LANDASAN EKONOMI PENDIDIKAN
MAKALAH
LANDASAN
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS PASCASARJANA
PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN FISIKA
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan
memiliki posisi yang strategis untuk mengangkat kualitas, harkat, dan martabat
setiap warga negara sebagai bangsa yang berharkat dan bermartabat. Pendidikan
akan melahirkan orang-orang terdidik yang akan menjadi kekuatan untuk membentuk
suatu organisasi besar sebuah negara. Salah satu pilar untuk menopang
suatu negara adalah pendidikan. Pendidikan memegang peran penting atas
keberlangsungan suatu negara. Oleh karena itu, kualitas pendidikan di suatu
negara bisa menjadi salah satu indikator kemajuan bangsa.
Perkembagan
dunia pendidikan dewasa ini mulai mengarah kearah yang serius, dimana kebutuhan
manusia mengalami perubahan dari masa ke masa. Di zaman globalisasi ekonomi
sekarang ini, perhatian manusia kepada kebutuhan ekonomi jauh lebih besar dibandingkan
perhatikan kepada kebutuhan rohani.
Untuk memenuhi keinginan seseorang maka orang itu akan melakukan
berbagai upaya agar keinginannya dapat terpenuhi. Sehingga tidak dapat
dipungkiri bahwa ekonomi sudah menjadi kebutuhan dasar manusia. Oleh karena itu
pembahasan tentang ekonomi tidak hanya untuk orang-orang kaya saja tetapi juga
untuk semua orang termasuk dunia pendidikan.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini antara lain
sebagai berikut.
1. Bagaimana hubungan ekonomi dan pendidikan?
2. Apa saja peran ekonomi dalam pendidikan?
3. Apa
saja Fungsi ekonomi dalam pendidikan?
4. Bagaimana
landasan ekonomi pendidikan di Amerika Serikat?
5. Bagaiman
Landasan ekonomi pendidikan di Jepang?
6. Bagaimana
Landasan ekonomi pendidikan di Indonesia?
7. Bagaiman
perbandingan landasan ekonomi pendidikan di Amerika serikat, Jepang dengan
Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
HUBUNGAN EKONOMI DAN PENDIDIKAN
Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari
aktivitas manusia yang berhubungan dngan produksi, distribusi, dan konsumsi
terhadap barang dan jasa. Istilah ekonomi sendiri berasal dari Yunani yaitu οἶκος (oikos) yang berarti keluarga rumah tangga dan νόμος
(nomos) yang berarti peraturan, aturan, hukum. Secara garis besar,
ekonomi diartikan sebagai ‘aturan rumah tangga” atau managemen rumah tangga.
Pokok yang dianalisa dalam ilmu ekonomi adalah
1.
Bagaimana caranya menggunakan pendapatan atau sumber
daya tertentu agar ia dapat memberikan kepuasan maksimum kepada seseorang atau
masyarakat.
2.
Bagaimana cara meminimumkan penggunaan
pendapatan atau sumber-sumber daya untuk mencapai suatu tingkat kepuasan
tertentu.
Dalam
hubungannya antara biaya dan manfaat, endidikan dipandang sebagai salah satu
bentuk investasi pertama kali dikemukakan Theodore Wschultz pada tahun 1960
berjudul investement in human capital dalam
forum American Ecomonic Assosiation. Pesan yang di sampaikan
adalah “proses pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan bukan merupakan suatu
bentukkonsumsi semata-mata, akan tetapi
merupakan suatu investasi”.
Teori human
capital suatu aliran pengeluaran yang menganggapmanusia merupakan suatu bentuk kapital sebagai mana
bentuk-bentuk kapital lainnyaseperti mesin, teknologi, uang, tanah, materil
yang menentukan pertumbuhan produktivitas melalui investasi dirinya
sendiri. Human capital dapat diaplikasikanmelalui berbagai bentuk investasi SDM diantaranya
pendidikan formal, pendidikan informal, pengalaman kerja, kesehatan,
gizi dan transmigrasi.Konsep investasi SDM menganggap penting kaitannya antara
pendidikan, produktivitas kerja dan pertumbuhan ekonomi. Dalam teori human capital tenaga kerja merupakan pemegang kapital yang tercermin dalam
pengetahuan,keterampilan, dan produktivitas kerjanya.
Ekonomi pendidikan adalah suatu studi tentang bagaimana manusia, baik secara
perorangan maupun didalam kelompokmasyarakatnya membuat keputusan dalam rangka
mendayagunakan sumber-sumber daya yang terbatas agar dapat menghasilkan berbagai bentuk pendidikan dan pelatihan, pengembangan ilmu pengetahuan dan keterampilan,
pendapat,sikap khususnya melalui pendidikan formal, serta bagaimana mendistribusikannyasecara merata dan adil
diantara berbagai kelompok masyarakat. Cohn, 1979 (dalam Fatah, 2002) menyatakan ekonomi pendidikan adalah studi tentang bagaimana manusia baik
secara individu maupun kelompok masyarakat membuat keputusan dalam rangka
mendayagunakan sumber dayayang langka/terbatas agar dapat menghasilkan berbagai bentuk pendidikan
danlatihan, pengembangan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, pendapat, sikap,
dannilai-nilai khususnya melalui pendidikan formal, serta mendiskusikannya
secara merata dan adil diantara berbagai kelompok
masyarakat.
Ilmu ekonomi pendidikan berkembang menjadi
perspektif investasi sumber daya manusia. Investasi ini
menganggap ada kaitan antara pendidikan, produktivitas kerja, dan pertumbuhan ekonomi. Pusat perhatian mendasar dari konsep ekonomi adalah bagaimana mengalokasikan sumber-sumber
yang terbatas untuk mencapai tujuan yang beraneka ragam mungkin tak terhingga jumlahnya. Pertimbangan ekonomis didasarkan pada
kemampuan anggaran, sedangkan pertimbangan politis didasarkan pada tujuan masyarakat secara menyeluruh. Di negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia skala prioritas tertinggi adalah pertumbuhan ekonomi dan
keadilan.Investasi sebagai suatu konsep umum dapat diartikan sebagai upaya
untukmeningkatkan nilai tambah barang atau jasa di kemudian hari dengan mengorbankan nilai konsuksi sekarang
(Cohn, 1979, dalam Fattah 2002) investasi dalam SDM dapat
diartikan sebagai suatu entitas yang nilainya bisa berkembang dikemudian hari melalui suatu proses pengembangan nilai seperti peningkatan sikap. Rich (1992) mengakui bahwa seseorang memiliki potensi keuangan yang berhubungan dengan kualitas pengetahuan yang diperolehnya. Rich (1992)menyatakan
manfaat pendidikan juga dapat dilihat sebagai nilai tambah
yangdiperoleh seseorang karena mendapat pendidikan tertentu. Nilai tambah secara umum merupakan peningkatan derajat, harkat, dan martabat seseorang. Secara khusus dipandang sebagai peningkatan
kemampuan berpikir, bersikap dan berperilaku, dan keterampilan.
