertama didirikan oleh pemerintah pada tahun 1887 adalah Todai ( singkatan dari Tokyo Daigaku
atau Universitas Tokyo) mengikuti pola sistem sekolah Prancis. Pada zaman ini
Jepang dibagi menjadi 8 ( delapan) daerah akademik.
Jepang
mengalami beberapa pembaruan dalam sistem pendidikan (Kyoiku kaikaku) pada tahun 1946. Pembaruan tersebut diantaranya :
a.
Pendidikan wajib atau gimu kyoiku yang pada tahun 1900 adalah
4 (empat) tahun kemudian pada tahun 1907 berubah menjadi 6 (enam) tahun dan
setelah reformasi pendidikan selanjutnya menjadi 9 (sembilan) tahun.
b.
Waktu belajar disekolah menengah dan
atas yang masing-masing menjadi 3 (tiga) tahun.
c.
Diselenggarakannya sekolah dengan
jenjang yang lebih atas yaitu perguruan tinggi pada tahun 1948.
d.
Berlakunya sistem belajar 5 (lima)
hari untuk SD s/d SMA. Hal ini ditujukan untuk memberikan kesempatan bagi siswa
untuk mendapatkan pengalaman di masyarakat atau untuk lebih bersosialisasi
dengan orang-orang di sekitarnya
A. SEKOLAH DI JEPANG
Pendidikan Jepang mengalami perubahan besar bersamaan
dengan revormasi pendidikan setelah perang dunia II diantaranya system
pendidikan, isi mata pelajaran yang berbeda sama sekali pada waktu sebelum perang dunia II.
System pendidikan di Jepang tidak
berbeda dengan system pendidikan di Indonesia yaitu SD 6 tahun, SMP 3 tahun,
SMA 3 tahun, dan Perguruan Tinggi 4 tahun. Pada umumnya di Jepang sekolah
berdiri dari 3 (tiga) semester dimana semester 1 mulai pada bulan April – Juli,
semester 2 mulai pada bulan September – Desember dan semester 3 pada bulan Januari - Maret.
1.
Pendidikan Prasekolah
Pendidikan prasekolah dibedakan
menjadi dua bentuk, yaitu Kelompok Bermain (KB) atau Play Group (PG) dan Taman
Kanak-Kanak (TK). Play Group (PG)
adalah merupakan fasilitas yang disediakan bagi para orang tua yang bekerja
sehingga tidak dapat mengasuh anaknya di siang hari. Pendaftaran murid baru
dimulai setiap awal Januari. Permohoman untuk masuk ke PG ini dilakukan di
kantor pemerintahan setempat karena terbatasnya jumlah tempat untuk masuk ke
kelompok bermain ini. TK atau yang
disebut youchien bertujuan untuk mengasuh anak-anak usia dini dan memberikan
lingkungan yang layak bagi perkembangan jiwa anak.
2.
Sekolah
Dasar
Sekolah
dasar atau shogakko merupakan sekolah
dasar yang diperuntukkan pada masyarakat jepang
yang selama masa perang dunia bernama kokumin
gakko (sekolah Rakyat). Kemudian beralih nama menjadi shogakko sejak pemerintahan Meijin pada tahun 1947 dalam reformasi pendidikan
setelah perang. Lama sekolah di SD Jepang sama dengan SD di Indonesia, yaitu 6
tahun. Dalam satu sekolah dasar terdapat sekitar 30 hingga 40 orang siswa.
Kurikulum sekolah di Jepang mengikuti tiga aspek, yaitu subjects ( kamoku), pendidikan moral (dotokukyoiku), dan ekstrakurikuler. Pendidikan moral di Jepang berupa bimbingan dan konseling selama satu jam pelajaran dalam seminggu yang dilakukan oleh guru wali kelas. Tidak ada penilaian atau nilai rapor untuk mata
pelajaran ini.
Ekstrakurikuler berupa kegiatan Olahraga, seni, kegiatan OSIS atau Event
sekolah. Kurikulum pendidikan sekolah asal di Jepang
dan di Indonesia jauh berbeda. Untuk siswa SD kelas 1-3, bobot kegiatan
olahraga sangat besar, hampir tiap hari
mata pelajaran olahraga diberikan untuk kegiatan akademik berlagsung dari pukul
8 pagi sampai 3 sore dan diselingi istirahat dan makan siang bersama. Hampir
50% siswa kelas 5 dan 6 pergi ke juku
(semacam les) setelah pulang dari sekolah.
3.
Sekolah
Menengah
Sebelum tahun 1947, sistem pendidikan untuk Sekolah
Menengah dan Atas di Jepang berkisar selama 5 (lima) tahun untuk Sekolah
Menengah dan 2 (dua) tahun untuk Sekolah Atas, tetapi setelah perang tepatnya
tahun 1947 berubah menjadi masing-masing 3 tahun. Siapapun, anak-anak wajib
masuk ke Sekolah sampai jenjang SMP (wajib belajar 9 tahun). Selain SMP negeri
ada juga SMP swasta yang biasanya iuran sekolahnya sangat mahal dan harus
mengikuti tesnya yang lumayan berat.
Kegiatan sekolah dimulai dari pukul 8.50 pagi dan
selesai sekitar jam 4 sore setiap harinya. Makan pun biasanya disediakan dalam
pihak sekolah. Setiap hari setelah selesai pelajaran para siswa membersihkan
ruangan masing-masing bersama-sama dengan guru. Setelah itu, para siswa
mengikuti ekstrakurikuler. Mulai dari olahraga (basket, baseball, bola voli, dsb), musik, melukis dan beberapa
ekstrakurikuler lainnya. Dan baru pulang kerumah sampai jam 7 – 8 malam. Untuk
kegiatan ekstrakurikuler ini ditarik bayaran sesuai dengan kebutuhan. Misalnya,
baju seragam olahraga, sepatu, dll.
Mata pelajaran SMP di Jepang dari Bahasa Inggris (eigo), IPS (shakai), IPA (rika),
Bahasa Jepang (kokugo), Olahraga (tai iku), Musik (Onggaku), Matematika (Shugaku),
Kesenian dan Keterampilan, mulai dari menjahit, memasak, membuat rak buku, dan
sebagainya.
4.
Sekolah
Menengah Atas
Siswa SMA di Jepang tidak mengikuti
Ujian Kelulusan secara nasional, tetapi mengikuti ujian yang diadakan oleh
prefektur tempat di mana sekolah itu berada. Hal tersebut dikarenakan angka Drop Out siswa SMA meningkat di tahun
1990-an sehingga kelulusan hanya berdasarkan dari ujian harian saja.