Sedangkan manfaat ekonomi dari pendidikan merupakan nilai tambah secara ekonomi
karena bertambahnya tingkat pendidikan. Manfaat dibagai menjadi manfaat pribadi dan manfaat masyarakat. Manfaat
bagi pribadi adalah tambahan penghasilan bersih (setelah pajak) seumur hidup dari tenaga kerja karena bertambahnya tingkat pendidikan tenaga kerja tersebut. Manfaat bagi masyarakat adalah tambahan output yang dihasilkan oleh
tenagakerja bagi masyarakat karena meningkatnya pendidikan tenaga kerja
tersebut(Sumarno, 2005). Investasi Sumber Daya
Manusia menurut Todaro (2000) menyatakan bahwa peran pendidikan formal tidaklah terbatas memberikan pengetahuan dankeahlian
kepada masing-masing individu untuk dapat bekerja sebagai
agen perubahan ekonomi yang baik bagi masyarakatnya, tetapi juga menanamkan tata nilai luhur, norma-norma, cita-cita, tingkah laku, dan aspirasi yang
saling berkaitan baik langsung maupun tidak langsung. Pendidikan juga diharapkan mendapatkan tenaga tenaga kerja terdidik dalam berbagai tingkatan
dalam rangka menyelenggarakan pembangunan bangsa.
B. PERAN
EKONOMI PENDIDIKAN
Dunia
pendidikan adalah lembaga yang berkewajiban mengembangkan individu manusia,
sudah tentu pendidikan itu tidak akan membawa peserta didik kearah hidup yang
membingungkan, menyusahkan dan sengsara walaupun bisa mencari uang banyak.
Ekonomi merupakan salah satu landasan yang memiliki peran utama dalam
menentukan keberhasilan proses pendidikan. Peran ekonomi dalam pendidikan
dibagi menjadai dua yaitu peran prinsipil dan peran material. Secara
prinsipil peran tersebut meliputi prinsip-prinsip ekonomi yang dapat
diaplikasikan dalam implementasi pendidikan, sementara itu secara material
peran ekonomi berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan pembiayaan untuk pelaksanaan
proses pendidikan. Sehingga pada akhirnya antara ekonomi dan
pendidikan memiliki hubungan yang erat. Ekonomi mampu mendorong
pendidikan berjalan secara efektif dan efisien sementara hasil pendidikan akan
menciptakan manusia yang memiliki kualitas sehingga mampu menggali dan
mengoptimalkan sumber-sumber ekonomi, sehingga laju pertumbuhan ekonomi menjadi
lebih baik.
Namun
selain ekonomi hal lain yang lebih menentukan hidup matinya dan
maju mundurnya suatu lembaga pendidikan
yaitu dedikasi, keahlian dan keterampilan
pengelola guru-gurunya. Hal
ini
merupakan kunci keberhasilan suatu sekolah atau perguruan tinggi. Artinya
apabila pengelola dan guru-guru/dosen-dosen memiliki dedikasi yang memadai,
ahli dalam bidangnya,dan memiliki ketrampilan yang cukup dalam melaksanakan tugasnya,
memberi kemungkinan lembaga pendidikan akan sukses melaksanakan misinya
walaupun dengan ekonomi yang kurang
memadai.
C. FUNGSI
EKONOMI PENDIDIKAN
Fungsi ekonomi
dalam dunia pendidikan adalah untuk menunjang kelancaran proses pedidikan atau
belajar mengajar. Bukan
merupakan modal untuk dikembangkan ataupun bukan untuk mendapatkan keuntungan. Disini peran
ekonomi dalam sekolah juga merupakan salah satu bagian dari sumber pendidikan
yang membuat anak mampu mengembangkan kognisi, afeksi, psikomotor untuk menjadi
tenaga kerja yang handal dan mampu menciptakan lapangan kerja sendiri, memiliki
etos kerja dan bisa hidup hemat. Selain sebagai penunjang proses penunjang
proses pendidikan ekonomi pendidikan juga berfungsi sebagai materi pelajaran
dalam masalah ekonomi dalam kehidupan manusia. Dengan demikian kegunaan ekonomi dalam pendidikan terbatas
dalam hal-hal berikut (Pidarta, 2013):
1.
Untuk
membeli keperluan pendidikan yang tidak dapat dibuat sendiri atau bersama para
siswa, orang tua, masyarakat, atau yang tidak bisa dipinjam dan ditemukan di
lapangan, seperti prasarana, sarana, media, alat belajar/peraga, barang habis
pakai, materi pelajaran.
2.
Membiayai
segala perlengkapan gedung seperti air, listrik, telepon, televisi dan radio.
3.
Membayar
jasa segala kegiatan pendidikan seperti pertemuan-pertemuan, perayaan-perayaan,
panitia-panitia, darmawisata, pertemuan ilmiah dan sebagainya.
4.
Untuk
materi pelajaran pendidikan ekonomi sederhana, agar bisa mengembangkan individu
yang berperilaku ekonomi, seperti hidup hemat, bersikap efisien, memiliki
keterampilan produktif, memiliki etos kerja, mengerti prinsip-prinsip ekonomi.
5.
Untuk
memenuhi kebutuhan dasar dan keamanan para personalia pendidikan.
6.
Meningkatkan
motivasi kerja.
7.
Membuat
para personalia pendidikan lebih bergairah bekerja.
D. LANDASAN
EKONOMI PENDIDIKAN DI AMERIKA
Kegiatan
pendidikan di Amerika Serikat merupakan suatu usaha besar-besaran. Hal tersebut
tercermin dalam anggaran belanja pendidikannya yang sagat besar (berbeda dengan
indonesia yang hanya menganggarkan sedikit saja APBN-nya untuk pos pendidikan).
Pendidikan
di Amerika Serikat (AS) pada dasarnya disediakan oleh pemerintah. Pendanaan
datang dari 3 tingkatan, yaitu tingkat Pemerintah Pusat (Federal), Pemerintah Negara Bagian (State) dan Pemerintah Lokal (Local/County/City).
Selain itu, terdapat juga pendidikan yang disediakan oleh swasta, tentunya yang
bertujuan for profit. Sehingga, di Amerika dikenal ada pendidikan yang bertujuan not for profit dan for profit.
v Sumber Pajak Untuk Pendapatan
Sekolah
Kegiatan
sekolah umum bergantung terutama pada pendapatan yang dihasilkan oleh pajak,
khususnya pajak properti pada level lokal, pajak penjualan dan pendapatan pada
level negara bagian. Masyarakat umum menerima pajak apabila :
1. Pajak
tidak menyebabkan distorsi ekonomi
Perubahan perilaku ekonomi dalam pola belanja atau
relokasi bisnis, industri dan penduduk.
2. Pajak
harus adil (memperhatikan kemampuan pajak)
3. Pajak
harus memberi kemudahan (pajak dikumpulkan dengan biaya yang rendah baik wajib
pajak dan pemerintah).
4. Pajak
harus tanggap terhadap perubahan
kondisi ekonomi
v Pendanaan Lokal Untuk Sekolah
1. Pajak
Properti
Pajak
properti merupakan sumber utama pendanaan untuk sekolah lokal, yang
perhitungannya dikaitkan dengan nilai jual objek pajak dan pajak penjualan.
Pajak properti tidak selamanya mudah untuk dikumpulkan tergantung pada efiensi
dari departemen pajak di pemerintah lokal.
2. Pajak dan Biaya Lokal lainnya
Untuk menambah dana, selain dari
pajak properti, sekolah lokal dapat mengumpulkan pendanaan melalui pajak
pemasukan khusus dan pajak-pajak atau biaya lainnya, misalnya menarik biaya
dari fasilitas dan layanan yang digunakan, seperti pelayanan bis, buku teks,
aktivitas atletik, rekreasi, dan kegiataan setelah sekolah.
3. Sumber Lokal dan Keragamannya
Meskipun
mendapat bantuan dari pemerintahan negara bagian dan federal, beberapa sekolah
lokal kurang mampu mendukung biaya pendidikan. Suatu sekolah yang lokasinya di
daerah yang kaya dengan dasar pajak yang tinggi dapat menghasilkan lebih banyak
pendanaan dibandingkan sekolah di wilayah miskin.
Walaupun
permasalahan keuangan mempengaruhi banyak wilayah pedesaan dan kota atau
kabupaten, permasalahan keuangan terbesar biasanya terjadi pada kota besar yang
dikenal dengan istilah "municipal
overburden" (Tuntutan keuangan yang keras pada masyarakat karena
kerapatan populasi dan income masyarakat yang rendah), sehingga kota besar
tidak dapat menyediakan persentase pendanaan yang tinggi dari pajak untuk
sekolah dibandingkan yang dapat disediakan oleh wilayah pedesaan dan kota atau
kabupaten.
Sekolah-sekolah
di kota harus mengeluarkan lebih banyak sumber dana pendidikan per siswa
dibandingkan sekolah-sekolah di desa. Sekolah di perkotaan memerlukan biaya
untuk kerusakan, biaya makan siang, biaya ansuransi dan biaya perawatan yang
lebih besar.
v Sumber
Penghasilan Negara Bagian.
Pajak penjualan dan pajak pribadi merupakan dua sumber utama
penghasilan negara. Sejak negara membiayai 60 % biaya pendidikan , dua pajak
ini yang sangat mendukung pendidikan umum.
Pajak penjualan secara administrasi pengumpulannya lebih
mudah. Permasalahan timbul bila penjualan terjadi antara negara bagian, sebab
negara bagian satu pun tidak mau membayar pajak penjualan ke negara bagian
lain.
Pajak penghasilan pribadi merupakan sumber penghasilan
terbesar kedua, pada tahun 90 menghasilkan 31 % dari total penghasilan pajak
negara bagian. Semestinya pajak pendapatan tidak menyebabkan "Economic Distortions". Pajak yang
tinggi bukan jalan keluar untuk memberikan hak keadilan. Secara teori pajak
penghasilan merupakan refleksi dari pendapatan pembayar pajak dan kemampuan
untuk membayar.
Jenis pajak lain diperoleh dari
pajak bahan bakar kendaraan, pajak minutan keras, pajak tembakau, pajak
pesangon, pajak perusahaan.
Sumber lain juga diperoleh dari
pajak lotere di 9 negara bagian (Calofornia, Florida, Ilonius, Michigan,
Montana, New Hampshire, New Jersey, New Cork, dan Ohio).
v Bantuan Pemerintah Pusat Untuk
Sekolah Distrik Lokal
Negara bagian menggunakan empat
metode dasar untuk membiayai pendidikan publik. Beberapa negara bagian memiliki
strategi keuangan dengan kombinasi metode.
(1) Flat
Grant Model (
Model Dana Bantuan Murni)
Merupakan uang bantuan
negara yang dibagikan pada sekolah di daerah tanpa memperhitungkan pertimbangan
kemampuan pembayaran pajak daerah setempat, yang didasarkan pada jumlah siswa
yang harus dididik.
(2) Foundation
Plan Model ( Model Landasan Perencanaan)
Negara tanpa mempertimbangkan kekayaan
& pajak daerah memberikan dana kepada daerah yang miskin lebih banyak untuk
setiap siswanya dibandingkan dengan daerah yang makmur. Tujuannya adalah untuk
menjaga sekolah dari kehancuran lebih parah (pada daerah yang miskin).
(3) Power-equalizing
Plan (Model Perencanaan Persamaan Kemampuan)
Model ini
menghendaki distrik yang kaya membayar pajak sekolah yang dikumpulkan kembali
ke negara. Selanjutnya negara menggunakan uang dari sekolah distrik yang kaya
itu untuk meningkatkan bantuan sekolah pada distrik yang lebih miskin.