Jurusan pada SMA di Jepang dikategorikan kedalam
beberapa jenis yaitu jurusan umum (akademis), pertanian, teknik, perdagangan,
perikanan, ekonomi, dan perawatan. Semua jursan tersebut disesuaikan dengan
kurikulum yang berlaku di negara tersebut.
5.
Perguruan
Tinggi
Pada zaman sebelum perang dunia II, jumlah perguruan
tinggi di Jepang sangat sedikit dan yang mengikuti pendidikannya pun terbatas
hanya dari golongan elit saja. Tetapi setelah tahun 1960, banyak orang Jepang yang
melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi sehingga perguruan tinggi pada
waktu itu menjadi sesuatu yang lumrah. Bersamaan dengan itu, jumlah perguruan
tinggi pun bertambah dengan pesat tanpa memperhatikan fasilitas ataupun kondisi
sehingga banyak perguruan tinggi yang fasilitasnya tidak mencukupi atau
perguruan tinggi yang sempit. Selain itu, biaya pun lebih mahal dibandingkan
dengan negara-negara lain.
Seperti di Indonesia, perguruan tinggi di Jepang
terdiri dari perguruan tinggi negeri dan swasta. Perguruan tinggi swasta lebih
banyak dibanding perguruan tinggi negeri. Pada tahun 2002, dari 99 PTN yang
ada, turun menjadi 60. Tetapi karena berkembangnya tanki daigaku (D2) menjadi S1 dan juga bertambahnya perguruan
tunggu baru maka pada tahun 2005 jumlah perguruan tinggi di Jepang mencapai 702
perguruan tinggi. Penduduk Jepang yang berusia 18 tahun terus mengalami
penurunan dari 2.050.000 pada tahun 1991 menjadi 1.370.000 pada tahun 2005
akibatnya ada beberapa perguruan tinggi yang mengalami kebangkrutan.
Ada tiga jenis pendidikan pada Perguruan Tinggi Jepang
:
A.
Universitas
Pada
universitas terdapat pendidikan untuk menempuh gelar sarjana S1 bergelar
Bachelor’s Degree ditempuh selama 4 tahun dan Pascasarjana S2 Master’s Degree
ditempuh selama 2 tahun dan S3 Doctor’s Degree ditempuh selama 5 tahun.
B.
Junior College
Membutuhkan
waktu sekitar tiga hingga 4 tahun masa pendidikan bagi para lulusan SMA. Junior
College cukup memenuhi setengah dari kredit yang harus ditempuh Bachelor’s
Degree.
C.
Technical College
Dapat
diambil bagi calon mahasiswa yang tamat pendidikan SMP. Technical College
menghasilkan lulusan-lulusan tenaga teknisi.
Bagi
mahasiswa asing disajikan lima jenis pemilihan pendidikan yaitu :
1.
Program Sarjana : Ditempuh selama 4
tahun seperti pendidikan pada universitas reguler umumnya sedangkan jurusan
kedokteran harus menempuh pendidikan selama 6 tahun.
2.
Pascasarjana : Terdiri atas program
Master, Doktor, Mahasiswa Peneliti (mahasiswa yang diizinkan selama satu
semester ataupun 1 tahun melakukan penelitian tanpa memperoleh gelar),
Mahasiswa Pendengar, dan Pengumpul Kredit mata kuliah.
3.
Diploma : Menempuh pendidikan selama
2 tahun. 60% dari program ini diperuntukkan bagi pelajar perempuan dan mengajarkan
bidang-bidang seperti kesejahteraan keluarga, sastra, bahasa, kependidikan,
kesehatan, dan kesejahteraan.
4.
Special Training Academy : Merupakan
lembaga pendidikan yang mengajarkan bidang-bidang khusus seperti ketrampilan
dalam membuka usaha dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dengan lama
pendidikan 1-3 tahun.
5.
Sekolah Kejuruan : Program khusus
bagi tamatan SMP dengan masa pendidikan 5 tahun dengan tujuan menghasilkan
teknisi-teknisi yang handal dan mau mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sesuai dengan tuntutan zaman.
B. REFORMASI PENDIDIKAN JEPANG
Menurut Hara Kiyoharu (2007), reformasi pendidikan di
Jepang telah berlangsung tiga kali yaitu, reformasi pada masa restorasi Meiji, reformasi sesudah PD II, dan
reformasi menuju abad 21.
Reformasi pertama pada masa Meiji (1872-1890) membawa
pendidikan di Jepang memasuki masa modern dengan diterapkannya sistem
persekolahan yang terstruktur dan kesempatan luas bagi warganegara untuk
mengakses pendidikan. Tetapi pendidikan pada masa ini masih terkotak-kotak
antara pendidikan elitis dan pendidikan orang kebanyakan. Selanjutnya pada era Taishō (1912-1926) diperkenalkan pula
pendidikan liberal yang dipengaruhi oleh paham liberalism yang berkembang di
Amerika.
Reformasi sesudah perang intinya adalah penerapan
wajib belajar dan penerapan pendidikan demokratis. Dengan adanya pembaharuan
ini, jumlah siswa yang dapat mengakses pendidikan dasar meningkat dan
pendidikan telah berubah dari pendidikan elit menuju pendidikan massal.
Reformasi ketiga dirancang oleh Chuuoukyouikusingikai
dan Rinjikyouikusingikai, yaitu Tim Khusus yang ditunjuk oleh Perdana
Menteri untuk membantu mencarikan pemecahan permasalahan pendidikan yang akan
diusulkan kepada PM dan diterapkan oleh Menteri Pendidikan. Tahun 2001
Kementrian Pendidikan Jepang mengeluarkan rencana reformasi pendidikan di
Jepang yang disebut sebagai “Rainbow Plan”.
1)
Mengembangkan
kemampuan dasar scholastic siswa dalam model pembelajaran yang menyenangkan.
Ada 3 pokok arahan yaitu, pengembangan kelas kecil terdiri dari 20 anak per
kelas, pemanfaatan IT dalam proses belajar mengajar, dan pelaksanaan evaluasi
belajar secara nasional.
2)
Mendorong
pengembangan kepribadian siswa menjadi pribadi yang hangat dan terbuka melalui
aktifnya siswa dalam kegiatan kemasyarakatan, juga perbaikan mutu pembelajaran
moral di sekolah.
3)
Mengembangkan
lingkungan belajar yang menyenangkan dan jauh dari tekanan, diantaranya dengan
kegiatan ekstra kurikuler olah raga, seni, dan sosial lainnya.
4)
Menjadikan
sekolah sebagai lembaga yang dapat dipercaya oleh orang tua dan
masyarakat. Tujuan ini dicapai dengan menerapkan sistem evaluasi sekolah
secara mandiri, dan evaluasi sekolah oleh pihak luar, pembentukan school
councillor, komite sekolah yang beranggotakan orang tua, dan pengembangan
sekolah berdasarkan keadaan dan permintaan masyarakat setempat.
5)
Melatih
guru untuk menjadi tenaga professional, salah satunya dengan pemberlakuan
evaluasi guru, pemberian penghargaan dan bonus kepada guru yang berprestasi,
juga pembentukan suasana kerja yang kondusif untuk meningkatkan etos kerja
guru, dan pelatihan bagi guru yang kurang cakap di bidangnya.
6)
Pengembangan
universitas bertaraf internasional.
7)
Pembentukan
filosofi pendidikan yang sesuai untuk menyongsong abad baru, melalui reformasi
konstitusi pendidikan kyouiku kihon hou) (MEXT, 2006).
Perubahan Jepang menjadi negara industri membawa
dampak yang sangat besar dalam masyarakatnya. Negara Jepang yang mengalami
kekalahan dalam PD II dan pada dasarnya tidak memiliki sumber daya alam yang
memadai terpacu untuk membangun negerinya secara besar-besaran. Dapat dikatakan
bahwa generasi kunci kemajuan Jepang adalah generasi yang lahir pada masa
perang, atau kira-kira berumur 25-30 tahunan pada tahun 60-70an. Mereka
mewarisi jiwa gambarism pendahulunya yang sukses menaklukkan beberapa
negara di Asia.
Era 60-an
ditandai pula sebagai era shinkansen,
transportasi super cepat. Rel-rel dibangun melintasi wilayah Jepang sekalipun
pada waktu itu banyak sekali protes dari masyarakat. Tetapi proyek shinkansen akhirnya membawa kemajuan
ekonomi Jepang semakin pesat, sekaligus meningkatnya kompetisi dalam masyarakat
Jepang yang semula dikenal sangat homogen.
Sejak
periode Restorasi Meiji (1868-1912), Jepang mulai menganut ekonomi pasar bebas
dan mengadopsi kapitalisme model Amerika Serikat. Sistem pendidikan barat
diterapkan di Jepang, dan ribuan orang Jepang dikirim ke Amerika Serikat dan
Eropa untuk belajar kemudian mengaplikasikannya untuk pembangunan Jepang hingga
bisa seperti sekarang. Saat ini Jepang sudah menjadi salah satu negara dengan
perekonomian terkuat di Asia bahkan di dunia. Politik Luar Negeri yang
dilakukan Jepang merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilannya
saat ini. Ada 2 faktor Politik Luar Negeri Jepang Modern saat ini yaitu:
Sejarah dan Ideologi; Industri dan Perdagangan.
C. ANAK BERBAKAT DI JEPANG
Di Jepang, pada masa Tokugawa (1604), anak-anak desa
yang miskin diberikan pelajaran untuk mampu bersikap setia, patuh, rendah hati,
dan tekun. Anak-anak samurai dididik dengan mata pelajaran di bidang Konfusius
klasik, seni sejarah, komposisi, kaligrafi, nilai, moral dan etika. Anak dari
masyarakat kebanyakan yang berbakat dan anak samurai yang berbakat memperoleh
pendidikan khusus yang sama.
Setelah perang dunia kedua, pendidikan di Jepang
direformasi. Pendidikan anak berbakat menjadi hal yang tabu, dan tidak ada
program pemerintah yang khusus untuk memunculkan anak berbakat. Perlakuan
khusus seperti meloncat kelas di Jepang jarang ditemukan. Kelas khusus untuk
anak berbakat juga tidak ada sama sekali. Pada umumnya, orang tua dan guru
tidak setuju adanya perlakuan khusus bagi anak berbakat. Mereka melihat hal ini
merupakan tindakan yang tidak adil bagi anak-anak lain karena filsafat egaliter
yang mereka anut. Guru juga tidak menyukai adanya anak berbakat di kelas yang
mereka ajar. Guru lebih menyenangi murid yang bekerja keras dan tekun.
Jepang terkenal dengan derajat keunggulan suatu SMA
sesuai dengan jumlah anak murid dari SMA tersebut yang dapat diterima di
Universitas yang bagus di Jepang. Sementara itu, SMA swasta di Jepang lebih
memberikan perhatian pada perbedaan individual dan pengembangan program yang
mendukung keberbakatan. Dalam dua dekade terakhir, kementerian pendidikan
Jepang telat mengenalkan beberapa kurikulum yang fleksibel pada SMA.
Kursus-kursus akademik dikurangi sehingga murid-murid dapat lebih mengejar
minat mereka sendiri.
Pada tahun-tahun sekarang ini, pendidikan anak
berbakat telah berubah dan diterapkan di negara Jepang, Jepang telah menggunakan "Sistem Nasional Pendidikan Universal"
untuk mengidentifikasi anak berbakat. Cara yang dilakukan adalah dengan sistem
kompetisi yang amat ketat untuk memasuki lembaga - lembaga yang prestisius.
Disamping itu pelayanan anak berbakat dilakukan melalui kegiatan ekstra
kurikuler dan pengelompokan
SEJARAH
PENDIDIKAN DI INDONESIA
A. LANDASAN
HISTORIS PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA
Pendidikan
di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Pendidikan itu telah ada
sejak zaman kuno/tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh agama Hindu dan
Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahan, dan zaman merdeka (Pidarta.
2007). Mudyahardja (2008) dan Nasution (2008) menguraikan masing-masing zaman
tersebut secara lebih terperinci. Berikut ini adalah uraian dan rincian
perjalanan sejarah pendidikan Indonesia:
1. Zaman Pengaruh Hindu dan Budha
Hinduisme dan Budhisme datang ke
Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan Budhisme merupakan dua agama yang
berbeda, namun di Indonesia keduanya memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu
keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan Budha sebagai satu
sumber Yang Maha Tinggi. Dengan demikian tulisan pada lambang Negara Indonesia
yaitu Bhinneka Tunggal Ika, secara etimologis/asal berasal dari sangsekerta
yang merupakan keyakinan kedua agam tersebut (Mudyahardja, 2008: 215).