(4) Weighted
student Plan (Model
Rencana Bobot Siswa)
Model
yang mempertimbangkan siswa-siswa berdasarkan proporsinya. Contoh siswa yang
cacat, siswa program kejuruan atau siswa yang pandai dua bahasa.
v Dana
Pendidikan Federal
Sampai pertengahan abad ke-20,
pemerintah federal hanya memberikan perhatian yang kecil terhadap pembiayaan
pedidikan di Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan bahwa kepercayaan pemerintah
federal seharusnya tidak mempunyai kewajiban terhadap pendidikan dan pendidikan
namun merupakan tanggungjawab negara bagian.
Tetapi bukan berarti tidak ada pengaruh
federal terhadap pendidikan Amerika. Hukum nasional dan program-program federal
memiliki pengaruh signifikan dalam hal pengembangan pendidikan. Berikut ini
akan dibahas keutamaan dari program ini, tetapi yang harus di ingat adalah
program-program ini dan pelaksanaannya tidak terkoordinasi, mereka bukan bagian
dari penyusunan rencana national untuk pendidikan.
v Bantuan
Federal Terkini Untuk Pendidikan
Selama tahun 1980an metode pendanaan
sekolah juga dirubah. Categorical grants
(dana untuk kelompok dan tujuan khusus) diberikan kepada block grants (dana untuk tujuan umum tanpa kategori yang
ditentukan).
Categorical
grants merupakan
bentuk yang penting dari peran serta federal dalam pendidikan selama tahun
1970an, tetapi federal Consolidation
Education and Improvment Act (ECIA) pada tahun 1981 mengganti Categorical grants dengan Block grants. Perubahan ini merupakan
bagian dari federalisme baru, pergeseran tanggungjawab untuk program sosial dan
pendidikan federal dari pemerintah nasional ke pemerintah negara bagian.
Keuntungan dari pendekatan block grants dalam program pendidikan
adalah berkurangnya paperwork yang
diperlukan untuk mendapatkan bantuan (grant)
atau dengan kata lain, prosedur dan administrasinya lebih sederhana. Selain itu
block grants juga meningkatkan peran
administrator lokal dalam menentukan bagaimana penggunaan dari sumber ini. Pada
sistem yang lama terjadi kompetisi dalam mendapatkan grant dari federal, dan beberapa tidak memiliki skill yang cukup
dalam prosesnya sehingga sistem yang baru dapat mengurangi kompetisi distrik.
Kritik yang dinyatakan adalah negara
bagian telah gagal untuk mejalankan beberapa program yang telah dibiayai oleh
federal. Banyak negara bagian memilih untuk mendistribusikan dana ke sekolah lokal
per anak daripada berdasarkan kebutuhan yang diperlukan. Berdasarkan hal ini,
perhatian lebih ditujukan pada jenis kontribusi block grants pada sekolah lokal dan cara pendistribusian dari
negara bagian ke level sekolah lokal. Saat ini, sekolah di perkotaan
menggunakan uang bantuan ini untuk program membaca dan bahasa, sedangkan
sekolah di pedesaan cenderung menggunakan uang untuk buku-buku dan material
seperti komputer.
Prinsip penghematan yaitu
memperkecil berbagai hal yang dapat kita lakukan dalam penghematan publik di
sekolah.
1. Ukuran kelas
Walaupun
banyak komentar yang mengatakan bahwa ukuran kelas (jumlah siswa) yang baik
adalah kelas kecil. Karena berdasarkan penelitian dikatakan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kelas besar dan kelas kecil, kecuali dalam
metoda pengajarannya.
2. Moderinisasi bangunan tua
Daripada
membangun sekolah baru, lebih baik jika melakukan perawatan dan modernisasi
terhadap bangunan tua.
3. Sekolah yang lebih kecil
Sekolah
yang besar, dengan kriteria yang luas, auditorium, gedung olahraga akan
menghabiskan banyak untuk listrik, ansuransi dan perawatan.
4. Pemberhentian sementara guru
Bagi
sekolah yang mengalami penurunan pendaftaran siswa, maka pemberhentian
sementara guru dapat dilakukan.
5. Pengurangan tenaga administrasi
Pengurangan
tenaga administratif karena alasan budget,
akan lebih baik dari pada pengurangan tenaga pengajar
6. Mengurangi biaya energi
E. LANDASAN
EKONOMI PENDIDIKAN DI JEPANG
Tujuan
pendidikan nasional di Jepang adalah untuk meningkatkan perkembangan kepribaian
secara utuh, menghargai nilai-nilai individu, dan menanamkan jiwa yang bebas
(Pangi Syarwi, 2008 dalam Tukiyo). Pendidikan di Jepang mulai mengalami
kemajuan sejak dilakukannya reformasi pendidikan pada masa Restorasi Meiji
(Meiji Ishin) dan bertambah pesat setelah masa pendudukan Amerika Serikat
setelah kekalahan Jepang dalam perang dunia II (Murti Ramli,2009).
Langkah
dan usaha jepang dalam mencerdaskan
kehidupan bangsanya telah menuai hasil yang signifikan. Korelasi antara majunya
pendidikan Jepang dan kemajuan industrinya benar-benar terwujud. Sampai saaat
ini Jepang menjadi salah satu negara di Asia yang mempunyai kedudukan sejajar
dalam iptek dan perekonomian dengan raksasa dunia seperti Amerika.
Pada
level nasional tanggung jawab pendidikan ada pada kementrian pendidian, ilmu
engetahuan dan kebudayaan.Kementerian memberikan pedoman untuk menyusun
kurikulum, mata pelajaran sertapersyaratan kredit mulai dari TK hingga ke
perguruan tinggi. Kementrian juga bertanggung jawab terhadap pengembangan buku
teks untuk sekolah dasar dan menengah.
Sedangkan
untuk distrik, dewan pendidikan bertanggung jawab terhadap supervise atas
masalah-nasalah personalia pada lembaga pendidikan pemerintah, memberikan inservice training asset cultural, dan
memberikan nasihat kepada lembaga-lembaga pendidikan. Pada masing-masing kota
praja memiliki tiga sampai lima orang dewan pendidikan dengan fungsi utamanya
memberikan dan mengurus institusi pendidikan di kota praja.
Sistem
adminstrasi keuangan pendidian Jepang disediakan bersama-sama antara pemerintah
pusat, distrik, maupun kota praja. Adapun anggaran pendidikan Jepang pada tahun
1980 (16.7 trilyun) yen atau setara dengan 97.000 juta dolar S sekitar 19.7 %
dari total anggaran belanja pemerintah Jepang, dengan alokasi 54.55 untuk wajib
belajar, 17.9 untuk pendidikan menengah dan 21.1 % untuk pendidikan tinggi.