Tujuan pendidikan pada masa lebih merupakan sebagai
wadah untuk menyeberkan agama tersebut. Pendidikan dilaksanakan dalam rangka
penyebaran dan pembinaan kehidupan bergama Hindu dan Budha. Pendidikan
pada zaman ini, selain diselenggarakan di dalamkeluarga dan didalam kehidupan
keseharian masyarakat, juga diselenggarakan di dalam lembaga pendidikan yang
disebut Perguruan (Paguron) atau Pesantren. Hal ini sebagaimana
telah berlangsung di kerajaan Tarumanegara dan Kutai. Pada awalnya yang menjadi
pendidik (guru atau pandita) adalah kaum Brahmana, kemudian lama
kelamaanpara empu menjadi guru menggantikan kedudukan para Brahmana.Terdapat
tingkatanguru: pertama, guru (perguruan) keraton, di sini yang menjadi
murid-muridnya adalah para anak raja dan bangsawan; kedua adalah guru
(perguruan) pertapa, di sini yang menjadi murid-muridnya berasal dari
kalangan rakyat jelata. Namun demikian para gurupertapa juga biasanya selektif
dalam menerima seseorang untuk menjadi muridnya. Ini antara lain merupakan
implikasi dari feodalisme yang berkembang saat itu. Pendidikanbersifat
aristokratis, artinya masih terbatas hanya untuk minoritas yaitu anak-anak
kasta Brahmana dan Ksatria, belum menjangkau masyarakat mayoritas, yaitu
anak-anak kasta Waisya dan Syudra, apalagi bagi anak-anak dari kasta Paria.
Pada zaman ini pengelolaan pendidikan bersifat otonom, artinya para pemimpin
pemerintahan (para raja) tidak turut campur mengenai pengelolaan pendidikan,
pengelolaan pendidikan bersifat otonom di tangan para guru atau pandita.
Kurikulum pendidikannyameliputi
agama, bahasa sansekerta termasuk membaca dan menulis (huruf Palawa), kesusasteraan,
keterampilan memahat atau membuat candi, dan bela diri (ilmu berperang). Sesuai
dengan jenis lembaga pendidikannya (perguruan), maka metode atau cara-cara
pendidikannya pun adalah “Sistem Guru Kula”. Dalam sistem ini murid
tinggal bersama guru di rumah guru atau asrama, murid mengabdi dan sekaligus
belajar kepada guru.
Pada
periode ini sebenarnya indonesia mengalami perubahan yang signifikan dalam dunia
pendidikan. Bagaimana tidak, Hinduisme dan Budhisme membawa misi
dibidang pendidikan sehingga membawa perubahan bagi kedupan masyarakat
indonesia. periode ini menjadi awal pencerahan di dunia pendidikan bagi
masyarakat indonesia. pemerintah seharusnya belajar dari periode ini untuk
membangun pendidikan indonesia kedepannya. Sebab, pada periode ini karakter
bangsa mulai tampak dengan alkulturasi budaya yang dibawa oleh agama Hindu dan
Budha. “Sistem Guru Kula” dengan murid tinggal bersama
guru di rumah guru atau asrama, murid mengabdi dan sekaligus belajar kepada guru
masih relevan dengan kondisi seperti sekarang ini. Di asrama siswa dilatih
untuk bekerja sama sekaligus meningkatkan kemandirian dalam sebuah kehidupan.
2. Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
Islam mulai masuk ke Indonesia pada
akhir abad ke-13 dan mencakup sebagian besar Nusantara pada abad ke-16.
Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sejalan dengan perkembangan
penyebaran Islam di Nusantara, baik sebagai agama maupun sebagai arus
kebudayaan (Mudyahardja, 2008 :221). Pendidikan Islam pada zaman ini disebut
Pendidikan Islam Tradisional.
Tujuan pendidikan pada
zaman kerajaan Islam diarahkan agarmanusia bertaqwa kepada Allah S.W.T.,
sehingga mencapai keselamatan di dunia dan akhirat melalui “iman, ilmu dan
amal”. Selain berlangsung di dalam keluarga, pendidikan berlangsung di
lembaga-lembaga pendidikan lainnya, seperti: di langgar-langgar, mesjid, dan
pesantren. Lembaga perguruan atau pesantren yang sudah ada sejak zaman Hindu-Budha
dilanjutkan oleh para wali, ustadz, dan atau ulama Islam. Kurikulumpendidikannya
tidak tertulis (tidak ada kurikulum formal). Pendidikan berisi tentang tauhid
(pendidikan keimanan terhadap Allah S.W.T.), Al-Qur’an, hadist, fikih, bahasa Arab
termasuk membaca dan menulis huruf Arab.
Pendidikan Islam Tradisional ini tidak diselenggarakan
secara terpusat, namun banyak diupayakan secara perorangan melalui para
ulamanya di suatu wilayah tertentu dan terkoordinasi oleh para wali di Jawa,
terutama Wali Sanga.Sedangkan di luar Jawa, Pendidikan Islam yang
dilakukan oleh perseorangan yang menonjol adalah di daerah Minangkabau (Mudyahardja,
2008: 228).
Walaupun sistem pendidikan pada periode
ini tidak tertulis (tidak formal) tetapi pada tahap pelaksanaannya berjalan
secara maksimal. Pendidikan berisi tentang tauhid (pendidikan keimanan terhadap
Allah S.W.T.), Al-Qur’an, hadist, fikih, bahasa Arab termasuk membaca dan
menulis huruf Arab. Hal ini sangat penting untuk kehidupan umat islam secara
khusus dan kehidupan bernegara secara umum. Seharusnya pendidikan agama semacam
ini harus betul-betul dilaksanakan secara maksimal bukan hanya sekedar
formalitas. Seiring dengan dekadensi moral yang terjadi dikalangan pelajar,
sudah saatnya pemerintah menjalankan pendidikan agama secara maksimal untuk
mengimbangi perilaku yang menyimpang dari generasi penerus bangsa.
3. Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita
menguasai perdagangan dan perniagaan Timur-Barat dengan cara menemukan jalan
laut menuju dunia Timur serta menguasai bandar-bandar dan daerah-daerah
strategis yang menjadi mata rantai perdagaan dan perniagaan (Mudyahardjo, 2008:
242).
Di samping mencari kejayaan (glorious)
dan kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke Timur (termasuk
Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka anut, yakni Katholik (gospel).
Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat rempah-rempah
itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah akibat peperangan dengan
raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda pada tahun 1605
(Nasution, 2008: 4). Dalam setiap operasi perdagangan, mereka menyertakan para
paderi misionaris Paderi yang terkenal di Maluku, sebagai salah satu pijakan
Portugis dalam menjalankan misinya, adalah Franciscus Xaverius dari orde
Jesuit.
Orde ini didirikan oleh Ignatius
Loyola (1491-1556) dan memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang
lebih besar dari Tuhan (Mudyahardja, 2008: 243). Yang dicapai dengan tiga cara:
memberi khotbah, memberi pelajaran, dan pengakuan. Orde ini juga mempunyai
organisasi pendidikan yang seragam: sama di mana pun dan bebas untuk semua.
Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama
(Nasution, 2008: 4).
Sedangkan pengaruh Kristen berasal
dari orang-orang Belanda yang datang pertama kali tahun1596 di bawah pimpinan
Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah. Untuk
menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda mendirikan suatu
kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische Compagnie) atau
Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602 (Mudyahardja, 2008: 245).
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah
membiarkan terselenggaranya Pendidikan Tradisional di Nusantara, mendukung
diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan menyebarkan agama Kristen.
Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan di bagian timur
Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat
administrasi colonial. Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan
menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme (Nasution, 2008: 4-5).
Pada periode ini, pendidikan menjadi
alat untuk menyebarkan agama katholik. Namun perlu diakui pula bahwa ini
berdampak positif bagai masyarakat indonesia.
pada masa itu banyak siswa indonesia yang mengenyam pendidikan terutama
indonesia bagian timur. Sampai sekarang pun sekolah-sekolah yang mengedepankan
nilai-nilai kekristenan masih menjadi sekolah favorit di daerah indonesia
timur. Melihat perkembangan ini, pemerintah indonesia semestinya memberikan
suport kepada sekolah-sekolah sewasta dengan memberi bantuan dana. Sekolah
sewasta jangan sampai dianaktirikan di dunia pendidikan indonesia.
4. Zaman Kolonial Belanda
Sebagai kelanjutan dari zaman VOC,
pendidikan pada zaman pemerintahankolonial Belanda pun mengecewakan bangsa
Indonesia. Kebijakan dan praktekpendidikan pada zama ini antara lain:
1)
Tahun 1808 Gubernur Jenderal Daendels memerintahkan agar para bupati di
PulauJawa menyebarkan pendidikan bagi kalangan rakyat, tetapi kebijakan ini
tidak terwujud.
2)
Tahun 1811-1816 ketika pemerintahan di bawah kekuasaan Raffles pendidikan bagirakyat
juga diabaikan.
3)
Pada tahun
1816 VOC ambruk dan pemerintahan dikendalikan oleh para Komisaris JendralC.G.C.
Reindwardt menghasilkan Undang-undang Pengajaran yang dianggap sebagai dasar
pendirian sekolah, tetapi Peraturan Pemerintah yang menyertainya yang dikeluarkan
tahun 1818 tidak sedikit pun menyangkut perluasan pendidikan bagi rakyat Indonesia,
melainkan hanya berkenaan dengan pendidikan bagi orang-orang Belanda dan
golongan Pribumi penganut Protestan.Ide-ide liberal aliran Ufklarung
atau Enlightement, yang mana mengatakan bahwa pendidikan adalah alat
untuk mencapai kemajuan ekonomi dan social,banyak mempengaruhi mereka
(Nasution, 2008: 8).
4)
Selanjutnya, di bawah Gubernur Jenderal Van den Bosch dikeluarkan kebijakan Culturstelsel
(Tanam Paksa) demi memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya bagiBelanda.
Karena untuk hal ini dibutuhkan tenaga kerja murah atau pegawai rendahanyang
banyak, maka tahun 1848 Gubernur Jenderal diberi kuasa untuk menggunakan dana
anggaran belanja negara sebesar f 25.000 tiap tahunnya untuk mendirikan sekolah-sekolah
di Pulau Jawa dengan tujuan mengahasilkan tenaga kerja murah atau pegawai
rendahan. Pada tahun 1849-1852 didirikan 20 sekolah (di tiap keresidenan).Namun
sekolah ini hanya diperuntukan bagi anak-anak Pribumi golongan priyayi/bangsawan,
sedangkan anak-anak rakyat jelata tidak diperkenankan. Penyelenggaraan
pendidikan bagi kalangan bumi putera yang dicanangkan sejak 1848 mengalami
hambatan karena kekurangan guru dan mengenai bahasa pengantarnya. Maka pada
tahun 1852 didirikanlah Kweekschool (sekolah guru) pertama di Surakarta,
dan menyusul di kota-kota lainnya. Sekolah ini pun hanyalah untuk anakanak golongan
priyayi.
5)
Pada
tahun 1863 dan 1864 keluar kebijakan bahwa penduduk pribumi pun bolehditerima
bekerja untuk pegawai rendahan dan pegawai menengah di kantor- kantordengan
syarat dapat lulus ujian. Syarat-syarat ini ditetapkan oleh putusan Raja
padatgl. 10 September 1864. Demi kepentingan itu di Batavia didirikanlah
semacamsekolah menengah yang disempurnakan menjadi HBS (Hogere Burger
School).
6)
Tahun 1867 didirikan Departemen Pengajaran Ibadat dan Kerajinan.
7)
Tahun 1870 UU Agraris dari De Waal yang memberikan kesempatan kepada
pihakpartikelir untuk melaksanakan usaha di bidang pertanian
mengakibatkanmeningkatnya kebutuhan akan pegawai. Hal ini berimplikasi pada
perluasan sekolah.
8)
Tahun 1893 keluar kebijakan diferensiasi sekolah untuk Bumi Putera, yaitu
SekolahKelas I untuk golongan priyayi, sedangkan Sekolah Kelas II untuk
golongan rakyatjelata.
9) Pada
tahun 1899 terbit sebuah atrikel oleh Van Deventer berjudul Hutang
Kehormatan dalam majalah De Gids. Ia menganjurkan agar
pemerintahnnya lebih memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia. Ekspresi ini
kemudian dikenal dengan Politik Etis dan bertujuan meningkatkan
kesejahteraan rakyat melalui irigasi, transmigrasi, reformasi, pendewasaan,
perwakilan yang mana semua ini memerlukan peranan penting pendidikan Di samping
itu, Van Deventer juga mengembangkan pengajaran bahasa Belanda. Menurutnya,
mereka yang menguasai Belanda secara kultural lebih maju dan dapat menjadi
pelopor bagi yang lainnya (Nasution, 2008: 16-17).
9)
Setelah dilaksanakannya Politik Etis, pada tahun 1907 Gubernur Jenderal
Van Heutszmengeluarkan kebijakan tentang pendidikan Bumi Putera: pertama,
mendirikanSekolah Desa yang diselenggarakan oleh Desa, bukan oleh Gubernemen.