Sedangkan pada tahun 1992-1994 anggaran pendidikan di Jepang sebesar 19.9% dari
anggaran pemerintah.
F. LANDASAN
EKONOMI PENDIDIKAN DI INDONESIA
1.
Peran pemerintah dalam pendanaan
pendidikan sesuai dengan hukum dan perundang-undangan
Dalam
penyelenggaraan pendidikan di tingkat nasional maupun daerah,
negara Indonesia mengalami suatu
transisi yang sangat signifikan dalam pengelolaan sumber-sumber daya yang ada
dalam bidang pendidikan terutama dalam hal pendanaan pendidikan (pembiayaan
pendidikan). Dalam hal ini pelaksanaan pendidikan harus disertai dengan adanya
peningkatan peran sumber-sumber daya pendidikan (dana pendidikan) yang telah
tertuang.
Dalam Undang-undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat 23
yang menjelaskan bahwa Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang
dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi tenaga
kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana. Dalam hal ini pembiayaan
pendidikan merupakan suatu hal yang
sangat penting bagi pendidikan di daerah. Lebih lanjut dalam pasal 47 disebutkan tentang sumber pendanaan pendidikan yaitu
1.
Sumber
pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan
keberlanjutan.
2.
Pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.
Ketentuan
mengenai sumber pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah
Amanat
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 4 juga menerangkan dalam hal pembiayaan
pendidikan bahwa; ”Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh
persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan pennyelenggaraan pendidikan
nasional”.
Sejalan dengan
itu maka dalam implementasi kebijakan pendidikan di daerah akan berjalan dengan
baik apabila didukung oleh sumber daya pendidikan (pembiayaan pendidikan) yang
memadai dan dapat diandalkan untuk meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya
di daerah. Dengan adanya perubahan kewenangan pengelolaan pendidikan dengan
segera mengubah pola pembiayaan sektor pendidikan. Sebelum otonomi daerah,
praktis hanya pembiayaan sekolah dasar (SD) yang menjadi tanggung jawab Pemda,
sedangkan SLTP dan SLTA (dan juga perguruan tinggi) menjadi tanggung jawab
Pusat, seperti yang tertuang dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 pasal 46;
1.
Pendanaan
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat.
2.
Pemerintah
dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan
sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
3.
Ketentuan
mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pembiayaan
SLTP dan SLTA dilakukan melalui Kanwil Depdiknas (di tingkat propinsi) dan
Kandepdiknas (di tingkat kabupaten/kota). Setelah diberlakukannya otonomi
daerah, seluruh pengelolaan sekolah dari SD hingga SLTA menjadi tanggung jawab
Pemda. Konsekwensinya, tidak ada lagi Kanwil dan Kandepdiknas, yang ada
hanyalah Dinas Pendidikan di tingkat kabupaten/kota yang berada di bawah
kendali Pemda, dan Dinas Pendidikan propinsi yang berada di bawah kendali
Pemprop. Antara Dinas Pendidikan kabupaten/kota dengan Dinas Pendidikan
propinsi tidak ada hubungan hierarkhis, sedangkan propinsi masih tetap
mengemban amanat sebagai perwakilan pemerintah pusat. Dengan konfigurasi
kelembagaan seperti itu, jelas bahwa Pusat tidak lagi punya “tangan” di daerah
untuk mengimplementasikan program-programnya. Implikasinya, setiap program di
tingkat sekolah harus dilakukan melalui koordinasi dengan Pemda, atau khususnya
Dinas Pendidikan kabupaten/kota.
Dengan konfigurasi
kelembagaan yang seperti itu pula, pola pembiayaan pendidikan mengalami
perubahan yang cukup mendasar. Pasal 48 Undang Undang-undang No. 20 Tahun
2003 menjelaskan bahwa; (1) pengelolaan
dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan
akuntabilitas publik, (2) Ketentuan mengenai pengelolaan dana pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah. Dengan demikian daerah memiliki tanggung jawab yang sangat besar
untuk membiayai sektor pendidikan dengan menggunakan APBD-nya. Dukungan dari
Pusat (dan Propinsi) tetap dimungkinkan, tetapi juga harus melalui mekanisme
APBD, atau paling tidak tercatat di dalam APBD kabupaten/kota.
Tantangan
pertama yang harus dihadapi oleh para pengelola pendidikan adalah masalah
pendanaan. Sebagai ilustrasi, rendahnya kualitas gedung sekolah, terutama SD,
merupakan salah satu dampak keterbatasan kemampuan pemerintah dalam
memobilisasi dana untuk sektor pendidikan. Di sisi lain, UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) memberi beban yang sangat berat bagi
pemerintah. Pasal 49 menyatakan sebagai berikut;
1.
Dana
pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan
minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor
pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
2.
Gaji
guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
3.
Dana
pendidikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah untuk satuan pendidikan
diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
4.
Dana
pendidikan dari Pemerintah kepada pemerintah daerah diberikan dalam bentuk
hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5.
Ketentuan
mengenai pengalokasian dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Untuk tahun ajaran 2002/2003 besarnya
APBN sebesar Rp 336,156 trilyun, sedangkan besarnya BTP pada semua jenjang,
jenis dan jalur pendidikan yang seharusnya ditanggung oleh pemerintah tahun
ajaran 2002/2003 adalah Rp.101trilyun
dengan rincian: Rp 60 Trilyun
untuk membiayai penyelengaraan pendidikan dasar dan menengah (terutama
sekolah/madrasah negeri) , Rp 10 trilyun
untuk beasiswa anak usia pendidikan dasar dari keluarga miskin, Rp 10 trilyun
untuk penyelenggaraan pendidikan tinggi/PTN, Rp 1 trilyun untuk pembiayaan pendidikan luar
sekolah dan Rp 20 trilyun untuk biaya
manajemen pemerintah dibidang pendidikan dari tingkat pusat sampai
dengan kecamatan. Dengan demikian sisa
Rp 30 trilyun digunakan untuk
gaji pendidik (21% dari APBN diluar gaji
pendidik setara dengan Rp 71 trilyun).