Biaya dsb.menjadi tanggung jawab pemerintah desa; kedua, memberi corak sifat
ke-Belanda-anpada Sekolah Kelas I. Maka tahun 1914 Sekolah Kelas I diubah
menjadi HIS(Holands
Inlandse School) 6 tahun dengan bahasa pengantar
bahasa Belanda.Sedangkan Sekolah Kelas II tetap bernama demikan atau disebut Vervoleg
School(sekolah sambungan) dan merupakan lanjutan dari Sekolah Desa yang
didirikan mulaitahun 1907. Akibat dari hal ini, maka anak-anak pribumi
mengalami perpecahan,golongan yang satu merasa lebih tinggi dari yang lainnya.
10) Sejak
dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang
pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat ini
meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain
anak-anak Indonesia yanorang tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, telah
menimbulkan elite intelektual baru.Golongan baru inilah yang kemudian berjuang
merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat
kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada
tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun
1928.Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei dengan Indonesisch
Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai
Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik
anak-anak agar bisa mandiri dengan jiwa merdeka (Pidarta, 2008: 125-33).
11)
Pada tahun 1930-an usaha perluasan pendidikan bagi Bumi Putera
mengalamihambatan. Surat Menteri Kolonial Belanda Colijn kepada Gubernur
Jenderal de Jongepada 10 Oktober 1930 menyatakan bahwa perluasan sekolah negeri
jajahan terutamauntuk kaum Bumi Putera akan sulit karena kekurangan dana.
Dalam
periode pemerintahan kolonial Belanda, betapa kecilnya usaha-usahapendidikan
bagi kalangan Bumi Putera. Sampai akhir tahun 1940 jumlah pendudukbangsa
Indonesia 68.632.000, sedangkan yang bersekolah hanya 3,32%.
Ciri-ciri pendidikan.
Ciri-ciri pendidikan zaman ini antara lain: pertama,minimnya partisipasi
pendidikan bagi kalangan Bumi Putera, pendidikan umumnyahanya diperuntukan bagi
bangsa Belanda dan anak-anak bumi putera dari golongan priyayi; kedua, pendidikan
bertujuan untuk menghasilkan tenaga kerja murah atau pegawai rendahan.
Tilaar (1995) mengemukakan lima ciri
pendidikan zaman kolonial Belanda, yaitu:1) Adanya Dualisme pendidikan,
yaitu pendidikan untuk bangsa Belandayang dibedakan dengan pendidikan untuk
kalangan Bumi Putera; 2) Sistem Konkordansi,yaitu pendidikan di daerah
jajahan diarahkan dan dipolakan menurut pendidikan di Belanda. Bagi Bumi Putera
hal ini di satu pihak memberi efek menguntungkan, sebab penyelenggaran
pendidikan menjadi relatif sama, tetapi dipihak lain ada efek merugikan dalam
hal pembentukan jiwa kaum Bumi Putera yang asing dengan budaya dan bangsanya
sendiri; 3) Sentralisasi pengelolaan pendidikan oleh pemerintahan
kolonial Belanda; 4) Menghambat gerakan nasional; dan 5) Munculnya
perguruan swasta yangmilitan demi perjuangan nasional (kemerdekaan).
Pendidikan pada periode ini terjadi
dikotomi antara anak-anak priyayi dan anak-anak pribumi. Namun demikian kian
kita perlua apresiasi kepada masyarakat indonesia sasat ini yang menggunkan
kesempatan ini untuk belajar demi merebut kemerdekaan indonesia. semangat
bangsa indonesia pada saat ini mestinya menjadi contoh untuk kita dalam mengisi
kemerdekaan indonesia disaat ini. Belajar dari periode ini, pemerintah harus
meningkatkan jumlah sekolah-sekolah agar terjadi pemerataan antara indonsia
bagian barat dan timur. Sehingga, kesan terjadinya dikotomi antara pendidikan
indonesia bagian barat dan timur tidak terjadi lagi. Dengan demikian
pembangunan dapat berjalan secara merata dan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
5. Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam
masa penjajahan Jepang tetap berlanjut sampai cita-cita untuk merdeka tercapai.
Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa
Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan semangat 45 di hati
mereka.Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di
Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan
dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi
semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan
oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan
dalam pergaulan sehari-hari.
Namun demikian, hanya satu jenis sekolah
rendah diadakan bagi semua lapisan masyarakat, yaitu: Sekolah Rakyat 6 tahun (KokuminGakko).
Sekolah Desa masih tetap ada dan namanya diganti menjadi Sekolah Pertama.
Susunan jenjang sekolah menjadi:
a. Sekolah
Rakyat 6 tahun (termasuk Sekolah Pertama).
b. Sekolah
Menengah 3 tahun.
c. Sekolah
Menengah Tinggi 3 tahun.
d. Perguruan
Tinggi.
Sistem Pendidikan menjadi lebih merakyat
(populis). Sebagaimana dikemukakan di atas, pada prinsipnya terjadi perubahan
bahwa sekolah menjadi terbuka bagi semua lapisan masyarakat (“Demokrasi
Pendidikan”). Hapusnya sistem Konkordansi dan masuknya sistem baru
yang relatif lebih praktis dan terarah bagi kebutuhan masyarakat, meskipun
kepraktisan tersebut lebih berarti untuk keperluan kemenangan perang Jepang.
Selain itu bahasa Indonesia pertama kalinya dijadikan bahasa pengantar di
sekolah dan dijadikan bahasa ilmiah, di samping tentunya bahasa
Jepang. Sedangkan bahasa Belanda dilarang
untuk digunakan (H.A.R. Tilaar, 1995).
Hal ini mempermudah bangsa Indonesia
untuk merealisasi Indonesia merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita
bangsa Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan
kepada dunia.
Sistem pendidikan pada periode ini
seolah membawa angin segar bagi bangsa indonesia saat itu. Pendidikan menjadi
lebih merakyat, sehingga semua lapisan masyrakat dapat mengenyam pendidikan.
Pendidikan di indonesia semestinya memperhatikan hal-hal praktis
(pengaplikasian). Pemerintah indonesia harus merumuskan sistem pendidikan yang
berbasis nilai-nilai tanpa harus meninggalkan hal-hal praktis. Dengan demikian
pendidkan indonesia mampu menjawab persoalan-persoalan kemajuan zaman dengan
nilai-nilai tradisi bangsa sebagai arahan berkehidupan.
6. Zaman Kemerdekaan (Awal)
Setelah Indonesia merdeka,
perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti sampai di sini karena
gangguan-gangguan dari para penjajah yang ingin kembali menguasai Indonesia
datang silih berganti sehingga bidang pendidikan pada saai itu bukanlah
prioritas utama karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah bagaimana
mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih dengan perjuangan yang amat berat.
Pada masa ini pendidikan indonesia
Tujuan pendidikan belum dirumuskan
dalam suatu undang-undang yang mengatur pendidikan. Sistem persekolahan di
Indonesia yang telah dipersatukan oleh penjajah Jepang terus disempurnakan.
Namun dalam pelaksanaannya belum tercapai sesuai dengan yang diharapka bahkan
banyak pendidikan di daerah-daerah tidak dapat dilaksanakan karena faktor
keamanan para pelajarnya. Di samping itu, banyak pelajar yang ikut serta
berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak dapat bersekolah.
Pendidikan pada periode ini belum
berjalan secara maksimal, walaupun sistem pendidikan terus disempurnakan.
Dengan demikian periode ini arah pendidikan belum terlihat secara jelas.
Pemerintah indonesia pada saat itu seharus sudah menyiapkan langkah-langkah
kongrit untuk membangun indonesia melalui dunia pendidikan. Pemerintah masa
kini harus tetap konsisten untuk menyempurnakan sistem pendidikan yang sesuia
dengan kebutuhan bangsa. Undang-undang pendidikan harus dilaksakan sebagai mana
mestinya tanpa harus diskriminasi. Melaksanakan undang-undang pendidikan baik
itu sistem, anggaran, pelaksanaan harusnya berjalas secara tepat dan benar.
7. Zaman ‘Orde Lama’
Setelah gangguan-gangguan itu
mereda, pembangunan untuk mengisi kemerdekaan mulai digerakkan. Pembangunan
dilaksanakan serentak di berbagai bidang, baik spiritual maupun
material.Setelah diadakan konsolidasi yang intensif, sistem pendidikan
Indonesia terdiri atas: Pendidikan Rendah, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan
Tinggi. Dan pendidikan harus membimbing para siswanya agar menjadi warga negara
yang bertanggung jawab. Sesuai dengan dasar keadilan sosial, sekolah harus
terbuka untuk tiap-tiap penduduk negara.
Di samping itu, Pendidikan Nasional
zaman ‘Orde Lama’ adalah pendidikan yang dapat membangun bangsa agar mandiri
sehingga dapat menyelesaikan revolusinya baik di dalam maupun di luar;
pendidikan yang secara spiritual membina bangsa yang ber-Pancasila dan melaksanakan
UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia, dan
merealisasikan ketiga kerangka tujuan Revolusi Indonesia sesuai dengan Manipol
yaitu membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah dari Sabang
sampai Merauke, menyelenggarakan masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan
makmur, lahir-batin, melenyapkan kolonialisme, mengusahakan dunia baru, tanpa
penjajahan, penindasan dan penghisapan, ke arah perdamaian, persahabatan
nasional yang sejati dan abadi (Mudyahardja, 2008: 403).
Pendidikan pada periode ini
mengalami perubahan yang signifikan. Sistem serta tujuan pendidika telah
dirumuskan secara jelas. Pendidikan harusnya mampu menerapkan nilai-nilai
spritual serta menjadi manifestasi dalam membangun bangsa dan negara.
Pemerintah harusnya mensingkronkan tujuan pendidikan dan tujuan berkehidupan
bangsa dan negara. Dengan demikian pendidikan menjadi motor penggerak
pembangunan bangsa.
8. Zaman ‘Orde Baru’
Orde Baru dimulai setelah penumpasan
G-30S pada tahun 1965 dan ditandai oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen. Haluan penyelenggaraan pendidikan dikoreksi dari
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama yaitu dengan menetapkan
pendidikan agama menjadi mata pelajaran dari sekolah dasar sampai dengan
perguruan tinggi.
Menurut Orde Baru, pendidikan adalah
usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam sekolah dan
di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam
lingkungan rumahtangga, sekolah dan masyarakat (Mudyahardjo, 2008 : 422, 433).
Pendidikan pada masa memungkinkan adanya penghayatan dan pengamalam Pancasila
secara meluas di masyarakat, tidak hanya di dalam sekolah sebagai mata
pelajaran di setiap jenjang pendidikan (Mudyahardjo, 2008: 434).
Di samping itu, dikembangkan
kebijakan link and match di bidang pendidikan. Konsep keterkaitan dan
kepadanan ini dijadikan strategi operasional dalam meningkatkan relevansi
pendidikan dengan kebutuhan pasar (Pidarta, 2008: 137-38). Inovasi-inovasi pendidikan
juga dilakukan untuk mencapai sasaran pendidikan yang diinginkan. Sistem
pendidikannya adalah sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah pusat.
Namun demikian, dalam dunia
pendidikan pada masa ini masih memiliki beberapa kesenjangan. Buchori dalam
Pidarta (2008: 138-39) mengemukakan beberapa kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan
okupasional (antara pendidikan dan dunia kerja), (2) kesenjangan akademik
(pengetahuan yang diperoleh di sekolah kurang bermanfaat dalam kehidupan
sehari-hari), (3) kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak menekankan pada
pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan ilmu dan
teknologi), dan (4) kesenjangan temporal (kesenjangan antara wawasan yang
dimiliki dengan wawasan dunia terkini).
Namun demikian keberhasilan
pembangunan yang menonjol pada zaman ini adalah (1) kesadaran beragama dan
kenagsaan meningkat dengan pesat, (2) persatuan dan kesatuan bangsa tetap
terkendali, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga meningkat (Pidarta, 2008: 141).
Pada periode ini pendidikan di
indonesia seakan berjalan di tempat. Hal
ini dibuktikan dengan berbagai kesenjang di dunia pendidikan indonesia.
pemerintahan yang otoriter menghambat krativitas dalam mengembangkan pendidikan
yang lebih modern. Pendidikan menjadi kaku tanpa perubahan yang berarti.
Belajar dari jaman orde baru, pemerintah harus memberikan ruang gerak yang
cukup kepada para ahli untuk mencari sistem pendidikan terbaik di Indonesia.
pendidikan harus dipisahkan dari aktivitas politik pragmatis yang merusak wajah
pendidikan indonesia.
9. Zaman ‘Reformasi’
Selama Orde Baru berlangsung, rezim
yang berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada
yang berani melakukan pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki
motor politik yang sangat kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai
terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan
sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyaampaikan pendapatnya
(Pidarta, 2008: 143).