Di atas
kertas, Pemda memang memiliki beberapa sumber keuangan daerah, seperti dana
perimbangan (DAU, DAK dan Dana Bagi Hasil), pendapatan asli daerah (PAD) dan
pinjaman. Tapi pada kenyataannya, rata-rata peranan PAD dalam APBD hanya
sekitar 7%. Sementara itu, rata-rata tertimbang rasio dana perimbangan terhadap
pengeluaran rutin adalah 1,4 yang menunjukkan bahwa tidak banyak dana
perimbangan yang bisa digunakan untuk keperluan di luar anggaran rutin.
Jelas bahwa
Pemda memiliki tanggung jawab yang besar dan bersifat jangka panjang di sektor
pendidikan, tetapi tidak memiliki sumber dana yang cukup dan stabil untuk
mendanai. Jika situasinya tidak berubah, Daerah tidak akan mampu memenuhi 20%
anggaran untuk pendidikan seperti yang diamanatkan UU Sisdiknas dan pada
gilirannya ada risiko terjadi penurunan kualitas SDM sebagai dampak otonomi
daerah.
2.
Program
dan Mekanisme Pemberian Dana Bos
a.
Tujuan
Pemberian dana BOS
Secara umum Program Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak
mampu dan meringankan bagi siswa lain, agar mereka memperoleh layanan
pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan Wajib
belajar 12 Tahun.
Secara khusus program BOS bertujuan untuk:
1.
Membebaskan
pungutan bagi seluruh siswa SD negeri ,SMP negeri dan SMA negeri terhadap biaya
operasi sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI)
dan sekolah bertaraf internasional (SBI);
2.
Membebaskan
pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik
di sekolah negeri maupun swasta;
3.
Meringankan
beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta.
Sedangkan untuk Perguruan Tinggi (PT) pendanaan yang
diberikan pemerintah berupa beasiswa bidik misi.
b.
Sasaran
Pemberian dana BOS
Sedangkan
sasaran program BOS adalah semua sekolah setingkat SD , SMP dan SMA, baik negeri maupun swasta di
seluruh propinsi di Indonesia, program kejar Paket A dan Paket B tidak termasuk sasaran dari program BOS ini. Selain itu, Madrasah Diniyah
Takmiliyah (suplemen) juga tidak berhak memperoleh BOS, karena siswanya telah terdaftar di sekolah reguler yang telah menerima BOS.
Tahun
2010 besar biaya satuan BOS yang diterima oleh sekolah termasuk untuk BOS Buku, dihitung berdasarkan jumlah siswa dengan ketentuan:
1.
SD/SDLB
di kota : Rp 400.000,-/siswa/tahun
2.
SD/SDLB
di kabupaten : Rp 397.000,-/siswa/tahun
3.
SMP/SMPLB/SMPTdikota
: Rp 575.000,-/siswa/tahun
4.
SMP/SMPLB/SMPT
di kabupaten : Rp 570.000,-/siswa/tahun
5.
SMA nasional sebesarRp. 1.200.000/siswa/tahun.
c.
Sekolah menerima dana BOS
Sekolah penerima bantuan dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) adalah :
1.
Semua
sekolah negeri dan swasta berhak memperoleh BOS. Khusus sekolah/madrasah/ponpes
swasta harus memiliki ijin operasional (dengan penyelenggaraan pendidikan).
Sekolah/madrasah/ponpes yang bersedia menerima BOS harus menandatanagani Surat
Perjanjian Pemberian bantuan dan bersedia mengikuti ketentuan yang tertuang
dalam buku petunjuk pelaksanaan.
2.
Sekolah kaya/mapan/yang
mampu secara ekonomi yang saat ini memiliki
penerimaan lebih
besar dari BOS, mempunyai hak untuk menolak BOS
tersebut, sehingga
tidak wajib untuk melaksanakan ketentuan seperti
sekolah/manrasad/ponpes
penerima BOS. Keputusan atas penolakan BOS
harus melalui
persetujuan dengan orang tua siswa dan komite sekolah
madrasah/ponpes.
Bila sekolah/madrasah/ponpes yang mampu tersebut terdapat siswa miskin,
sekolah/madrasah/ponpes tetap menjamin kelangsungan pendidikan siswa tersebut. Berdasarkan
buku petunjuk teknis penggunaan dana BOS tahun 2011, ketentuan sekolah penerima
BOS adalah :
d.
Ketentuan
yang Harus Diikuti Sekolah Penerima BOS
Sekolah
yang telah menyatakan menerima BOS dibagi menjadi 2kelompok, dengan hak dan
kewajiban sebagai berikut :
1.
Apabila
sekolah/madrasah/ponpes tersebut terdapat siswa miskin, maka sekolah/madrasah/ponpes
diwajibkan membebaskan segala jenis pungutan/sumbangan/iuran seluruh siswa
miskin. Sisa dana BOS (bila masih ada) digunakan untuk mensubsidi siswa lain.
Dengan demikian sekolah/madrasah/ponpes tersebut menyelanggarakan pendidikan
gratis terbatas. Bila dana BOS cukup untuk membiayai seluruh kebutuhan sekolah/madrasah/ponpes, maka secara otomatis
sekolah/madrasah/ponpes dapat menyelanggarakan pendidikan gratis.
2.
Bagi
sekolah/madrasah/ponpes yang tidak mempunyai siswa miskin, maka dana BOS
digunakan untuk mensubsidi seluruh siswa, sehingga dapat mengurangi
pungutan/sumbangan/iuran yang dibebankan kepada orang tua siswa, minimum
senilai dana BOS yang diterima
e.
Tugas dan
Tanggungjawab Sekolah/Madrasah/Ponpes dalam pelaksanaan BOS
Berdasarkan
ketentuan yang ada, tugas dan tanggungjawab Sekolah / madrasah / ponpes
adalah :
1.
Melakukan
verifikasi jumlah dana yang diterima dengan data siswa yang ada. Bila jumlah
dana yang diterima melebihi dari yang semestinya maka harus segera
mengembalikan kelebihan dana tersaebut ke rekening Tim Manajemen BOS Propinsi
dengan memberitahukan ke Tim manajemen BOS Kabupaten/Kota
2.
Bersam-sama
dengan kepala sekolah/madrasah/ponpes mengidentifikasi siswa miskin yg akan
dibebaskan dari segala jenis iuran
3.
Mengelola dana bos secara bertangung jawab dan
transparan
4.
Mengumumunkan
daftar komponen yg boleh dan yg tidak boleh dibiayai oleh dana bos serta
penggunaan dana bos di sekolah menurut komponen dan besar dananya di papan
pengumuman sekolah /madrasah/ponpes
5.
Bertanggungjawab
terhadap penyimpanagan penggunaan dana di sekolah/madrasah/ponpes.
6.
Memberikan
pelayanan dan penanganan pengaduan masyarakat
Dalam hal penggunaan dana BOS di sekolah, harus diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1.
Prioritas
utama penggunaan dana BOS adalah untuk kegiatan operasional sekolah;
2.
Maksimum
penggunaan dana untuk belanja pegawai bagi sekolah negeri sebesar 20%.
Penggunaan dana untuk honorarium guru honorer di sekolah agar mempertimbangkan
rasio jumlah siswa dan guru sesuai dengan ketentuan pemerintah yang ada dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 15 Tahun 2010 tentang SPM Pendidikan
Dasar di Kabupaten/Kota;
3.
Bagi
sekolah yang telah menerima DAK, tidak.diperkenankan menggunakan dana BOS untuk
peruntukan yang sama;
4.
Pembelian
barang/jasa per belanja tidak melebihi Rp. 10 juta;
5.
Penggunaan
dana BOS untuk transportasi dan uang lelah bagi guru PNS diperbolehkan hanya
dalam rangka penyelenggaraan suatu kegiatan sekolah selain kewajiban jam
mengajar. Besaran/satuan biaya untuk transportasi dan uang lelah guru PNS yang
bertugas di luar jam mengajar tersebut harus mengikuti batas kewajaran.
Pemerintah daerah wajib mengeluarkan peraturan tentang penetapan batas
kewajaran tersebut di daerah masing-masing dengan mempertimbangkan faktor
sosial ekonomi, faktor geografis dan faktor lainnya;
6.
jika
dana BOS yang diterima oleh sekolah dalam triwulan tertentu lebih besar/kurang
dari jumlah yang seharusnya, misalnya akibat kesalahan data jumlah siswa, maka
sekolah harus segera melapor kepada Dinas Pendidikan. Selanjutnya Dinas
Pendidikan mengirim surat secara resmi kepada Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah yang berisikan daftar sekolah yang lebih/kurang untuk
diperhitungkan pada penyesuaian alokasi pada triwulan berikutnya;
7.
Jika
terdapat siswa pindah/mutasi ke sekolah lain setelah pencairan dana di triwulan
berjalan, maka dana BOS siswa tersebut pada triwulan berjalan menjadi hak
sekolah lama. Revisi jumlah siswa pada sekolah yang ditinggalkan/menerima siswa
pindahan tersebut baru diberlakukan untuk pencairan triwulan berikutnya;
8.
Bunga
Bank/Jasa Giro akibat adanya dana di rekening sekolah menjadi milik sekolah untuk
digunakan bagi sekolah.
3.
PERBANDINGAN LANDASAN EKONOMI PENDIDIKAN DI AMERIKA,
JEPANG DAN INDONESIA
Dari
paparan
singkat tentang studi perbandingan sistem pendidikan di negara Amerika dan Jepang seperti yang diuraikan di atas, maka sistem
pendidikan tersebut dapat dibandingkan dengan negara Indonesia dalam hal
managemen pendidikannya. Berdasarkan dari kajian pada kedua
negara di atas, ternyata kedua negara memiliki sistem otoritas pendidikan yang
hampir sama yaitu
desentralisasi pendidikan yang menyerahkan kewenangan dan tanggung jawab pendidikan
pada negara bagian Amerika atau gubernur walikota
masing-masing daerah untuk Jepang.
Perbedaannya, jika di Amerika desentarlisasi
murni dengan kata lain, tidak ada tujuan pendidikan nasional yang langsung
mengarahkan arah pendidikan secara nasional, karena tujuan pendidikan tergantung
pada negara bagian masing-masing sesuai ideology yang di anut, yaitu sosialis
dan demokrasi moderat (yang ada hanya prinsip-prinsip pendidikan nasional);
sementara di Jepang
terdapat tujuan nasional pendidikan yang perlu di acu dalam penyelenggaraan
pendidikan pada setiap daerah.
Kondisi ini sangat berbeda dengan
Indonesia, yang hingga saat ini desentralisasi pendidikan di Indonesia, belum
mampu berjalan secara lancar, segala sesuatunya masih diatur dan tergantung
dari pemerintahan pusat. Kepedulian pemerintahan daerah terhadap pendidikan
masih relatif rendah. Keberadaan “Dewan Pendidikan” di Jepang yang berwenang mengatur
perencanaan dan kebijakan pendidikan, berbeda dengan di Indonesia “Dewan
Pendidikan” tidak memiliki “otoritas” dalam hal perumusan kebijakan, sifatnya
hanya baru sebatas sebagai “ pengkaji” masalah-masalah pendidikan, sehingga
akibatnya proses desentralisasi pendidikan di Indonesia tidak berjalan dengan
baik jika dibanding pada kedua negara tersebut.
Hal ini dimungkinkan memiliki
hubungan yang erat dengan kondisi pembiyayaan pendidikan bila ditinjau dari
anggaran pendidikan Negara, dimana kedua Negara ini sudah sejak lama telah
menganggarkan anggaran pendidikan yang cukup signifikan dengan hasil yang
didapat yaitu untuk Amerika dan
Jepang sekitar 20% dari anggaran belanja negara. Sedangkan di negara Indonesia sejak
kemerdekaan tahun 1945, anggaran pendidikan bila dirata-rata antara 2-7,8% dari
total anggaran Negara, meskipun UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas telah
menyebutkan anggaran pendidikan 20%.
Realisasi anggaran pendidikan 20%
di Indonesia merupakan salah satu kunci peningkatan kualitas pendidikan di
Indonesia. Terutama, selain untuk meningkatkan standarisasi guru juga, untuk
melaksanakan standarisasi sarana-prasarana pendukung pendidikan di Indonesia.
Yang akhirnya diharapkan akan mampu mendongkrak kualitas pendidikan di
Indonesia. Masalah ini dimungkinkan akan dicapai, apabila semua pihak memiliki
komitmen yang tinggi terhadap “industri pendidikan”.
Kajian ekonomi tersebut menekankan
pentingnya mengefisienkan pengeluaran dan mengoptimalkan keuntungan atau
pendapatan. Hal ini tentunya dapat dijadikan sebagai salah satu prinsip dalam
menjalankan proses pendidikan. Proses pendidikan berkualitas hendaknya dapat
dilaksanakan walaupun fasilitas moderen belum tersedia, guru dan kepala sekolah
dituntut untuk kreatif menciptakan sarana dan prasarana pembelajaran. Implikasi
dari prinsip ini teentunya akan menjadikan proses pendidikan dapat dilaksanakan
dengan biaya yang lebih ringan namun kualitas tetap terjaga.
Ekonomi hanyalah sebagai pemegang
peran yang cukup menentukan. Sebab tanpa ekonomi yang memadai dunia pendidikan
tidak akan bisa berjalan dengan baik dan lancar. Ada hal lain yang lebih
menentukan hidup matinya maju mundurnya suatu lembaga pendidikan dibandingkan
dengan ekonomi, yaitu dedikasi, keahlian, dan keterampilan pengelola dan
guru-gurunya. Ekonomi pendidikan sama fungsinya dengan sumber-sumbeer
pendidikan yang lain, seperti guru, kurikulum, alat peraga, dan sebagainya untuk menyukseskan misi
pendidikan, yang semuanya bermuara pada perkembangan peserta didik.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ekonomi pendidikan adalah suatu studi tentang bagaimana manusia, baik secara
perorangan maupun didalam kelompokmasyarakatnya membuat keputusan dalam rangka
mendayagunakan sumber-sumber daya yang terbatas agar dapat menghasilkan berbagai bentuk pendidikan dan pelatihan, pengembangan ilmu pengetahuan dan keterampilan,
pendapat,sikap khususnya melalui pendidikan formal, serta bagaimana mendistribusikannyasecara merata dan adil
diantara berbagai kelompok masyarakat.
Peranan ekonomi dalam dunia
pendidikan cukup menentukan tetapi bukan pemegang peranan utama. Fungsi ekonomi dalam dunia pendidikan
ialah untuk menunjang kelancaran proses pendidikan dan juga berfungsi sebagai
materi pelajaran dalam masa-lah ekonomi pada kehidupan manusia.
Berdasarkan
pembahasan pada bab 2, perbedaan antara landasan ekonomi pendidikan di Amerika,
Jepang dan Indonesia dalam hal managemen pendidikan yaitu di
Amerika tidak ada tujuan pendidikan
nasional yang langsung mengarahkan arah pendidikan secara nasional, karena
tujuan pendidikan tergantung pada negara bagian masing-masing sesuai ideology
yang di anut. Sementara
di Jepang
terdapat tujuan nasional pendidikan yang di acu dalam penyelenggaraan
pendidikan pada setiap daerah.
Sedangkan di Indonesia managemen pendidikannya belum mampu berjalan secara lancar,
segala sesuatunya masih diatur dan tergantung dari pemerintahan pusat. Selain itu dalam hal anggaran biaya pendidikan di
Amerika dan Jepang sekitar20% sedangkan negara Indonesia hanya 2-7.8%.
DAFTAR
PUSTAKA
Noer, Ani. 2009. Landasan
Ekonomi Dalam Pendidikan. http://www.landasanekonomi.com. Diakses tanggal 20 Agustus 2015.
Orstein,
A.C ; Levine, D.U. 1989. Foundations
Of Education,4 th Edn, Houghton Mifflin Company, USA
Pangisyarwi.Comparative
Siste Pendidikan Jepang dan Indonesia. http://www.pangisyarwi.com/index. Diakses tanggal 20 Agustus 2015.
Pidarta,
Made.2013. Landasan Kependidikan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Ramli, Murni. 2009. Konsep
Pembaharuan Kurikulum di Jepang. http://indosdm.com. Diakses tanggal 20
Agustus 2015.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut
Thanks to infonya kakak
BalasHapusHalo nama saya Cynthia Dafa, saya tinggal di Indonesia, saya ingin menggunakan media ini untuk berterima kasih kepada Yang Mahakuasa Alleh atas hidup saya dan menggunakan saya untuk memenuhi perusahaan ibu yang setia (Perusahaan Investasi Pinjaman Christabel Missan) untuk mengubah hidup saya daripada miskin menjadi kaya, saya memiliki masalah keuangan dan itu sangat buruk dan sulit tetapi terima kasih untuk perusahaan ibu yang jujur dan setia, MRS. CHRISTABEL MISSAN PINJAMAN INVESTASI PERUSAHAAN yang membantu saya dengan pinjaman 300 miliar dan sekarang saya memiliki transfer pinjaman ke rekening bank saya dan saya hanya melakukan pembayaran untuk memindahkan pinjaman saya tanpa menambah rasa sakit saya dan sekarang keluarga saya dan saya bekerja dengan baik dan sekarang Bisnisnya baik-baik saja terima kasih kepada ibu yang jujur kepada Christabel Missan.
BalasHapusJika Anda tahu bahwa Anda membutuhkan pinjaman segera, saya akan merekomendasikan Anda ke Puan Christabel Missan di Email :: christabelloancompany@gmail.com
Instagram ': christabelmissan
Untuk informasi lebih lanjut, Anda masih dapat menghubungi saya, teman saya, yang memperkenalkan saya kepada perusahaan pinjaman ibu yang jujur lianmeylady@gmail.com
Tolong tolong jika mau, Anda masih bisa menghubungi saya cynthiadafaq@gmail.com
Dan Anda juga dapat menghubungi nomor WhatsApp ibu yang jujur +15614916019
Kondisi ini sangat berbeda dengan Indonesia, yang hingga saat ini desentralisasi pendidikan di Indonesia, belum mampu berjalan secara lancar, segala sesuatunya masih diatur dan tergantung dari pemerintahan pusat. Kepedulian pemerintahan daerah terhadap pendidikan masih relatif rendah. Keberadaan “Dewan Pendidikan” di Jepang yang berwenang mengatur perencanaan dan kebijakan pendidikan, berbeda dengan di Indonesia “Dewan Pendidikan” tidak memiliki “otoritas” dalam hal perumusan kebijakan, sifatnya hanya baru sebatas sebagai “ pengkaji” masalah-masalah pendidikan, sehingga akibatnya proses desentralisasi pendidikan di Indonesia tidak berjalan dengan baik jika dibanding pada kedua negara tersebut. situs belajar online terbaik di indonesia
BalasHapus