Begitu Orde Baru jatuh pada tahun
1998 masyarakat merasa bebas bagaikan burung yang baru lepas dari sangkarnya
yang telah membelenggunya selama bertahun-tahun. Masa Reformasi ini pada
awalnya lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang
jelas.Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran bertambah
banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi semakin hebat dan
semakin sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada
perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan
mengubah system pendidikan sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu
kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu
peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi
pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life
Skills (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality Management).
Pendidikan pada zaman reformasi
belum menemukan formulasi sistem yang tepat sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Terjadi distorsi nilai-nilai budaya dalam dunia pendidikan, dengan melihat
mental kaum pelajar yang semakin buruk. Pendidikan semestinya menekankan pada
nilai-nilai budaya dengan terus meningkatkan persaingan di bidang teknologi.
Oleh sebab itu pemerintah harus menentukan sistem pendidikan yang mampu
mengakomodasi nilai kebudayaan serta kebutuhan pada tataran pengaplikasian.
B.
PERSOALAN PENDIDIKAN KEKINIAN
DITINJAU DARI HISTORIS.
Pendidikan indonesia
mengalami berbagai proses dari masa ke masa. Proses yang begitu panjang
mengantarkan pendidikan indonesia pada tahap penting dalam mengisi kemerdekaan
dinegeri ini. Perlu disadari bahwa pendidikan menjadi wadah utama untuk
memperdayaakan masyarakat untuk ikut ambil bagian dalam pembangunan bangsa ini.
Pendidikan menjadi motor utama dalam menggerakan kemajuan suatu bangsa.
Indonesia dan negara-negara lainnya pada tahap awal
perkembangan ekonomi mereka telah mengembangkan sistem pendidikan yang baik dan
berdasarkan kebudayaan tradisional. Pada masa kolonial, sistem pendidikan
berkembang dengan berdasar pada sistem pendidikan sebelumnya ini. Pada masa
modern seperti sekarang, sistem pendidikan yang berlaku juga berdasarkan
pengembangan dari sistem pendidikan kolonial (Williams, 1977: 17).
Dengan kata lain, tinjauan landasan sejarah atau
historis Pendidikan Nasional Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu atau
pandangan retrospektif (Buchori, 1995: 7). Pandangan ini melahirkan studi-studi
historis tentang proses perjalanan pendidikan nasional Indonesia yang terjadi
pada periode tertentu di masa yang lampau.
Perjalanan sejarah pendidikan di tanah air yang sangat
panjang, bahkan semenjak jauh sebelum kita menacapai kemerdekaan pada tahun
1945, baik sebagai aktivitas intelektualisasi dan budaya maupun sebagai alat
perjuangan politik untuk membebaskan bangsa dari belenggu kolonialisme, telah
diwarnai oleh bermacam-macam corak (Sigit, 1992: 11) .
Belajar dari histroris yang
ada, pendidikan semesti mengalami perubahan yang positif sesuai dengan
kebutuhan masyarakat global. Dengan demikian, masyarakat mampu menyesuaikan
diri terhadap tuntutan zaman yang semakin kompleks ini. Adapun beberapa catatan
terkait dengan pendidikan yang ada di indonesia jika kita belajar dari historis
yang ada, yaitu:
1.
Fasilitas pendidikan yang kurang
memadai
Tak dapat dipeungkiri 70 tahun
indonesia merdeka ternyata fasilatas pendidikan masih kurang memadai. Jumlah
sekolah dan ruang kelas yang terbatas mengindikasikan bahwa pendidikan di
indonesia masih jauh dibawah harapan kita. Fasilitas lain seperti buku, lab,
komputer yang kurang mendukung membuat peserta didik sulit untuk melaksananakn
pembelajaran. pendidikan yang kurang merata menjadi point penting pemerintah
untuk memperbaikinya.
2.
Kekurangan tenaga pengajar
Tenaga pengajar menjadi faktor
penting dalam proses pembelajaran. Kekurangan tenaga pengajar terutama di
daerah terpencil menjadi kendala tersendiri dalam dunia pendidikan di republik
ini. Walaupun sudah banyak program yang dilakukan pemerintah demi mengatasi
persolan tenaga guru ini ternyata
hasilnya belum memuaskan. Masih banyak tenaga pendidik yang kurang
berminat untuk bekerja di daerah terpencil karena akses informasi dan
tranportasi yang sulit. Kondisi semacam ini menamba daftar persolana pendidikan
di Indonesia.
3.
Sistem pendidikan yang belum matang
Sistem pendidikan indonesia terasa
masih belum menemukan konsep yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini
sangat terlihat jelas dari gonta-ganti kurikulum yang kental dengan nuansa
politik. Mengapa tidak?? Hampir setiap pergantian menteri pendidikan berganti
pula kurikulum yang ada. Walaupun berdalil kurikulum harus mengikuti tuntutan
zaman, namun nuansa politiknya begitu kental. Ditamba lagi dengan proses
sosialisasi kurikulum yang membutuhkan dana yang tidak sedikit serta pengadaan instrumen pendukung kurikulum
melalui proses tender yang cendrung bermasalah.
Melihat
persoalan tersebut pemerintah semestinya sudah memiliki langkah yang tepat
untuk mengatasinya. Pemerintah harus segera mungkin mendidrikan fasilitas
pendidikan yang memadai secara merata agar tidak ada kesenjangan antara di kota
dan di desa. Program pemerintah untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas
tenaga pengajar harus dilakukan secara masih dan memperhatikan kehidupan tenaga
pengajar agar hidup layak. Pemerintah juga harus sudah memikirkan sistem
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat global dengan nilai-nilai
yang dibangun berdasarkan karakter bangsa indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2015. Memahami Sitem Pendidikan Amerika.
(Online) (http://studyusa.com/id/a/258/memahami-sistem-pendidikan-amerika), diakses
25 Agustus 2015.
Anonim. -. Sistem Pendidikan di Amerika Serikat.
(Online) (http://atdikbud-usa.org/sistem-pendidikan-di-amerika-serikat/), diakses
25 Agustus 2015.
Mudyahardjo,
Redja. 2008. Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-Dasar
Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Nasution, S.
2008. Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Ornstein, A. C., Levine, D. U., dan Gutek, G.
L. 2011. Foundations of Education.
Belmont, CA: Wadsworth.
Pidarta,
Made. 2007. Landasan Pendidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak
Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sigit,
Sardjono. 1992. Peranan dan Partisipasi Perguruan Swasta di Indonesia. Jakarta:
PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Wiiliams,
Gareth. 1977. Towards Lifelong Education: A New Role for Higher Education
Institutions.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar